Dari kejauhan terdengar oleh Robi deru sepeda motor, raungannya semakin mendekat. Robi bangkit dan segera memapah sepeda motornya ke belakang semak yang ada dipinggir sungai.
Semak itu cukup tinggi menyembunyikan sepeda motor dzn dirinya.
Robi menanti dengan terus memasang mata dan telinganya . Raungan mesin sepeda motor itu semakin dekat dan dekat. Akhirnya Robi bisa melihat dengan jelas, Eko dan teman-temannya kini ada dihadapannya.
Seperti biasa, mereka sedang berpatroli di wilayah kekuasaannya. 'Ngapain mereka di sana?, apa hari ini ada balapan lagi?', Robi bicara dalam hatinya.
Obrolan mereka masih bisa didengar oleh Robi, karena jaraknya lumayan dekat.
"Sepertinya sejak Robi tiada, si Dery sudah tidak garang lagi, dia lebih banyak diam di Markas", ucap Eko.
"Mau apa lagi dia, bengkel sudah dikuasai, cewenya si Robi pun dia sikat, nggak betah gimana dia, sudah ada yang ngelonin tiap malam", kekeh Andra.
"Tapi masih ada tugas besar bagi kita, kabarnya si Dery itu lagi mengincar rute balapan tempat Robi jatuh kemarin, dia pingin buka cabang bengkelnya di sana, ya jelas, itu jalur strategis, banyak dilewati orang, itu kan persimpangan yang menghubungkan beberapa kota, boleh dibilang itu tempat transit kendaraan, kalau dibangun bengkel di sana, wah sudah pasti bakalan rame", jelas Eko.
"Terus , rencana kita apa ?", Andra menatap Eko.
"Ya, kita jegal dia , kita bikin gagal rencana dia, kalau bisa, kita yang harus menguasai jalur itu, tapi tidak mudah Bro, kita butuh banyak suntikan dana", Eko menerawang.
"Kita adakan balapan lagi saja, atau kita tantang Dery buat ikut balapan, pemenangnya yang akan memiliki hak atas jalur itu, gimana?", Loe pasti menang sekarang, Robi sudah tidak ada, sudah tidak ada lawan tangguh lagi", kompori Alex.
"Bagus juga ide Loe, kita susun rencana lagi, buat mematahkan rencana Dery di sana.
"Gimana aman?", tanya Eko pada dua rekannya yang baru datang memantau daerah sekitar sungai.
"Aman, tak ada yang mencurigakan ",
"Oke kalau begitu kita balik sekarang", ajak Eko, ia lebih dulu melesat lagi dijalanan diikuti teman-temannya.
Robi keluar dari persembunyiannya, ia buka tas yang dibawanya, 'Ya, ampun, uangku masih di Pondok', pikir Robi. Ia merogoh dompetnya dan hanya tersisa satu lembar uang saja di sana.
Ia ambil lagi sesuatu di dalam tasnya dan ia nampak sedang menempelkan sesuatu di wajahnya . Ia pandangi wajahnya di kaca dan tampak tersenyum.
Ternyata Robi menambahkan kumis dan jambang tipis diwajahnya, ia juga membuat tahi lalat tepat dipinggir hidungnya. Tidak lupa kaca mata pun ia pakai.
"Perfect", gumamnya, dengan mengulum senyum, Robi memandangi wajah barunya. " Dengan ini, aku bisa leluasa berinteraksi dengan orang-orang", gumam Robi.
"Semua sudah menganggap aku tiada, ini lebih baik, aku akan datang kepada mereka sebagai Rahmat", senyum Robi.
Ia kini melajukan sepeda motornya menuju rumahnya. Lagi-lagi Pak Karman hampir tidak mengenalinya, namun Bi Mimi keburu datang. Dialah yang mengetahui penyamarannya.
"Jangan memasukkan orang sembarangan Bi, Tuan dan Nyonya kan masih belum pulang", ingatkan Pak Karman.
"Nggak, ini bukan orang lain, ini sepupu Den Robi, namanya Rahmat", jelas Bi Mimi. Ia membawa Rahmat masuk.
"Bibi ini ada-ada saja, padahal kasih tahu saja yang sebenarnya Bi", senyum Robi.
"Jangan Den, biarin saja, Pak Karman itu bibirnya seperti wanita, takutnya ember", kekeh Bi Mimi.
