Sabtu malam, hanyalah perihal waktu. Waktu yang selalu dikutuk dan dipuja oleh sebagian orang. Namun, selalu ada cerita menarik dibaliknya.
Pukul enam sore, Ranum mulai bersiap untuk menyambut Sabtu malamnya. Seperti biasanya, untuk sabtu malam, yang selalu ia agungkan layaknya malam yang lain, yang selalu ia hormati, sungguh. Ranum mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ia mulai memulas wajahnya yang sudah ayu agar sedikit lebih menonjol. Melukiskan pewarna bibir agar terkesan lebih segar dan tidak pasi, menyemprotkan parfum di seluruh tubuh, sampai memilih baju terbaik. Ia merapikan tatanan rambutnya agar nampak tergerai indah.
Malam ini, Ranum sedikit merenung. Ia menyadari bahwa hidup selalu ada ritmenya. Dan tak semua orang memiliki ritme yang sama. Satu per satu, mereka mewujudkan impiannya dengan bekerja lebih keras. Di sisi lain, ada juga yang bersenang-senang, menganggap santai perjalanan hidup.
''Hufft...'' Ia menghembuskan nafas dengan sedikit kasar sesaat setelah ia menyelesaikan riasan di wajahnya.
''Semangat! Semangat!'' ucap Ranum sembari membereskan berbagai riasan yang tergeletak di atas meja riasnya. Kemudian, ia berjalan keluar dari kamarnya dan menghampiri putranya.
''Sayang, malam ini El mau ikut mama nyanyi di kafe papa Yuda atau di rumah saja? Nanti akan mama panggilkan sus untuk menemani kamu?'' tanya Ranum pada putranya.
''El ikut mama, El mau jagain mama.'' jawabnya dengan bersemangat.
''El juga sudah ada janji dengan papa Yuda. Kalau El nggak jadi datang, bukan laki-laki namanya karena tidak menepati janji.'' kata Elzein dengan gaya diplomatiknya.
''Iya iya. Anak mama kan memang lelaki hebat'' jawab Ranum gemas sembari mencubit lembut pipi putranya.
''El sudah siap, mama.''
''Baiklah, kali ini tidak akan lama. Hanya sampai pukul sepuluh malam saja.'' terang Ranum.
''Iya mama, ayo kita berangkat sekarang.''
Malam ini langit malam begitu cerah, bintang-bintang bertaburan di angkasa. Bersanding dengan rembulan yang tak kalah agungnya. Suasana Sabtu malam seperti inilah yang selalu dinantikan oleh para penjaja-penjaja jajanan malam. Begitu pula dengan kafe milik Yuda, suasana malam ini begitu ramai oleh para pengunjung. Banyak diantara mereka datang bersama dengan pasangan, bergandengan tangan dengan begitu mesra seolah dunia hanya milik berdua. Ada pula yang datang bersama kawan, guna melepas penat setelah padatnya rutinitas. Namun, diantara itu ada pula yang datang seorang diri, entah hanya untuk sekedar menikmati sajian kopi atau untuk melihat-lihat suasana malam yang mulai terasa sesak.
''El, kamu tunggu di sini ya sama papa Yuda, biar mama kamu naik ke atas panggung dulu. Papa Yuda akan siapkan spaghetti dan juga coklat smoothies kesukaan kamu.'' ucap Yuda.
''Hore! El mau makan spaghetti dan juga coklat smoothies.'' seru Elzein dengan semangat.
''El, mama ke sana dulu ya.'' ucap Ranum.
''Iya, mama. Fighting!'' jawab Elzein memberi semangat pada ibunya sebelum naik ke atas panggung.
''Yud, nitip El ya.'' pesan Ranum pada Yuda sebelum memakai topeng di wajahnya.
Ya, setiap Sabtu malam, Ranum selalu tampil di kafe milik Yuda. Dan setiap kali ia akan naik ke atas panggung ia selalu mengenakan topeng untuk menutupi sebagian wajah cantiknya. Meskipun pada sebagian wajahnya tertutup oleh topeng, namun hal ini sama sekali tidak mengurangi sedikitpun rona kecantikannya. Dan topeng wajah yang ia kenakan menjadikan ciri khasnya tiap ia akan melantunkan suara indahnya di atas pentas.
Di sudut lain kafe, masuklah seorang lelaki berpenampilan parlente ke dalam kafe milik Yuda. Ia berjalan bersama dengan seorang perempuan yang juga mengenakan gaun yang cukup apik dan mampu menonjolkan lekuk indah tubuhnya. Dilihat dari penampilannya saja bisa dipastikan jika gaun yang perempuan itu kenakan harganya pasti di angka yang cukup fantastis.
