Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui celah tirai, Robi menggeliat dari tidurnya, ia mengerjap-ngerjap , matanya silau terkena pantulan sinar tersebut.
"Huuuahhhh...", Robi menguap, rasanya masih sangat mengantuk. Tapi perutnya mulai berdendang minta di isi.
Dengan malas, ia bangun dan berjalan gontai menuju kamar mandi. Ia membersihkan diri.
Saat berada di ruangan wall in closet, Robi tersenyum sendiri, 'Ini ulah tahun terburuk, dan terbaik juga baginya.
Karena tahun-tahun sebelumnya setiap ulang tahun selalu berakhir di club malam, Robi berpesta bersama teman-teman di geng motornya.
Sudah bisa di tebak apa yang mereka kerjakan di sana, ya pesta -pesta, dan hura-hura, tidak lengkap jika tidak ditemani oleh minuman beralkohol dan wanita cantik.
Namun sebadung-badungnya Robi, ia tidak pernah dan selalu menolak jika ditawari wanita, meskipun dengan Marisa, teman dekatnya sendiri.
Robi sangat menghormati wanita. Seperti ia menghormati Mamihnya. Makanya Robi sangat membenci Papihnya begitu tahu dia berselingkuh dengan sekretarisnya.
"Tahun ini untuk pertama kalinya aku terdampar di sini, di rumahku sendiri, biasanya aku terbangun dzlam keadaan mabuk berat", gumam Robi. Ia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Sekarang aku harus bagaimana?, apa harus aku menemui Dery?", sejenak Robi mematung memandangi gambar dirinya di cermin yang ada di depannya.
"Apa aku menyamar saja, karena mereka sudah menganggap aku tiada, aku penasaran sebenarnya apa yang rencana mereka?, dan kenapa rem sepeda motorku bisa blong", Robi bicara sendiri.
Hari ini ia bermaksud mendatangi bengkelnya. Robi bingung, bagaimana cara mengecoh mereka?
Lalu ia memilih beberapa pakaian yang sudah lama tidak di pakainya. Diantaranya ada setelan kurta di dalam lemarinya, ia putuskan untuk memakainya.
Lalu ia berdandan ala-ala Ustad muda. Dan menambahkan jampang palsu. Setelah dirasa oke, lalu ia menuju ruang makan.
Bi Mimi yang mendapatinya sedang duduk di meja makan, merasa kaget dengan kehadiran orang asing di rumahnya,
"Hai...hai...hai..., ini siapa?, kok beraninya langsung makan saja, itu makanan buat Tuan Muda saya", gertak Bi Mimi dengan garang.
"Assalamu'alaikum, maaf saya lancang, saya ini pengembara, sudah tiga hari belum makan, tafi pintu depannya terbuka, jadi saya langsung masuk saja, dan menyantap makanan ini", Robi menahan tawanya saat melihat ekspresi kaget dan marah dari Bi Mimi.
"Iya ...tapi makanan ini buat Tuan Muda saya, main makan saja, nanti saya yang akan kena marahnya",
"Mana lagi si Aden, kok lama , Den...Den...., ini lihat dulu ke dapur", teriak Bi Mimi. Ia berteriak di tangga .
"Sudah..., ayo makan saja bareung saya, Tuan Mudanya kan orang baik, tidak akan marah",
Bi Mimi menghampiri meja makan, dan menatap dengan jeli orang yang ada dihadapannya, tapi tetap ia tidak bisa mengenalinya. Tapi tadi suaranya jelas sekali mirip Tuan Mudanya.
Bi Mimi melirik ke sandal yang dipakai oleh orang asing itu, 'Itu kan sandalnya Den Robi',
"Hah... Ini Aden kan?, Bibi tahu, ini benar Den Robi, itu sandalnya Bibi tahu, lagi pula mana bisa orang luar masuk ke sini, kan ada Mang Karman ", Senyum Bi Mimi.
"Aden kenapa penampilannya seperti ini, mau main film?", senyum Bi Mimi.
"Sstt..., Bibi nggak boleh ribut ya , apa Bibi masih mengenali Robi, dengan penampilan seperti ini?", Robi meminta pendapat dari Bi Mimi.
"Aduh Den, ini mah sempurna, Bibi sama sekali tidak melihat Den Robi, ini mah Ustad muda tampan Den", kekeh Bi Mimi.
"Terus, nama yang cocok untuk Ustad Tampan ini siapa ya?", Robi kembali meminta pendapat Bi Mimi.
"Hhmm...sebentar, siapa ya", Bi Mimi nampak berpikir. Ia memandangi wajah tampan Tuan mudanya itu.
"Bagaimana kalau Risman, Ridwan, atau Rahmat?", senyum Bi Mimi.
"lho..kok dari huruf 'R' semua Bi",
"Iya kan supaya dekat dengan nama aslinya, Robi", senyum Bi Mimi.
Robi nampak berpikir sejenak, "Rahmat saja ya Bi", biar mudah diingat.
"Baik Ustad Rahmat, itu nama yang bagus", kekeh Bi Mimi.
