"Pelita seorang laki-laki adalah nurani. Sedang bagi perempuan, harapan adalah bintang-gemintang. Pelita memberi arah terang bagi jalan, sedangkan harapan memberi jalan keselamatan."
Dalam benak Ranum kini dipenuhi oleh berjuta bayang-bayang kebaikan dari seorang Yuda Pratama yang selama ini ia rasakan.
Begitu pula dengan Maya, dalam benaknya ia menyetujui semua yang Ranum ucapkan tentang Yuda.
''Kamu tahu kan betapa sempurna-nya seorang Yuda Pratama?'' tanya Ranum pada Maya.
Maya pun mengangguk menyetujui dan mengiyakan pernyataan Ranum.
''Tapi...'' Ranum sedikit menjeda kalimatnya. Ia pandangi atasan sekaligus sahabatnya itu.
''Tapi apa?'' tanya Maya penasaran. Dalam batinnya ia merasa sedikit sesak mendengar sahabatnya itu memuji teman baiknya.
''Tapi aku tidak pantas untuknya.'' ucap Ranum dengan kalimat sendu.
''Kenapa? Kenapa tidak pantas? Kamu adalah wanita yang sangat cantik, kamu pekerja keras, kamu adalah wanita yang kuat. Dan kamu juga seorang ibu yang hebat.'' sahut Maya.
''Bukan, bukan karena itu.'' ucap Ranum.
''Lalu?'' tanya Maya.
''Lalu bagaimana dengan kamu?'' kata Ranum.
''Aku? Kenapa dengan aku?'' Maya tak memahami maksud perkataan sahabatnya itu.
''Aku tidak ingin merusak persahabatan kita. Dan yang pasti, aku tidak ingin membuat kamu terluka.''
''May, kenapa kamu tidak jujur padaku? Kenapa kamu menyembunyikannya?'' ucap Ranum.
''Apa maksud kamu?'' tanya Maya mencoba untuk menutupinya.
''Tentang perasaan kamu.'' jawab Ranum.
''Kenapa kamu tidak mengatakan padaku kalau selama ini kamu menyimpan rasa itu sendiri? Aku tahu kamu sangat mencintai Yuda. Aku juga tahu kalau kamu rela melakukan apa saja untuknya.''
Deg!
Maya terdiam terpaku. Maya tidak menyangka jika selama ini Ranum mengetahui semua perasaanya pada Yuda. Padahal selama ini ia telah berusaha menutup rapat-rapat rahasia hatinya itu.
''Aku tidak ingin membuatmu terluka. Aku pikir kamu juga mencintai Yuda, jadi aku lebih memilih untuk memendam perasaan ini.'' terang Maya.
''May, dengar ya. Dalam benakku sama sekali tidak pernah terpikirkan untuk mencintai laki-laki lain, lagi. Kamu tahu itu, kan?'' tanya Ranum.
''Ya, maafkan aku.''
''Kamu tidak perlu minta maaf. Dan mulai sekarang jangan pernah coba-coba lagi untuk mendekatkan aku ataupun Elzein pada Yuda. Biar berjalan seperti ini. Dan aku harap, suatu saat nanti kalian bisa mengetahui isi hati kalian masing-masing.'' ucap Ranum.
''Tapi Yuda itu cintanya sama kamu, Num. Bukan aku.'' sahut Maya.
''Lalu jika saat ini Yuda lebih memilih untuk mencintai aku, apa kamu pikir aku tega membuat hati sahabat ku yang sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri terluka?'' tanya Ranum.
Mereka kembali terdiam. Merenungkan kembali setiap kalimat-kalimat sakral yang baru saja keluar dari mulut sepasang sahabat baik itu. Dan, kemudian mereka pun berpelukan dengan hangat. Sebuah pelukan kasih sayang layaknya seorang kakak yang menyayangi adiknya sendiri.
''Jangan nangis, nanti tambah jelek.'' ucap Ranum.
''Sialan!'' kesal Maya sambil menghapus air mata yang mengalir dari bola matanya.
''Sudah sana, pergi jemput anak kamu.'' perintah Maya.
''Jadi kamu ngusir aku?''
''Aku atasan kamu di sini.'' ucap Maya dengan terkekeh.
''Oke! Aku kalah.'' jawan Ranum juga dengan tawanya.
''Baik bu atasan, kalau begitu saya mohon ijin pulang dulu.''
''Pergilah!''
Waktu memang sudah menunjukkan pukul empat sore, sudah waktunya bagi para pejuang rupiah untuk mengakhiri harinya hari ini.
