Malam makin merangkak larut, Robi kini berada di balkon kamarnya. Ia sedang menunggu, menunggu hal yang diharapkannya, namun mustahil terjadi. Tapi masih ada waktu, pikirnya.
Yang ia inginkan hari ini adalah kedua orang tua bisa pulang , ini hari ulang tahunnya, hanya sehari saja dalam satu tahun, masa mereka tidak bisa menyempatkan pulang.
Namun yang ditunggu belum juga datang, jangankan hadir fisiknya, pesan pun belum ia terima. Semua teman di geng motornya pun tidak ada yangmengucapkan selamat padanya.
'Apa benar mereka sudah menganggap aku tiada', pikir Robi. Padahal sedari tadi ia aktifkan kedua ponselnya.
"Ting...ting..", sebuah notifikasi masuk di ponsel lamanya. Ia melihat sebuah pemberitahuan dari mobile Banking yang menunjukkan ada transferan masuk.
"Ting...ting...", sebuah notifikasi lagi masuk, kini ada pesan suara masuk dari Mamihnya.
Dengan malas ia buka dua notif di ponselnya.
Yang pertama ada uang masuk dalam jumlah besar di rekeningnya.
Dan yang kedua, sebuah vois note dari Bu Arimbi
[Selamat ulang tahun sayang, sudah Mamih kirim sejumlah uang, kamu boleh beli sendiri hadiahnya dengan uang itu, maaf... Mamih belum bisa pulang, besok mau ada peragaan busana model terbaru rancangan Mamih, semoga sukses dan berjalan lancar, kalau ini berhasil, bonusnya bisa buat membeli mobil sport impian kamu sayang, Mamih sayang kamu, sekali lagi Happy Birthday],
Robi melempar ponselnya ke atas sofa."Lagi-lagi sibuk, bukan ini yang Robi mau Mih....", geram Robi. Ia kembali menyalakan kretek di tangannya, dan menghisap dalam-dalam, lalu menyemburkan asapnya .
Ia sudah jenuh dengan semua ini, kehidupannya dari tahun ke tahun terus begini, terasa stag. Kalau masalah uang, ia tidak kekurangan , namun perhatian, cinta dan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang kurang.
"Drt....drt....", ponselnya kembali bergetar. Ia sudah malas untuk mengangkatnya. Namun ponselnya terus-menerus bergetar, sepertinya si penelepon pantang menyerah.
"Siapa sih..., ngotot banget", gerutu Robi, ia menghampiri sofa dan duduk di sana. Ia ambil kembali ponsel yang tadi sempat dilemparnya.
Dilayar terlihat 'My Fathers', lama ia pandangi ponselnya , bimbang antara di jawab atau di reject.
Akhirnya ia angkat juga panggilan vidio call dari Papihnya.
"Ya Pih..., Happy Birthday my boys, lama sekali, kamu sedang di mana?", tampak Papihnya sedang duduk di sofa, mungkin ia lagi di Apartemennya.
"Aku lagi di rumah lah Pih, nungguin kalian", ketus Robi.
"Aduh maaf sayang...., Papih belum bisa pulang, ini baru saja pulang, ada proyek baru pembangunan Resort, dan Papih memenangkan tendernya, nanti Papih transfer hadiahnya, bukannya kamu mau mobil sport baru?",
"Nggak Pih, tadi Mamih juga sudah transfer", ketus Robi.
"Ya...itu kan dari Mamih, sekarang giliran Papih, nah...coba cek, sudah Papih transfer uangnya, kamu baik-baik di sana ya, jangan kecewakan Papih",
"Mas....sudah malam, ayo kita tidur", sebuah suara mengejutkan Robi, dengan jelas ia melihat tangan perempuan menggandeng leher Papihnya.
Robi melengos, membuang muka, sungguh pemandangan yang tidak ingin dilihatnya. Ternyata Papihnya tidak sendiri, ia sedang bersama wanita simpanannya yang tidak lain adalah sekretarisnya, Rena.
Robi sangat membenci wanita itu karena dialah yang telah merusak hubungan diantara kedua orang tuanya.
Ia masih ingat saat Mamihnya memergoki mereka sedang berbuat mesum di rumahnya sendiri, sehingga Mamihnya memutuskan untuk pergi ke luar negeri . Dan untuk membalas sakit hatinya, di sana pun Mamihnya terlibat percintaan dengan bule brondong.
Kembali Robi melempar ponselnya, ingin melampiaskan rasa kesalnya kepada kedua orang tuanya. Ia duduk menunduk, kedua tangannya memegang kepalanya yang terasa mau pecah. Ia meremas kasar rambutnya sambil berteriak "Aahhhkk",
Robi bangkit dari duduknya, ia kembali ke balkon, ia pandangi langit malam yang saat itu terlihat cerah.
