Robi menepikan motornya di depan sebuah bengkel miliknya. Ia menatapnya dengan nanar, dulu di tempat ini, Robi merasa mendapatkan keluarga baru , ia merasa kesepian di rumah, dan memperoleh kehangatan keluarga di sini, Bengkel ini sudah seperti rumah kedua baginya.
Apalagi setelah ia bertemu dengan Marisa, kebahagiaannya menjadi lebih lengkap. Namun ternyata semua itu hanya sementara, setelah ia mengalami kecelakaan, semua berubah , Marisa beralih mencintai Dery dan bengkelnya pun kini dikuasai Dery.
Sebenarnya dengan kembalinya ia ke sini hanya menambah luka saja, namun keinginannya untuk kembali merebut bengkel ini makin kuat, ia ingin menjadikan bengkel ini tempat para santri laki-laki menambah keterampilannya, jadi mereka mempunyai keahlian tambahan saat lulus nanti.
"Hai..., ngapain kamu di sana?, bengkel sudah tutup?", teriak seseorang dibelakangnya.
Robi menengok, nampak olehnya Ronal dan Ilyas sedang menatapnya. Dalam hatinya Robi ingin sekali memeluk kedua sahabatnya itu, tapi kalau begitu, penyamarannya akan terbongkar.
"Oh...maaf..., aku ini habis oli sepertinya, apa bisa ?", Robi menatap Ronal dan Ilyas.
"Tolong Mas, saya sudah cape, dari tadi memapah motor sampai ke sini, ini benglel pertama yang saya temui", Robi memelas.
"Tolonglah Mas, saya mohon", Robi memelas lagi.
Ronal dan Ilyas saling pandang, "Gimana ini?, Dery sudah pulang kayaknya, kita ladeni saja, kasihan", Ucap Ronal.
"Sebentar", Ronal membuka gerbang bengkel. Ia mengambil peralatan yang dibutuhkan. Dan mulai menangani motor Robi.
Benar saja, oli nya habis, bensinnya juga tinggal sedikit lagi. Ini memang sudah direncakan Robi, tadi sebelum sampai di sini, Robi keluarkan dulu oli dan bensin dari motornya.
"Ini motor baru Bang, kok bisa kehabisan oli dan bensin gini", Ilyas melirik Robi sambil terus menangani motor Robi.
"Iya Mas, aku dari luar Kota, memang ini motor baru, saya baru turun dari kapal, seminggu yang lalu", alasan Robi.
"Oh..., memangnya Abang ini dari mana?", Ronal melirik Robi.
"Oh...iya, saya Rahmat, saya dari Pekanbaru, ke sini mau nyari pengalaman saja Mas, merantau", kembali Robi beralasan.
"Sekarang tinggal dimana?", kembali Ilyas bertanya.
"Saya masih mencari, ini tempat pertama yang saya datangi, saya juga masih bingung, mau tinggal dimana", Robi menerawang.
"Apa di sini ada lowongan?, siapa tahu cocok dengan saya, saya juga punya keahlian ngebengkel dikit-dikit", ucap Robi.
"Oh..., nggak tahu juga sih, harus ngobrol sana Bos saya dulu, gimana dia saja, bengkel ini milik dia", terang Ronal.
"Oh..., apa jauh rumah bosnya?", Robi menatap Ronal.
"Nggak sih..., biasanya dia di sini, tapi lagi ada acara dia, jadi hari ini tidak ada di Markas", terang Ilyas.
"Boleh saya ikut tinggal dulu di sini, ini sudah malam, semoga bosnya setuju saya kerja di sini",
"Boleh saja sih..., tapi di sini saja, tidak boleh ke dalam", tegas Ronal. Ada sedikit rasa takut nanti Dery marah karena sudah membiarkan orang asing masuk di Markasnya.
"Aduh, Alhamdulillah..., saya sangat berterima kasih sekali, Mas sudah mau menampung saya di sini", Robi menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya.
"Iya, kami tinggal , sorry yah, tidak bisa membawa masuk, Bos ku lagi tidak ada", Ronal dan Ilyas masuk ke dalam meninggalkan Robi di luar.
Robi merebahkan tubuhnya di kursi yang ada di teras bengkel. Ia menerawang menatap langit-langit , ia terbayang bagaimana hari-harinya dulu di sini, Dery sudah dianggapnya sebagai saudara, tapi dia malah menikamnya dari belakang.
Dan Marisa juga, cinta pertamanya malah ikut mengkhianatinya. Sakit hati dan rasa marah bercampur di dada Robi.
Tidak terasa ia pun terlelap sampai suara adzan subuh membangunkannya.
"Tiara...,Mang Daman....", gumam Robi. Ia teringat mereka tiap kali waktu subuh tiba, alunan sholawat dan tilawah selalu dirindukannya, tidak ada rasa tenang dan damai seperti yang ia rasakan sewaktu di Pondok sana.
Robi mencari Masjid terdekat, ia sholat di sana. 'Benar kata Mang Daman, shalat itu enak di Masjid, tinggal ikuti gerakan imam saja', senyum Robi, ia bicara dalam hati sambil memakai kembali sepatunya.
"Mang , kupatnya satu", pesan Robi begitu ada pedagang kupat tahu lewat.
"Mangga Den", rengkuh pedagang itu, dengan sigap pedagang itu menyiapkan Robi.
Bukan hanya Robi, banyak warga sekitar Masjid yang juga membeli kupat tahu untuk sarapan.
"Emh..., Mang Amat..., pasti di Pondok sana ,dah buka", gumam Robi. Ia berjalan menuju bengkel Dery.
Benar saja, bengkel sudah buka, orang-orang di sana mengelilingi motor sportnya.
"Wah...motor bagus ini, punya si Bos?", celetuk salah satu pegawai.
"Ini motor mahal, bukan kaleng-kaleng harganya juga, si Bos lagi banyak duit nih , bisa beli motor bagus kaya gini",
"Eit...eit...., kalian menjauh dari motor itu!", suara Ronal membubarkan kerumunan.
"Itu milik orang!, ntar marah yang punyanya", teriak Ilyas, ia mencari keberadaan Rahmat.
"Kemana Rahmat?, tidur dimana dia", jam segini masih belum datang ", Ilyas pun melirik kiri dan kanan mencari Robi.
"Tak lama Dery datang dengan motornya, di jok belakang duduk Marisa yang memeluk erat pinggang Dery.
"Kerja....kerja...kerja...." , Dery memijit klakson untuk membubarkan kerumunan. Ia melirik ke arah motor Robi yang masih terparkir di tempatnya semalam.
Seketika anak buahnya membubarkan diri dan kembali pada pekerjaannya semula
Dery turun dari atas motornya diikuti Marisa. Matanya terus memperhatikan motor di depannya. 'Keren nih motor, edisi baru, ini motor impianku, siapa orang yang telah mendahului aku memilikinya' , ucap Dery dalam hatinya.
Ia membawa masuk Marisa dengan menggandeng pundaknya. Pemandangan itu bisa dilihat dengan jelas oleh Robi. Ia yang baru pulang dari Masjid menghentikan langkahnya begitu melihat Dery dan Marisa datang.
Robi merasa marah melihat mereka, ingin rasanya ia berteriak dan memaki mereka berdua atas pengkhianatannya. Namun ia tahan, hanya kedua tangannya saja yang mengepal.
"Motor siapa itu yanng di luar?", tanya Dery.
"Itu milik Rahmat, semalam ia habis bensin dan oli", terangkan Ronal. Dia dari luar Pulau , merantau ke sini, katanya sih pingin kerja di bengkel kita, gimana Bos!!,
"Gampang, bisa apa dia?", Dery melirik Ronal.
"Belum tahu juga sih..., orangnya juga mana , belum balik ke sini", kembali Ronal melirik ke luar , siapa tahu Rahmat sudah datang.
"Gila..., ini sudah keterlaluan", Robi mendekati sepeda motornya, lalu memberikan sejumlah uang kepada pekerja dan dia kembali melesat dijalanan.
Robi marah dan sakit hati oleh Dery dan Marisa, ia ingin mengabaikan sakit hatinya, namun tidak bisa, apalagi mereka kini berada di depan mata.
Setiap saat ia akan melihat pemandangan yang tidak ingin ia lihat, ini bakalan berat bagi dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Happyy
💪🏼💪🏼
2023-12-13
0