"Kita jalan kaki saja ke sananya", lirik Mang Daman.
"Lama Mang kalau jalan kaki, pi jam motor saja tuh...yang itu punya siapa, kaki saya kan madih sakit, apalagi dipakai berjalan jauh", keluh Robi.
"Memangnya bisa pake motor?", Mang Daman melihat Robi.
"Aduh...pake tanya lagi, aku begini itu karena jatuh saat balapan motor Mang, ayo cepat pinjamkan saja", perintah Robi.
"Sebentar, sepertinya itu ada Ustad Fikri" , Mang Daman menghampirinya lalu terlihat berbicara dengannya, dengan sesekali menunjuk ke arah Robi, tak lama Ustad Fikri mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya.
"Ayo Den, ini kunci motornya", Mang Daman kembali menghampiri Robi dengan kunci motor ditangannya.
"Lah, bukan dibawa sekalian sama motornya, Mang", Robi menggaruk kepalanya.
"Ari Aden, kan Mamang tidak bisa pakai motor, mau di dorong?", senyum Mang Daman.
"Ya sudah, yang mana motornya?", Robi kembali berjalan tertatih menuju tempat parkiran.
"Yang ini Den", Mang Daman menunjuk ke sebuah motor matic putih yang terparkir di sana.
Tak menunggu lama, Robi segera memasukkan kunci dan menstarter motor itu.
"Ayo Mang naik!", pinta Robi.
"Pelan-pelan saja ya Den, ini bukan motor balap", senyum Mang Daman. Ia menaiki motor itu, tidak lupa menyebut basmalah.
"Bismillahirrohmaanirrohiim", Mang Daman dan Robi meninggalkan halaman Pondok.
Dari kejauhan Ustad Fikri memperhatikannya, hatinya ketar-ketir, saat pertama menemukan Robi saja hatinya sudah was-was, ia takut Robi akan mencuri hati gadis pujaannya.
'Sepertinya Ara belum bertemu dengan dia', batin Ustad Fikri bicara.
"Sudah lama kerja di Pondok ini Mang",
"Baru beberapa bulan Den, bukan bekerja, tapi Mamang bantu-bantu saja, sebagai ucapan terima kasih karena Abah sudah menolong Mamang.
Sepeda motor yang dikendarai Robi, menepi ke sebuah swalayan.
"Mang, ayo ikut!" ajak Robi begitu mau masuk ke dalam swalayan.
Mang Daman tidak banyak bicara, ia mengikuti Robi dari belakang. Sampai saat Robi berada di depan mesin ATM, Mang Daman melongo begitu melihat banyak lembaran uang berwarna merah ke luar dari mesin itu.
Ada banyak, Robi memberikan beberapa lembar kepada Mang Daman, "Mang, ini belikan makanan buat para santri buka puasa", senyum Robi.
"Alhamdulillah Den, terima kasih, semoga Allah membalas dengan rizki yang melimpah",
"Iya Mang, aku mau membeli beberapa barang dulu, Mang Daman tunggu di parkiran saja" pints Robi.
"Baik Den", Mang Daman segera pergi menuju parkiran. Di sana ia merasa bingung,' dibelikan apa uang sebanyak ini, jumlahnya bisa untuk membayar satu tahun biaya sekolah anaknya
Sementara Robi langsung memasuki stand pakaian. Di sana ia memilih beberapa setel baju untuknya.
Ada pemandangan yang menarik matanya, ia melihat seseorang berpakaian ala ninja sedang memilih beberapa jenis makanan , 'itu orang apa tidak panas ya, pake jubah', pikir Robi.
Ia kembali melanjutkan memilih barang keperluannya sendiri. Setelah dirasa cukup, ia segera menuju kasir untuk membayar.
Di sana ia mendapati keributan saat ada dua orang anak sedang membayar , kedengarannya uang si anak kurang, namun anak yang satunya tidak mau mengurangi belanjaannya.
"Berapa kekurangannya Mba?", tiba-tiba wanita berjubah hitam itu menghampiri.
"Ini saya bayar semua belanjaan anak ini", wanita itu memberikan selembar uang untuk membayar belanjaan anak itu.
"Terima kasih", kedua anak itu berterima kasih dengan perasaan takut saat melihat orang yang menolongnya.
Terlihat wanita itu juga membayar barang belanjaannya, dan segera meninggalkan swalayan itu.
Robi penasaran, ia mengintip hingga ke area parkiran. Ia kaget melihat Mang Daman sedang berbicara dengan wanita itu, Mang Daman terlihat menghormati wanita itu dengan sikap rengkuhnya saat bicara.
'Hmmm, siapa wanita itu', pikir Robi. Ia melihat wanita mengendarai sebuah motor matic. 'Boleh juga, ternyata seorang wanita pemberani', senyum Robi.
"Oh...iya..., Marisa?", kok baru ingat ya, malam itu bagaimana nasib Marisa?, pasti dia akan kebingungan mencari aku", gumam Robi.
"Kenapa bisa lupa ya, padahal aku bisa mengiriminya pesan kalau aku baik-baik saja", Robi menepuk jidatnya.
Ia segera menuju kasir untuk membayar belanjaannya, dan segera menuju parkiran menemui Mang Daman.
"Sudah beli makanannya Mang?", tanya Robi.
"Belum Den, Mamang bingung, dibelikan apa ya , uang sebanyak ini", Mang Daman garuk-garuk kepala.
"Kalau buka puasa, mereka biasanya makan apa?", Robi melirik Mang Daman.
"Ya, makanan yang manis-manis Den",
"Oh...saya ingat, kurma ya Mang, kalau lihat di tv sih kebiasaan orang berbuka puasa dengan makan kurma, betul nggak Mang?",
"Iya, kurma bisa, tapi anak-anak mah bisa minum air teh manis juga sudah bahagia", senyum Mang Daman.
"Ya sudah, ayo ikut saya sebentar!", Robi kembali membawa Mang Daman ke swalayan. Kini Robi membawanya ke stand makanan.
"Bawa troli itu Mang!", perintah Robi. Mang Daman menurut saja, ia mendorong troli mengikuti Robi yang mengambil bahan makanan.
Ada gula putih, teh celup, susu, kurma , sarden, mie instan, masing-masing satu buah.
"Iihh..., si Aden, kalau cuma ini saja mah, dipegang saja, nggak usah bawa beginian", gerutu Mang Daman.
Robi hanya tersenyum saja, ia kini yang mendorong troli itu ke arah kasir , di sana ia memesan barang yang ada di troli, masing-masing lima dus.
Mang Daman tidak mengetahui hal itu, karena ia sudah duluan menuju parkiran.
"Ayo Mang, kita pulang saja", ajak Robi.
"belanjaannya mana Den", Mang Daman bingung karena Robi tidak membawa apa-apa selain belanjaannya tadi. Mang Daman tidak curiga saat ada sebuah mobil mengikutinya hingga ke Pondok.
Mang Daman merasa dipermainkan oleh Robi, mengajaknya belanja tapi bohong pikirnya, ia pulang tanpa membawa apa pun.
"Tit ..tit...tit...", bunyi klakson mobil yang mengikuti Robi berkali-kali berbunyi.
"Iya di sini saja", Robi memberi perintah kepada sopir mobil .
"Mang, sini!, panggil Robi.
"Ini semua simpan kemana?", Robi menunjuk isi mobil.
Mang Daman bengong melihat banyaknya makanan di dalam mobil itu. "Ini...semua buat siapa?", tanya Mang Daman.
"Buat semua yang ada di Pondok ini, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih karena sudah menolong saya kemarin", senyum Robi.
"Waduh ..., ini harus lapor Abah dulu, tunggu ya, saya panggil Abah Kyai dulu", Mang Daman setengah berlari menuju pendopo, biasanya Abah Kyai ada di sana.
Benar saja, Abah Ilham ada di sana bersama Ustad Fikri dan Ustad Fadil. "Assalamu'alaikum Bah, maaf mengganggu, itu ada kiriman makanan untuk Pondok", kabari Mang Daman.
"Makanan?, dari siapa?", Abah balik bertanya.
"Dari Den Robi Bah", renggkuh Mang Daman.
"Abah Ilham mentautkan kedua alisnya, sambil berdiri. Ia bisa melihat ada sebuah mobil boks yang terparkir di halaman Masjid. Ia segera menghampiri diikuti kedua Ustad dan Mang Daman.
"Ini semua mau disimpan dimana, biar mereka yang mengangkutnya", senyum Robi begitu Abah Ilham berada di depannya.
"Makanan sebanyak ini untuk siapa?, dan dari siapa?", tanya Abah Ilham.
"Ini buat semua orang yang ada di Pondok saja Bah, anggap sebagai ucapan terima kasih dari saya", senyum Robi.
"Alhamdulillah..., kok jadi merepotkan", Bah Ilham melihat ke dalam mobil.
"Wah..., ini mah bisa buat makan beberapa bulan para santri, apa tidak salah?", Abah Ilham melirik Robi.
"Tidak Bah, ini tidak seberapa bila dibandingkan dengan nyawa saya, tidak tahu bagaimana nasib saya, jika tidak di tolong",
"Itu sudah qodarullah", senyun Abah Ilham.
"Ini semua angkut ke gudang sana saja", Bah Ilham menunjuk.
"Ikuti saja Ustad Fikri dan Ustad Fadil, mereka yang akan menunjukkan tempatnya", ucap Abah Ilham.
"Kalau begitu, saya ke dalam dulu, mau ganti baju", pamit Robi. Ia sudah kegerahan memakai koko dan sarung.
"Iya, silahkan!, Abah Ilham mempersilahkan Robi.
Robi meninggalkan Abah Ilham menuju kamarnya. Saat itu juga Tiara datang, ia keluar mendengar keributan kecil di samping rumahnya.
Hampir saja Robi dan Tiara bertemu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Happyy
👍🏻👍🏻
2023-12-10
0
Rini Musrini
baik banget Robi gak pelit.
2023-12-09
0