"Tapi tunggu dulu Den, kenapa harus merubah penampilan, apa tujuan Aden?, Bi Mimi menatap Robi.
"Saya ini kecelakaan Bi, saat ikut balapan bareng teman-teman di geng motor saya, ternyata sepeda motor yang saya tunggangi, remnya blong.
"Saya pikir ada yang sengaja melakukan itu, dan saya ingin menyelidikinya Bi", jelas Robi.
"Lihat saja semalam Bi, tidak ada satu pun teman saya yang datang di hari ulang tahun saya, karena mereka sudah menganggap saya tiada saat kecelakaan, tapi kok mereka juga tidak ada yang mencari tahu , apa saya selamat?, atau tidak?, mereka diam saja Bi", geram Robi.
"Dan saya pikir ini ada apa-apanya",lanjut Robi.
"Apa selama saya tidak ada di rumah, ada seseorang yang datang ke sini mencari saya?", Robi menatap Bi Mimi.
"Hhmm..., tidak Den, tidak ada siapa-siapa", Bi Mimi menggelengkan kepala.
"Tuh...ada yang aneh", Robi menerawang.
"Tapi ya sudahlah Bi, biar saya cari tahu sendiri, ingat ya Bi, saya Rahmat, bukan Robi",
"Iya siap Den", senyum Bi Mimi.
"Bilang saja, saya ini kerabatnya Mamih dari Desa", senyum Robi.
"Baik Den",
Robi kembali menatap gambar dirinya di cermin, lalu pamit kepada Bi Mimi.
Sengaja ia pakai lagi sepeda motor yang dipinjamnya dari Tiara, kini tujuannya adalah bengkel Dery, temannya di geng motor.
Dengan yakin ia memasuki bengkelnya . Ia melihat semua temannya ada di sana, termasuk Marisa. Mereka nampak sedang merayakan sesuatu.
Robi pikir teman-temannya itu sedang merayakan hari jadinya.
"Ada yang bisa saya bantu?", seorang montir menghampirinya.
"Ini tolong cek sepeda motor saya, besok mau dipakai perjalanan jauh", jelas Robi
"Baik..., Bapak bisa tunggu di sana", montir itu menunjuk ke arah kursi tunggu. Robi menurut, ia berjalan menuju kursi tunggu, di sana ia dengan jelas bisa melihat Dery, Marisa dan teman-temannya yang lain.
''Kok mereka seperti sedang merayakan sesuatu", gumam Robi. Dan yang paling mencolok, sedari tadi Marisa nempel terus dengan Dery.
'Marisa dan Dery?, bukannya mereka itu sepupu?, kok seperti orang pacaran saja', Robi mengepalkan tangannya.
"Maaf mengganggu, saya mau ikut ke Toilet", Robi sengaja menghampiri Dery dan teman-,temannya.
Mereka melirik sekejap, "Itu lurus saja ke dalam", sahut Dery. Robi melenggang ke dalam, ia sudah paham dengan denah rumah ini.
"Terima kasih", Robi kembali sengaja melewati Dery kembali, dan menuju tempat duduknya tadi.
Tidak ada satu pun yang ngeh dengan kehadiran Robi. Ingin bisa mendengar percakapan mereka, Robi kembali memesan kopi dan duduk tidak jauh dari Dery.
"Selamat Bro, sekarang kamu sudah sah menjadi pemilik tunggal bengkel ini, dan semoga acara tunangan kalian minggu depan berjalan lancar",
"Terima kasih, ini berkat kerja bagus kita semua, setelah Robi tiada , aku bisa naik tahta, ha....ha...ha....", Dery tertawa lepas.
"Apa yakin, kalau Robi itu sudah cabut ke akhirat?", kekeh Wandi.
"Yakin sih..., sudah mau dua minggu Bro, kita biarin dia di sana, mungkin sekarang sudah membusuk", kekeh Dery.
"Terus, bagaimana kalau gengnya si Eko beraksi, kan cuma Robi yang mampu berduel dengan dia",
Wandi menatap Dery.
"Lah...gampang, jangan pikirkan Eko dulu, mulai saat ini kita diam di markas saja dulu, jangan berbuat aksi yang bisa membuat marah mereka, kita akan aman", jelas Dery.
Robi hampir tidak bisa mengendalikan diri, mendengar obrolan di belakannya, ternyata Dery dan teman-temannya sendiri yang telah membuatnya celaka, dan Marisa juga ternyata bisa secepat itu berubah, ia bahkan akan bertunangan dengan Dery.
Untung saya montir yang menangani sepeda motornya segera memanggilnya dan memberitahu semua sudah beres.
Robi memberikan sejumlah uang dan segera meninggalkan bengkel Dery dengan perasaan marah.
Tidak menyangka ia ditikam dari belakang oleh temannya sendiri, dan dikhianati oleh pacarnya sendiri
"Dasar....pengkhianat, awas ya kalian", geram Robi. Ia memacu sepeda motornya kencang sekali, ingin meluapkan rasa marahnya.
Semua pengguna jalan tak sedikit yang men gumpatnya.
"Ustad kok main kebut-kebutan",
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments