Sepeda motor yang dikendarai Robi meluncur membelah gelapnya malam, setelah beberapa di jalanan, ia mampir di SPBU untuk mengisi bensin. Dan ia mampir ke toilet umum.
Kalau diperhatikan, ada penampakan yang berbeda saat ia kembali , dandanannya sudah berubah, ia memakai setelan kurta lengkap dengan tutup kepala, ala-ala seorang Ustad.
Entah apa yang ia rencanakan dengan penampilannya yang baru ini.
Setelah itu , ia kembali menaiki sepeda motornya dan melanjutkan perjalanannya.
Di jalan ia beriringan dengan sekelompok pesepeda motor yang sudah tidak asing baginya, ia adalah geng motor rivalnya. Terlihat Eko sang pemimpin berada di depan , diikuti teman-temannya.
Biasa, mereka sedang patroli di daerah yang di klaim menjadi wilayah kekuasaannya. Mereka sedang menyisir jalanan dari geng motor pimpinan Robi.
Mereka kerap kali bersitegang bila kebetulan bertemu, bahkan tidak jarang terlibat baku hantam.
Robi dengan santai berkendara di samping mereka dan terhenti di lampu merah. Di sana Robi bisa mendengar beberapa obrolan diantara mereka.
"Gimana sudah ada kabar belum, nasib si sombong Robi?, apa dia masih hidup?", Terdengar suara Eko bertanya kepada teman disampingnya.
"Belum, sepertinya dia sudah dianggap tiada oleh si Dery, buktinya mereka santai-santai saja, tidak melakukan apa pun untuk menemukan Robi ysng terjatuh ke jurang.
"Good..., jadi sudah tidak ada lagi yang menghalangi aku untuk jadi satu-satunya penguasa jalanan", terdengar tawa Eko dibalik helm yang dipakainya.
'Hmmm...., apa benar yang dibicarakan mereka, Dery sudah tidak peduli dengan aku, kenapa?', pikir Robi.
"Tiiit....tiiiit....tiiiit.....", suara klakson dari kendaraan dibelakangnya mengagetkan Robi, ia tidak menyadari kalau lampu sudah kembali hijau.
Ia segera tancap gas, mengejar kembali rombongan Eko dan teman -temannya.
Kini ia kembali bersama mereka sampai beberapa lama. Salah satu teman Eko mulai curiga dengan Robi yang sedari tadi bersama mereka, sampai orang itu memacu sepeda motornya mengejar Eko, dan nampak ia berbicara padanya.
Eko menggerakkan tangannya seolah memberi komando, dan selang beberapa menit, kini Robi di kepung oleh mereka dan diminta untuk minggir.
Robi tidak menyangka dengan aksi dari Eko dan teman-temannya. "Hai...siapa kamu?, turun?, kamu memata-matai kami, turun?", teriak Eko, dengan lantang ia menyuruh Robi turun.
Dengan tenang Robi turun, ia sudah siap dengan apa pun yang akan terjadi, "Maaf, saya hanya satu arah saja dengan kalian, saya menuju Masjid yang di sana, ada acara di sana, maaf", rengkuh Robi dihadapan Eko dan teman-temannya.
Eko nampak melihat Robi dari atas sampai bawah, untung saja Robi memakai masker bup yang membantu menyembunyikan sebagian wajahnya, suaranya pun terdengar serah, karena memang sejak dua hari yang lalu ia terserang batuk dan flu.
"Benar?!, awas kamu bohong?, tahu rasa", bentak Eko.
"Iya..., benar", Robi meyakinkan Eko.
"Boss, buka penutup wajahnya , siapa tahu dia menyamar , dia suruhannya si Dery", kompori Dimas.
"Iya, buka !, biar jelas wajahnya", serentak teman-teman Eko.
Namun pada saat Robi sudah dipaksa untuk membuka maskernya, terdengar suara sirine mobil polisi yang mendekat.
Seketika Eko mengkomando teman-temannya untuk segera meninggalkan tempat itu dan membiarkan Robi yang kini merasa lega.
"Ada yang bisa saya bantu?", seorang Polisi menghampiri
"Oh, tidak, Pak, terima kasih, saya menepi untuk menerima panggilan telepon, alasan Robi.
"Oh...baik, tapi saran saya, jangan ditempat yang sepi seperti ini, di sini rawan, sering terjadi aksi pembegalan ",
"Baik Pak, terima kasih, saya sudah mau berangkat lagi", Robi kembali menstarter sepeda motornya, dan kembali membelah jalanan menuju rumahnya.
