Lagi-lagi Ranum kembali merasakan rasa bersalah yang teramat pada sosok lelaki yang kini tengah berada di hadapannya. Hingga detik ini ternyata Agam sedikit pun belum memaafkan atas apa yang telah ia perbuat di masa lalu.
''Berkas ini tidak ada hubungannya dengan masa lalu kita.'' kata Ranum dengan sedikit amarah di hatinya. Ranum benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mungkin seorang pebisnis muda yang terkenal dengan siasat bisnisnya yang selama ini selalu membuat lawannya bertekuk lutut kini menolak sebuah perjanjian kerja hanya karena masa lalunya pada seseorang.
''Memang tidak ada. Tapi kamu adalah orang yang membuat berkas ini.'' jawab Agam dengan tatapan yang meremehkan.
Ranum menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat.
''Saya mohon dengan sangat agar bapak mau menanda tangani berkas ini. Dan sebagai gantinya, setelah ini akan segera saya buat surat pengunduran diri saya. Jadi bapak tidak perlu lagi mencari-cari celah untuk tidak menyetujui berkas ini.'' ucap Ranum berusaha untuk tetap tenang.
''Apakah itu cukup sebagai tanda permintaan maaf saya?'' tanya Ranum dengan sedikit sesak di hatinya.
''Apa menurut kamu dengan kamu mengundurkan diri dari perusahaan ku, sudah mampu menggantikan rasa sakit hati yang pernah kau buat?'' tanya Agam balik.
''Ya, aku pikir itu cukup sepadan.'' jawab Ranum cukup lantang.
...----------------...
Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam.
Hari sudah berakhir, malam telah tiba. Hari ini telah berlalu, apa yang dilakukan sudah selesai. Dan kini adalah waktu untuk padamkan bara setelah lelah bekerja. Waktunya pejamkan mata dan tak lagi berkata. Selamat tidur.
Pagi harinya Ranum bersiap untuk pergi bekerja lebih awal dari biasanya. Setelah semua siap, ia segera mengantar Elzein untuk berangkat ke sekolah terlebih dulu lalu kembali melajukan mobilnya untuk menuju kantor tempatnya bekerja.
Ia berjalan dengan langkah tegap dan mantap. Berjalan penuh percaya diri sambil menenteng sebuah map berwarna putih pada lengan kirinya, sementara di bahu kanannya terlampir sebuah tas kecil berwarna hitam yang selalu ia bawa kemana saja.
''Selamat pagi mbak Ranum, tumben mbak berangkat pagi. Kesambet apa nih, mbak.'' sapa Pak Sapto dengan candanya.
''Pagi juga pak Sapto. Iya nih, biar kaya Spongebob yang selalu siap bekerja.'' jawab Ranum dengan tawanya
''Cayoo!'' ucap Ranum dengan senyuman yang selalu menghiasi wajah cantiknya sebelum melangkah pergi.
''Cayoo, mbak!'' sahut Pak Sapto dengan mengepalkan tangannya ke udara.
Hari ini, Ranum bekerja dengan sangat giat. Hingga tiba waktu untuk makan siang pun ia masih berkutat dengan pekerjaannya.
''Ayo, kita makan siang dulu.'' ajak Maya.
''Kamu duluan saja, aku masih harus menyelesaikan ini.'' jawab Ranum.
''Sudah, kita lanjutkan nanti saja!''
''Nggak bisa, aku harus selesaikan sekarang juga.'' jawab Ranum bersikukuh.
''Aku tahu kamu adalah pegawai yang sangat teladan di kantor ini, tapi sekarang sudah waktunya untuk beristirahat nona Ranum.'' bujuk Maya.
Ranum pun mengalihkan fokusnya ke arah sahabatnya itu.
''May, ada yang ingin aku sampaikan pada kamu.'' ucap Ranum.
''Ada apa sih? Sepertinya serius banget.''
Ranum mengambil sebuah berkas dari laci mejanya. Kemudian, ia menyerahkan pada Maya.
''Apa ini?'' tanya Maya bingung.
''Buka saja.'' jawab Ranum dengan santai.
Maya membaca lembaran kertas yang kini sedang ia pegang.
''Apa-apaan ini! Kamu sudah gila ya!'' ucap Maya yang merasa sangat tidak menyangka dengan apa yang Ranum lakukan.
