"Ini Den, minum dulu obat ini, semoga demamnya reda", Mang Daman membangunkan Robi dan meminumkan ia obat yang diberikan Tiara tadi. Lalu ia mencelupkan sapu tangan handuk ke dalam air hangat dan menaruhnya di atas dahi Robi.
Setelah di tunggu beberapa saat, Alhamdulillah demamnya mulai reda, Robi pun sudah terlihat lebih tenang.
Tidak terasa, Mang Daman pun tertidur .
Robi perlahan membuka matanya, dia merasa ada sesuatu yang dingin di dahinya. Ia meraba dahinya dan mendapati sebuah handuk kecil menempel di sana.
"Apa ini, kenapa ada di sini", Robi mengambil kain handuk itu dan memperhatikannya. ",Apa Mang Daman yang telah menaruh ini?", gumam Robi. Ia mendapati Mang Daman masih tertidur pulas disampingnya.
Robi termenung, mengingat kejadian terakhir kemarin. Seingatnya kemarin dia baru pulang dari bukit, "Oh ...iya..., dimana ponselku?", Robi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan
"Ini dia, semoga masih bisa nyala", Robi meraih ponsel yang kemarin ditemukannya. Ponselnya sudah mati, mungkin habis daya, karena sudah hampir dua hari kehujanan dan kepanasan.
Robi tidak mencharger ponselnya, melainkan membuka casing belakangnya dan mengambil sim card nya.
Sim card nya ia pasangkan di ponsel baru yang ia beli kemarin. Ia mulai mencari kontak penting dari sim card nya.
"Syukurlah...., sim card nya masih bisa di buka", Robi tersenyum lega. Ia mulai mencari nomer-nomer penting , yang pertama ia cari nomer Ayah dan ibunya.
Robi sangat menyayangi keduanya, namun karena kesibukan mereka, Robi menjadi sangat sulit untuk bisa berjumpa dengan keduanya.
Ibunya, Nyonya Arimbi, seorang pengusaha fashion terkenal, butiknya tersebar di banyak kota besar, bahkan ada juga yang di luar negeri.
Sehingga hari-harinya disibukkan di tempat kerjanya, bahkan sering kali ia jarang pulang ke rumah demi mengurus butik-butiknya.
Sementara ayahnya, Tuan Robani , ia seorang pengusaha properti dan tanah, ia menjadi bosnya para makelar tanah, ia banyak membeli tanah, lalu dibangunnya komplek-komplek, lapangan olah raga, Rumah Sakit, ataupun ruko-ruko.
Jelas saja dengan usahanya itu ia banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Bisa dihitung dengan jari, berapa kali ia bisa pulang ke rumahnya.
Itu pun tidak selalu bisa bersamaan dengan istrinya, kadang ia bisa pulang , sedangkan istrinya tidak bisa.
Hal ini menyebabkan keharmonisan di antara mereka semakin renggang, Pak Robani terlibat asmara dengan sekretaris pribadinya. Begitu pula dengzn Bu Arimbi yang kesemrem sama brondong seusia Robi.
Sebagai anak dari pasangan pengusaha sukses seperti itu, jelas saja membuat Robi tumbuh dalam suasana kehidupan yang bergelimang dengan uang, semua keinginannya selalu dipenuhi, semua kebutuhannya terjamin, uang dalam ATM nya tidak pernah kurang.
Ayah dan ibunya selalu menggelontorkan sejumlah uang ke dalam ATM nya. Tapi ia sangat kekurangan kehangatan keluarga, hidupnya menjadi semaunya, karena tidak ada orang yang memperingatkannya.
Robi akhirnya bergabung dalam sebuah geng motor. Di sana ia merasa enjoy, bisa menumpahkan semua kesepiannya dengan kerap kali melakukan balapan liar.
Apalagi setelah ia bertemu Marisa, adik dari sahabatnya di geng motor. Marisa bisa mengisi kekosongan hatinya, wanita itu telah mencuri hatinya, Robi sangat mencintai Marisa.
Marisa seorang gadis belia yang cantik dan modis, ia pun begitu mencintai Robi. Marisa sering main ke rumah Robi, ia bisa mengisi kekosongan hati Robi.
Namun ada niat jahat di balik kebaikannya itu, ternyata Marisa hanya mengincar kekayaan Robi saja, ia tahu kalau Robi adalah pewaris tunggal.
Apalagi ia mulai terpengaruh oleh Dery, teman satu geng motor Robi. Dery yang tak lain adalah sepupunya Marisa selalu mempengaruhi Marisa agar terus memoroti uang Robi.
Dery, seorang pengangguran sejati, ia hanya ongkang-ongkang kaki , setiap laganya seperti bos besar, keliling sana keliling sini, katanya patroli, sambil meminta uang kepada para pedagang kaki lima, katanya uang keamanan.
Dery seorang pengangguran yang gila kehormatan, ia ingin semua orang yang ditemuinya merasa takut, ingin dihormati sebagai penjamin keselanatan para pedagang.
"Oke, semua beres, aku akan coba menyelidiki kenapa rem motor balapku sampai blong, ini seperti ada sabotase, untuk mencelakai aku", gumam Robi, sambil tetap fokus pada layar ponsel barunya.
Robi hanya mengcopy kontak yang pentingnya saja, terutama Ayah , Ibu dan Marisa. Ia menggunakan nomer baru supaya mudah memata-matai orang yang ia curigai.
Terdengar kumandang adzan awal, hari sudah merangkak pagi. Mang Daman menggeliat, ia membuka kedua matanya. Karena sudah terbiasa bangun pagi, Mang Daman langsung bangun begitu mendengar adzan.
Ia melihat Robi juga sudah terbangun."Alhamdulillah, Aden sudah bangun?, bagaimana demamnya, sudah reda?", Mang Daman menatap Robi.
"Demam?, siapa yang demam Mang?, aku sudah baik nih", senyum Robi.
"Alhamdulillah..., kalau sudah reda, berarti bagus itu obat, langsung tok cer, hebat ya Neng Tiara", "Tiara?, Tiara siapa?", tatap Robi.
"Neng Tiara itu putrinya Abah Ilham Den, dia cantik lho, walau bercadar", jelas Mang Daman.
"Wanita bercadar itu aneh Mang, sudah diberi tubuh cantik dan indah malah ditutupi, kan sayang Mang", Robi melirik Mang Daman.
"Aduh..., ari Aden, justru yang cantik dan yang indah itu harus di tutup, biar ekskusif gitu Den, kecantikan dan keindahannya hanya untuk orang yang sudah halal saja, yaitu suaminya",
"Memangnya Aden mau menikmati hidangan yang sudah dihinggapi lalat, terbuka, sudah tercampur debu, pasti tidak mau kan?", senyum Mang Daman.
Robi termenung, sepertinya ia sedang mencerna ucapan Mang Daman barusan. 'Iya..., masuk akal juga', pikir Robi.
Ia teringat lagi sama Marisa, ia sering kali memakai pakaian yang serba mini, hingga memperlihatkan sebagian tubuh indahnya.
"Ayo attu Den, mumpung sudah reda demamnya, kita shalat ke Masjid, kok malah bengong", ajak Mang Daman.
"Oh..., iya Mang, kan ini kakinya masih sakit, malu ah Mang", tolak Robi.
"Ya sudah, Aden shalatnya di sini saja, nanti kalau sudah nggak sakit lagi kakinya, shalatnya ke Masjid ya", senyum Mang Daman.
Ia bergegas menuju Masjid begitu selesai bersiap. Terdengar alunan shalawat dari Masjid Putri, dan juga suara dzikir dan tilawah dari Masjid Putra, Robi bukannya bersiap untuk shalat, ia malah menarik lagi selimutnya dan tidur kembali.
Ini memang sudah kebiasaannya, ia selalu begadang sampai pagi bersama teman-teman di geng motornya, dan ia baru tidur saat pagi menjelang, hingga siang.
Ini juga tidak lepas dari ajakan teman-temannya, mereka sengaja selalu melibatkan Robi dalam setiap acaranya, agar ada orang yang menjamin isi perut mereka dengan gratis.
"Bagaimana Mang, apa orang itu sudah tidak demam lagi?", tanya Tiara saat pulang dari Masjid.
"Robi Neng, orang asing itu Robi namanya", senyum Mang Daman
"Hmmm..., Robi...., bagaimana keadaannya sekarang?",
"Alhamdulillah..., sudah sehat, tapi itu Neng, dia masih belum mau shalat",
"Ya...sabar Mang, pelan-pelan saja, nanti juga dia sendiri yang ingin shalat, pasti ada waktunya", senyum Tiara.
"Aamiinn...Neng, sepertinya ia orang baik, tapi kurang kasih sayang kayaknya, tadi selama demam ia panggil Ayah dan ibunya", senyum Mang Daman.
"Pasti dia itu anak kesayangan, makanya dekat dengan kedua orangtuanya", jelas Tiara.
"Jadi penasaran, ingin bertemu, banyak santri Putri yang membicarakannya Mang, katanya orang asing itu ganteng", cicit Tiara.
"Ah..., jangan-jangan nanti Neng lagi yang suka sama orang asing itu", goda Mang Daman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Happyy
👍🏻👍🏻
2023-12-11
1
ayu nuraini maulina
semoga g jahai y biasa nya makelar tanah orang nya jahai2
2023-10-11
1