"Aden makan dulu saja",
Robi menurut, ia menikmati makanan di meja, biasa , seorang diri.
"Bagaimana penampilan saya Bi?", Robi melirik Bi Mimi.
"Tampan Den", senyum Bi Mimi.
"Bukan itu Bi, kalau tampan sih sudah dari orok, tapi saya cocok nggak dengan penampilan seperti ini", kekeh Robi.
"Cocok Den, kalau begini, Aden terlihat lebih berwibawa, tidak garang dan sangar", kekeh Bi Mimi.
"Kenapa Aden jadi seperti ini?", Bi Mimi bertanya hati-hati.
"Saya sudah dianggap tiada oleh teman-teman Bi, jadi saya juga akan hadir sebagai orang lain dihadapan mereka", cicit Robi.
"Memangnya selama ini Aden di mana?", Bi Mimi kembali bertanya.
"Di suatu tempat Bi, tempat yang tenang,damai, ada bidadarinya lagi", kekeh Robi.
Bi Mimi mengernyit, "Ah..., itu mah di surga Aden, ada-ada saja", kekeh Bi Mimi.
"Memang benar Bi, kalau tidak percaya, nanti saya bawa Bibi ke sana", senyum Robi.
"Ah...tidak mau Aden, Bibi masih ingin hidup",,cicit Bi Mimi.
"Ih...ini benar Bi, di sana itu surganya dunia", senyum Robi.
"Kenapa attu Aden tinggalkan tempat itu, dan kembali ke sini", senyum Bi Mimi.
"Ya itu Bi, di surga juga kan ada setannya, tidak suka saya ada di sana, jadi saya di usir", kekeh Robi.
"Sudah Ah, saya istirahat dulu Bi", pamit Robi. Ia beranjak menuju kamarnya.
Di sana ia tidak bisa terlelap, ingatannya terus melayang ke Pondok. Bukan karena uangnya yang tertinggal di sana, tapi ada sebagian raganya yang tertinggal di sana.
Di sana Robi seperti menemukan dunianya yang hilang, dunia yang selama ini ia cari. Kebersamaannya, rasa kekeluargaannya, dan yang terutama kehadiran Tiara yang mampu melembutkan hatinya yang keras, alunan dan lantunan sholawat dan tilawahnya selalu terngiang.
Sebelum adzan subuh pun Robi sudah terjaga, walau baru beberapa minggu saja ia di Pondok, tapi kebiasaannya bangun pagi sudah tertanam.
Bahkan Robi pun mulai shalat, walau hanya hafal gerakannya saja, bacaan shalatnya sekenanya saja.
"Masya Allah Den Robi shalat?, Alhamdulillah..., jadi benar tempat yang dibicarakannya semalam?, jadi penasaran, tempat apa itu?", gumam Bi Mimi, ia kembali melanjutkan pekerjaannya, menyapu lantai.
Robi duduk di balkon kamarnya, ia buka ponsel lamanya, dan ia dapati beberapa pesan dari Ronal dan Ilyas.
Mereka menanyakan kabarnya. "Oh...iya mereka, cuma mereka yang masih peduli", gumam Robi.
Terbersut niat dalam hatinya untuk menemui kedua sahabatnya itu. "Di mana mereka?, pasti di Markasnya Dery", tebak Robi. 'Apa aku samperin mereka saja di sana', pikir Robi.
Ia ingin melihat sendiri kondisi bengkelnya yang kini dikuasai Dery. Sudah bulat niatnya, Robi bersiap untuk pergi.
"Bi, aku pergi dulu, ada urusan sebentar, Assalamu'alaikum", pamit Robi. Tanpa menunggu Bi Mimi, ia sudah langsung melesat bersama motor sportnya.
Bi Mimi masih terpaku melihat kepergian Robi, "Wa'alaikumsalam...., Den Robi mengucap salam?, jadi tambah penasaran saja, selama ini Den Robi tinggal di mana?, banyak sekali perubahannya", gumam Bi Mimi.
"Kalau Nyonya tahu, pasti senang, kapan atuh Nyonya mau pulang", Bi Mimi menerawang.
Sudah lama Bu Arimbi tidak pulang, sejak pertengkarannya dengan Pak Robani. Bu Arimbi pergi setelah memergoki perselingkungan suaminya dengan Rena, sekretaris di kantor suaminya.
Sejak itulah Robi pun sering meninggalkan rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments