Membuka Rahasia

Ranum menarik nafasnya dalam-dalam. Kini, ia tengah mengumpulkan pasokan udara segar untuk memenuhi paru-parunya. Setelah terasa cukup, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. Ia menata kembali hatinya yang terasa begitu berdebar. Ia benar-benar merasa grogi sekarang.

''Ranum kamu pasti bisa! Cayooo!'' ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Dengan berlahan, Ranum melangkahkan kakinya menuju lantai empat.

''Permisi.'' ucap Ranum.

''Oh, bu Ranum. Silahkan masuk, Pak Agam ada di dalam.'' ucap Hardy asisten Agam.

''Terima kasih.''

Tok.. tok..

Hardy membuka pintu itu dan mempersilakan Ranum masuk ke dalam.

''Selamat siang, pak.'' ucap Ranum.

Agam pun segera membalikan kursi kebesarannya begitu mengenali pemilik suara itu.

Agam mengangkat tangannya untuk mempersilakan tamunya duduk.

''Terima kasih, tapi saya tidak lama jadi sebaiknya saya tetap berdiri saja.'' jawab Ranum.

''Saya membawa berkas pengunduran diri saya, pak. Dan saya membutuhkan tanda tangan bapak di sini. Mohon bapak berkenan untuk menandatanganinya.'' ucap Ranum menyerahkan sebuah berkas yang sejak tadi ia genggam erat-erat dan menaruhnya di atas meja kerja Agam.

Sejenak Agam memandangi wanita yang kini sedang berdiri di dalam ruangan yang sama dengannya itu. Kemudian, ia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Ranum. Setelah itu kembali Agam mendudukkan dirinya di atas meja kerjanya. Tepat di hadapan wajah Ranum.

''Aku tidak akan menandatangani surat pengunduran diri mu ini.'' ucap Agam dingin.

''Tapi kenapa? Bukankah bapak kemarin sudah menyetujuinya?'' tanya Ranum tak mengerti.

''Aku tidak pernah mengatakan jika aku menyetujui ucapan mu itu. Tapi kau sudah menyimpulkannya sendiri.'' jawab Agam.

''Bapak maunya apa sih sebenarnya?'' tanya Ranum mulai kesal. Ia merasa tak habis pikir dengan apa yang ada di kepala Agam saat ini.

''Apa mau ku?'' Agam mengulangi kembali perkataan Ranum.

''Mau ku adalah kau mengatakan yang sebenarnya.'' ucap Agam.

Ranum pun menautkan kedua alisnya tanda tak mengerti.

''Mengakui kesalahanmu.''

''Kenapa dulu kau menipu ku?'' tanya Agam dengan ekspresi yang sangat menakutkan. Nampak garis wajahnya yang mulai mengeras seperti menahan amarah.

''Sudah ribuan kali aku katakan padamu. Aku tidak berniat untuk membohongimu. Aku terpaksa melakukan itu.'' ucap Ranum dengan bibirnya yang mulai bergetar.

''Awalnya aku memang melakukan itu karena uang. Kebetulan saat itu Frisca menawarkan sejumlah uang yang cukup besar pada ku. Asal kamu tahu, saat itu aku benar-benar sedang membutuhkan uang dengan jumlah yang besar. Aku harus segera memnayar biaya pengobatan ibu ku selama di rawat di rumah sakit. Aku benar-benar membutuhkan uang itu. Saat itu ibu sedang kritis dan harus segera di operasi. Aku buntu. Aku tidak tahu harus meminjam uang sebanyak itu pada siapa. Jadi tanpa pikir panjang aku menerima tawaran Frisca.''

''Aku mau menggantikannya untuk bertemu denganmu. Melakukan penyamaran dan mengaku sebagai Frisca untuk menggantikannya dalam kencan yang telah orang tua mu persiapkan. Tapi semua usaha yang aku lakukan sia-sia. Ibu tetap pergi meninggalkan aku seorang diri dan Frisca tidak memberikan uang yang telah ia janjikan padaku.'' Ranum mulai terisak.

''Namun lambat laun seiring dengan kebersamaan yang tlah kita lalui, kesedihanku perlahan sirna. Aku benar-benar menikmati setiap waktu ku bersamamu. Dan aku benar-benar jatuh cinta padamu.'' ucap Ranum dengan tertunduk. Ia tak kuasa lagi menahan air matanya yang menggenang di pelupuk matanya.

''Aku sudah berulang kali berusaha untuk mengatakan yang sebenarnya padamu. Namun tidak pernah sekalipun kamu mau mendengarkan apa yang aku katakan.''

Agam pun terdiam untuk sejenak. Sebelum ia kembali melanjutkan ucapannya.

''Lalu, siapa ayah dari anak kamu itu!''