''Ayo, kita masuk. Di sini tempatnya sangat cozy dan juga makanannya enak-enak. Kamu harus cobain, sayang.'' ucap wanita itu, yang tak lain adalah Lili.
''Kenapa diam saja?'' tanya perempuan itu lagi ketika mendapati pria di sebelahnya nampak acuh dan tak memperdulikannya.
''Ayo cepat kita masuk, sebelum live musiknya dimulai.'' ajaknya lagi sambil menarik lengan lelaki di sebelahnya dengan sedikit memaksa. Mau tak mau, lelaki itu pun menuruti ajakan wanita di sebelahnya.
Begitu memasuki kafe, dua orang yang berpenampilan cukup mencolok itu langsung disambut oleh pelayan yang berjaga di depan pintu.
''Silahkan tuan dan nona, meja kalian berada di sebelah sana.'' ucap pelayan mempersilakan dan membawa kedua tamunya ke meja yang memang sudah dipesan sebelumnya.
Ya, lelaki itu adalah Agam. Begitu mendudukkan dirinya, ia mulai memperhatikan suasana dan dekorasi kafe yang ia akui memang cukup nyaman dan terasa begitu hangat.
''Bagaimana? Oke kan tempatnya?'' tanya wanita itu sambil terus bergelayut manja pada lengan Agam. Hal ini tentu saja membuat Agam merasa risih, namun ia tidak dapat berbuat banyak malam itu.
''Cek.. cek...'' suara pemandu orkestra mampu mengalihkan perhatian para pengunjung kafe.
''Selamat malam semuanya. Selamat datang di Eunoia Cafe.''
''Tanpa menunggu lama lagi, langsung saja kita sambut, Kidung Renjana.'' ucapnya membuka pertunjukkan.
''Selamat menikmati.''
Riuh tepuk tangan pun menggema dalam ruangan itu. Banyak pelanggan kafe yang sengaja datang hanya untuk sekedar melihat penampilan Ranum atau sekedar menikmati kopi di kafe milik Yuda.
''Yuhuuu!'' seru pengunjung yang ada di kafe itu.
''Sitsuit...''
''Yey! Mama keren!'' seru Elzein sambil bertepuk tangan. Ia berada di sisi kiri dekat dapur kafe sedang duduk bersama dengan Yuda.
''Semangat!'' tambah Yuda tak kalah riuh memberikan semangat.
''Terima kasih.''
''Selamat malam.''
''Sabtu malam datang kembali, dan izinkan kami hadir kembali menemani malam yang panjang nan indah ini.'' suara merdu milik Ranum mulai membuka sesi pertunjukkan.
''Malam ini, marilah kita merapalkan kembali mantra-mantra cinta dan kebahagiaan. Jangan sampai anak cucu kita kelak mengutuk kita karena melihat kita berpasrah dan lemah. Selamat menikmati.'' ucap Ranum sebelum memulai pertunjukannya.
Gemuruh tepuk tangan semakin meriah berkumandang begitu Ranum menyelesaikan kalimat pembukanya. Ya, hanya dengan mendengar suaranya saja orang-orang seolah akan terhipnotis dan terbawa ke dalam setiap bait kata-kata yang keluar dari mulut manisnya.
Denting piano mulai terdengar tatkala jemari menari sebagai pertanda pembukanya sebuah lagu. Kemudian, bersahut petikan gitar yang selaras sekar mengambang. Bersambut dentuman ketukan drum yang semakin menambah gairah dalam bait-bait irama. Mengalir mesra beriring alunan gesekan biola yang semakin menambah syahdunya senandung lagu.
Bagaikan sungai yang tak punya malu
Mengalir meskipun terancam surut
Lalu, kakimu melangkah ke rumahku
Setengah melirik, mencoba rayu
Apa yang kau inginkan
Dari senyumku, ya tuan?
Gemar sekali kau lukiskan bintang untukku
Sungguh lihai tanganmu menata kembali hati
Yang hampir mati
'Kan ku letakkan hangat di tengah dekap kita
Jangan biarkan ku pulang
Ke rumah yang bukan engkau
Bicarakan tentang seisi dunia
Perlahan mendekat, bisikkan cinta
Membuatku terlena
Ke dalam pesona sukma yang begitu indah....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Ersa
asyeeek 😁
2023-08-12
1