Hembusan angin malam sedikit membuatnya nyaman. Ia sudah muak dengan semua ini. Ia kembali sendiri dan sepi di hari ulang tahunnya.
Bahkan yang lebih parah lagi, teman-teman di geng motornya pun kini sudah menganggapnya tiada gara-gara kecelakaan kemarin. Lengkaplah sudah kesendirian yang dialaminya.
Namun terdengar lagi ponselnya bergetar, ada panggilan masuk kembali. Robi heran, yang ini ponsel barunya yang bergetar. 'Siapa lagi', pikir Robi. Ia merogoh saku jeansnya.
Nampak sebuah nomer baru masuk, Robi mengernyitkan dahinya, ia tidak mengenal nomer baru itu.
Robi hampir saja menutup ponselnya, namun ia penasaran dan menerima juga panggilan itu.
"Assalamu'alaikum, Barrokallah fii umrik, selamat milad, semoga sisa usianya berkah", sebuah suara terdengar di seberang sana.
Robi tambah bingung, ia tidak mengerti dengan ucapan dari si penelepon.
"Kok diam?", kamu belum tidur kan?", kembali suara di seberang sana bertanya.
Suara wanita itu menghipnotis Robi.
"Kok malah diam, bukannya di jawab",
" Bagaimana menjawabnya", Robi balik bertanya.
"Wa'alaikum salam, Aamiin", begitu cara menjawabnya.
"Tunggu dulu, ini siapa, saya tidak kenal kamu, dan dari mana tahu kalau hari ini aku ulang tahun?", Robi kembali bertanya.
"Aduh..., sudah lupa lagi, coba tebak saja sendiri",
"Idiihhh..., sudah tahu tidak tahu, malah di suruh menebak, tapi tunggu, ini nomer baru , dari mana kamu tahu?, orang tuaku saja belum diberi tahu nomer ini, kok malah kamu tahu duluan", Robi tambah bingung.
Tadinya ia mau menebak kalau ini Marisa, tapi tidak mungkin. Ini nomer rahasianya, tak satu pun temannya tahu.
"Aduh...., ini aku, awas saja kalau sampai motor kesayangan aku rusak, tahu rasa",
'Motor..., motor mana', pikir Robi. "Degh....", jantungnya seketika berdebar, ingatannya melayang kepada sosok wanita yang baru ia temui , wanita berbaju lebar yang hanya terlihat kelopak matanya saja, karena ia memakai cadar.
"Kamu...anaknya Abah kan, yang ada di Pesantren itu?, kok bisa tahu nomer ini, ini nomer rahasia aku", tebak Robi.
"Nomer rahasia, nomer rahasia kok kartu perdananya dibiarkan di kamar sini sih, KTP mu juga ada di sini", terdengar tawa kecil dari si penelepon.
"Oh...Gods..., lupa", refleks Robi.
"Tuh salah lagi, bukan begitu bicaranya, Astaghfirullah gitu",
"Ah...ngomong sama kamu banyak salahnya, awas itu KTP aku tolong simpan , jangan sampai hilang!, awas saja kalau hilang",
"Jangan ngancam gitu, ini hari ulang tahunmu kan, bicara yang baik-baik, biar do'anya dikabulnya oleh Allah SWT",
"Do'a..., do'a apa, ini ulang tahun yang menyedihkan", Robi mendengus.
"Astaghfirullah, tidak boleh begitu, mestinya kamu bersyukur, masih diberi sehat dan selamat, sehingga masih bisa melihat indahnya dunia",
"Duniaku sudah hancur, orang tuaku saja sudah tidak punya waktu lagi buat aku, mereka sibuk dengan dunia dan kesenangannya sendiri", Robi kembali mendengus.
"Astaghfirullah..., tidak boleh begitu, coba ubah orientasi bahagia kamu, kalau aku masih bisa menghirup udara pagi saja sudah bahagia", kembali terdengar cicit tawa dari si penelepon.
"Sudah..., coba sekarang kamu tidurkan saja, lupakan semua yang terjadi hari ini, bersiaplah untuk menghadapi indahnya esok hari",
"Maaf aku telah lancang menelepon kamu, cuma mau cek aja kok,ini nomer siapa, eh...ternyata benar nomer kamu, terima kasih ya, Assalamu'alaikum",
Robi masih terpaku dengan ponsel di tangannya, suara lembut dari wanita tadi masih terngiang. 'Dia ..., mendengar suaranya saja sudah membuat aku nyaman, ah...siapa lagi namanya, aku lupa', Robi garuk-garuk kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Happyy
🤗🤗🤗
2023-12-12
0
ibeth wati
Ara namanya rob ..nama lengkapnya Tiara khoirunissa panggilannya sayang😄😄😄
2023-09-22
3