Deg!

Ranum kembali membeku. Ia benar-benar tidak menduga jika Agam akan menanyakan hal itu saat ini.

''Kenapa diam saja?'' tanya Agam kembali karena tak mendapatkan jawaban dari Ranum.

''Maaf itu urusan pribadi saya dan anda tidak berhak memaksa saya untuk mengatakannya pada anda.'' jawab Ranum mulai memasang tembok pertahanannya.

''Apa benar dia adalah anak ku?'' tanya Agam penuh selidik.

''Tidak! Dia bukan anakmu! Elzein adalah putraku!'' Ranum benar-benar merasa begitu kalut.

''Jika dia bukan anak ku, kenapa kamu begitu takut kalau aku mengetahui yang sebenarnya?'' ucap Agam dengan nada yang cukup dingin.

''Sudah aku katakan jika dia bukanlah anakmu!'' ucap Ranum.

''Baiklah jika kau tidak ingin mengatakan padaku yang sebenarnya. Aku akan cari tahu sendiri tentang itu.'' jawab Agam.

''Sudah aku katakan jika dia bukan anakmu. Kenapa kamu begitu keras kepala!'' kata Ranum.

''Lalu, anak siapa dia?''

''Apa kau berhubungan dengan laki-laki lain di belakangku saat kita bersama dulu?'' tanya Agam menatap lekat manik mata milik Ranum yang kini sudah basah dengan air mata.

''Apa kamu pikir aku serendah itu!'' ucap Ranum dengan matanya yang memerah.

Ranum memundurkan kakinya sejengkal untuk menciptakan jarak, sedikit menjauh dari Agam.

''Katakan jika aku adalah ayahnya!''

''Tidak! Kamu bukanlah ayahnya.'' ucap Ranum dengan terisak.

...----------------...

Malam menyampaikan apa yang tak terpisahkan terang, sunyi memiliki gaduhnya sendiri, dan kosong tak selalu dapat disinggahi.

Ranum membacakan sebuah dongeng pengantar tidur untuk putranya yang kini tengah berbaring di pelukannya.

''Tamat!'' ucap Ranum.

''Sekarang tidurlah..'' ucap Ranum dengan lembut.

''El belum ngantuk mama.'' jawab Elzein.

''Kalau begitu satu dongeng lagi, tapi kamu harus pergi tidur setelah itu.''

Elzein menggelengkan kepalanya.

''Ada apa? Apa kamu sedang tidak enak badan?'' Ranum segera memeriksa kening Elzein.

''Tidak demam.'' ucapnya merasa tenang.

''Mama, semua teman ku di sekolah memiliki papa. Hanya aku sendiri yang tidak memiliki papa.'' ucap Elzein dengan sendu.

''Hei... Kenapa tiba-tiba El berbicara seperti itu.''

''Teman-teman di sekolah selalu mengejek ku karena aku tidak punya papa, mama.''

''Dengar ya sayang, El kan punya mama. Kamu adalah anak mama satu-satunya. Lagi pula El juga punya mama Maya yang juga sangat menyayangi El. Dan juga jangan lupakan papa Yuda, papa Yuda juga sangat menyayangi kamu bukan. Jadi, kenapa El harus bersedih?'' ucap Ranum.

''Tapi itu semua beda mama.'' jawab Elzein yang nampak sedih.

''Sayang, mama sangat menyayangi kamu. Kamu adalah harta yang sangat berharga untuk mama. Kalau El sedih, mama akan jauh lebih sedih.'' Ranum berusaha untuk menghibur putranya itu.

''Apa mama akan mencarikan papa untuk El?'' tanya Elzein.

''Memangnya El mau papa baru?'' tanya Ranum sedikit heran.

''Ya. El mau papa yang sebenarnya, bukan seperti papa Yuda.'' jawabnya.

''Kalau begitu mama akan mencarikan papa baru untuk El.''

''Tidak perlu!''

''Kenapa?'' tanya Ranum heran.

''Karena El sudah menemukannya.'' jawab Elzein dengan bahagia.

''Hah?''

''Iya mama. El sudah menemukan papa El yang sebenarnya.''

El turun dari ranjangnya dan mengambil sesuatu dari dalam tas sekolahnya.

''Lihatlah, papa yang memberikan ini pada El.'' ucap El dengan begitu antusias. Ia menunjukkan sebuah robot Iron Man pada Ranum.

Terpopuler

Comments

satblu gaming

satblu gaming

fix sih ini mahhhh

2023-05-17

2

Kanjeng ayu

Kanjeng ayu

sedih ya El.. jangan dengerjn omongan temen2mu nak...

2023-05-13

7

Kanjeng ayu

Kanjeng ayu

penasaran??? 🤔🤔🤔

2023-05-13

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!