Ranum berjalan dengan langkah kaki panjang agar segera sampai di pos sekuriti untuk mengambil kunci mobil yang dititipkan oleh orang bengkel suruhan Yuda.
''Terima kasih, ya pak.'' ucap Ranum dengan tersenyum ramah setelah menerima kunci mobilnya. Lalu, ia pun segera berjalan menuju arah mobilnya berada. Kebetulan, orang bengkel itu memarkirkan mobilnya di bagian belakang kantor, dekat dengan parkiran khusus para petinggi perusahaan.
''El pasti sudah menunggu lama nih.'' gumamnya merasa tak tenang.
Karena sedang terburu-buru, tanpa sengaja Ranum menabrak seseorang yang tiba-tiba saja berada di depannya.
''Aw!'' ucap Ranum yang langsung mengambil kunci mobilnya yang terjatuh.
''Maaf pak, saya tidak sengaja.'' ucapnya sembari berdiri.
Ranum mengangkat kepalanya. Betapa terkejutnya ia mendapati siapa sosok lelaki yang tak sengaja ia tabrak tadi.
''Maaf, saya benar-benar tidak sengaja karena saya sedang terburu-buru. Jika tidak ada yang terluka, saya permisi.'' Ranum berusaha untuk menghindari lelaki itu.
Namun, belum sempat ia melangkahkan kakinya pergi, lengan tangan kanannya dicekal oleh lelaki itu.
''Jadi ini siasat yang kamu gunakan?'' tanyanya dengan nada penuh intimidasi.
''Sangat murahan.'' ucapnya lagi.
''Apa sudah tidak ada cara lain lagi yang bisa kalian gunakan selain dengan seolah-olah tanpa sengaja menabrak ku?''
''Lepas!'' Ranum berusaha melepas cengkraman di lengan kanannya.
''Apa kamu masih marah padaku?''
''Sekarang, aku kembali minta maaf sama kamu atas apa yang pernah aku lakukan beberapa tahun lalu. Sungguh, aku tidak berniat menipumu. Dan juga sudah berulang kali aku mencoba untuk memberi tahu kamu yang sebenarnya, tapi kamu tidak pernah mendengarkan itu.'' ucap Ranum sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Agam di lengannya.
''Apa kamu pikir semudah itu aku memberi maaf?'' tanya Agam dengan nada dingin.
''Aku akan menebus kesalahanku, tapi kali ini aku mohon lepaskan aku. Anak ku sudah terlalu lama menunggu.'' mohon Ranum.
''Cih!''
''Ternyata dia benar-benar sudah memiliki seorang anak.'' gumam Agam dalam hatinya.
''Aku mohon..'' mohon Ranum.
Melihat wajah Ranum yang memelas, hati kecil Agam merasa tak tega. Maka, ia pun melepas tangan kekarnya dari lengan Ranum.
''Terima kasih.'' ucap Ranum sebelum melangkah pergi.
Ranum segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedikit kencang. Ia tidak angin membuat Elzein lebih lama lagi menunggu.
''Ikuti mobil putih itu!'' perintah Agam pada Hardy.
''Cepat!''
''Ba-baik bos.'' Hardy segera menyalakan mesin dan mengikuti arah mobil Brioh yang berwarna putih itu.
''Mau pergi kemana dia?'' gumam Agam dalam hatinya.
Setelah lima belas menit perjalanan, Ranum pun membelokkan mobilnya menuju sebuah Taman Kanak-Kanak yang pada tiap sudut dindingnya diberi aneka gambar dan cat yang berwarna-warni.
''Kita tunggu di sini sampai dia keluar.'' perintah Agam.
''Baik, bos.''
Ranum segera turun dari mobilnya dan berjalan ke dalam gedung TK, sementara Hardy memarkirkan mobilnya di belakang mobil Ranum agar tidak ketahuan.
Selang lima menit, Ranum keluar dengan menggandeng seorang anak laki-laki yang cukup Agam kenal. Sayup terdengar di telinganya bagaimana Ranum meminta maaf kepada anak itu karena lagi-lagi terlambat menjemput sekolah.
''Maaf ya sayang, mama terlambat lagi.''
''Nggak apa-apa, mama. Di dalam juga masih ada bu Alice dan juga teman-teman yang lain.'' jawab El.
''Emm.. Karena sekarang mama sudah gajian dan juga sebagai permintaan maaf, mama akan traktir kamu.''
''Hore! Kalau begitu El mau makan Ratatouille!'' seru Elzein.
''Ratatouille?''
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Nurul Azizah
kayanya ada salah paham yg blm usai dimasa lalu
2023-05-28
1
satblu gaming
sepertinya???? 🤔🤔🤔
2023-05-17
3