''Aku sudah memikirkan ini baik-baik.'' jawab Ranum.
''Kamu benar-benar konyol. Jika kamu berhenti bekerja, bagaimana dengan Elzein? Dia butuh makan, dia juga butuh biaya untuk sekolahnya. Kamu ini apa-apaan sih, Num!''
''Setelah ini aku akan mencari pekerjaan lain, apa saja. Lagi pula aku juga masih bisa ngamen di kafe Yuda.'' jawab Ranum.
''Nggak! Aku nggak setuju!''
''Tadi pagi aku sudah menaruh berkas pengunduran diri ku di meja pak Andre. Dan yang sedang kau bawa itu adalah salinan berkasnya.'' ucap Ranum yang tetap teguh pada pendiriannya.
''Num, jangan bercanda seperti ini. Aku nggak suka ya!''
''Aku serius, May.''
''Sekarang katakan padaku, apa alasan kamu ingin resign dari sini?'' tanya Maya.
''Tidak ada.'' jawab Ranum.
''Hah, sungguh konyol! Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran kamu!'' Maya nampak begitu kesal pada sahabatnya itu. Ia pun langsung pergi ke luar ruangan meninggalkan Ranum.
Kring!! Kring!!!
Sebuah dering telepon di meja Ranum berbunyi dengan begitu nyaringnya.
''Hallo?'' ucap Ranum.
''Ranum, bisa kamu ke ruangan saya sekarang juga?'' tanya seseorang dari balik telepon.
''Baik, pak. Saya akan segera ke sana.'' jawabnya.
Ranum segera menaruh ganggang telepon itu kembali pada tempatnya. Ia berjalan menuju sebuah ruangan yang tadi disebutkan ditelepon oleh seseorang.
Tok.. tok.. tok..
''Masuk!'' terdengar jawaban dari dalam ruangan.
''Permisi pak. Bapak memanggil saya?'' tanya Ranum dengan ramah.
''Duduklah.''
''Terima kasih.'' jawab Ranum sambil mendudukkan dirinya.
''Terus terang saja kamu pasti sudah tahu alasan kenapa saya meminta kamu ke sini.'' kata Pak Andre.
''Iya, pak.''
''Apa kamu ada masalah di kantor ini? Atau jangan-jangan kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di luar sana?'' tanya Pak Andre.
''Tidak pak, bukan seperti itu. Saya senang bekerja di sini. Tapi, setelah ini saya hanya ingin fokus mengurus anak saya di rumah.'' jawab Ranum.
''Kamu tahu, kamu adalah salah satu pegawai yang sangat berbakat. Saya sangat menghargai kegigihan dan kerja kerasmu selama ini. Namun saya juga tidak bisa memaksakan kehendak seseorang untuk tetap tinggal atau pun untuk tetap bekerja di sini.''
Ranum pun menggagguk.
''Terima kasih untuk pengertiannya, pak.'' jawab Ranum.
''Ranum, saya memang atasan kamu. Tapi saya tidak punya kuasa untuk menandatangani berkas pengunduran diri kamu ini.'' kata pak Andre.
''Pergilah ke ruangan Pak Agam. Beliau meminta pada saya agar kamu menyerahkannya langsung ke ruangannya.'' kata Pak Andre.
''Tapi pak?'' ucap Ranum keberatan.
Pak Andre pun menganggukkan kepalanya seolah memberi tahu bahwa ini adalah perintah yang tak terbantahkan.
''Baik, pak. Kalau begitu saya permisi.''
''Sekali lagi terima kasih, Pak Andre.'' ucap Ranum beranjak dari duduknya.
''Ranum, tunggu!'' ucap Pak Andre saat Ranum hendak membuka pintu.
''Saya harap kamu pikirkan kembali keputusan kamu ini.'' ucap pak Andre dengan sungguh-sungguh.
''Iya, pak. Terima kasih.''
Ranum meninggalkan ruangan Pak Andre dengan perasaan yang berat. Perlahan ia melangkahkan kembali kakinya yang terasa begitu berat untuk berjalan.
''Hah.. aku harap ini adalah keputusan yang benar.'' ucap Ranum sambil memandangi pantulan wajahnya pada cermin besar yang ada di toilet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Kalifa Elmira
next!!!!!
2023-05-30
3