Robi sengaja pulang ke rumahnya, karena ia berharap bisa bertemu orang tuanya, besok adalah hari ulang tahunnya, ia ingin tahu apa Ayah dan Ibunya masih ingat dengan ulang tahun anaknya.
Sepeda motor yang ia lajunya menepi di sebuah rumah mewah berlantai tiga, rumah itu nampak bercahaya dengan lampu besar di setiap sudutnya. Lampu taman pun nampak indah kerlap-kerlip.
"Tiiitt....tiiittt...ttiiittt....", Robi membunyikan klakson sepeda motornya. Pak Karman penjaga rumahnya membuka celah dari pagar . "Mau ada perlu pada siapa?, Tuan dan Nyonya masih belum pulang", Jelas Pak Karman
"Buka saja cepat Pak!", perintah Robi.
"Nggak bisa, anda mau ada perlu apa?, di sini tidak ada orang selain saya dan Bi Mimi", jelas Pak Karman.
"Aduh Pak....Pak ..., ini saya ", Robi membuka helm dan maskernya. Baru setelah itu Pak Karman membukakan gerbang dengan tergopoh, ia baru mengenali kalau yang sedang ada dihadapannya adalah tuan mudanya.
"Aduh...maaf...Bapak tidak mengenali, kirain bukan Aden, habis pakaiannya berbeda", Pak Karman meminta maaf sambil menutup kembali gerbangnya.
"Ya....sudah...Pak, saya masuk dulu", Robi bergegas masuk ke dalam rumahnya. Di depan pintu ia kembali memijit bell rumahnya, karena kunci yang ia miliki ikut hilang saat ia terjatuh ke jurang.
Nampak Bi Mimi mengintip dari balik tirai, takut hal yang sama terjadi pada Bi Mimi, Robi langsung memanggil ART nya itu.
"Bi...ini aku, Robi, cepat buka pintunya", Robi memanggil di luar pintu.
"Aduh...Tuan Muda, pulang", Bi Mimi membukakan pintu.
Ia nampak bahagia melihat Tuan mudanya . "Aden kemana saja, Bibi khawatir, katanya Non Marisa Aden kecelakaan", Bi Mimi menatapnya nanar.
"Seperti yang Bibi lihat, saya baik-baik saja", ucap Robi datar.
"Makan dulu Den, Bibi sudah masakin masakan kesukaan Aden",
Robi menghentikan langkahnya, "Kok Bibi tahu saya pulang hari ini", Robi keheranan.
"Ya tahu Den, ini kan hari ulang tahunnya Aden, sudah biasa kan Aden selalu ada di rumah saat hari ulang tahunnya", senyum Bi Mimi.
Robi melengos, 'Bi Mimi saja ingat ulang tahunku, terus bagaimana dengan Ayah dan Ibu', pikir Robi.
"Nanti saja Bi, saya mau mandi dulu, gerah banget", Robi berlalu menuju kamarnya, dan ia kembali dengan penampilan aslinya, memakai kaos dan jeans belelnya.
Robi langsung menuju meja makan, perutnya tidak bisa bohong, sedari tadi menjerit minta di isi.
Bi Mimi tersenyum melihat Tuan mudanya sudah duduk di meja makan. "Nih...Bibi sudah masakin semua makanan kesukaan Aden, ada sate kambing, semur ikan patin , sambal jeruk, bacem tempe, sepur jengkol, pepes peda, ini , ini dan ini.
Robi bengong melihat semua makanan kesukaannya. "Bibi masak sebanyak ini, kalau saya tidak pulang bagaimana?, siapa yang mau makan?",
"Ya...kalau Aden tidak pulang, Bibi tinggal bungkus saja, lalu dibagikan kepada orang yang tidak mampu, dan minta di do'akan saja biar Aden panjang umur, sehat dan selamat", senyum Bi Mimi.
"Terima kasih Bi, coba kalau Mamih dan Papih yang begini, saya pasti senang sekali, saat ini saja , mereka pasti lupa kalau hari ini anaknya ulang tahun", Robi merenggut.
"Sudah Den, makan dulu, itu sayang makanannya", ingatkan Bi Mimi.
"Eh iya..., saya kan lapar Bi, sini!, temani saya makan Bi, sayang ini makanannya banyak",
"Nggak Den, silahkan saja", tolak Bi Mimi.
Robi mengambil satu piring dan diletakkan disampingnya, "Sini Bi, duduk di sini, ini permintaan saya di hari ulang tahun saya, saya ingin Bibi menemani saya makan", paksa Robi.
"Tapi ini kursinya Nyonya, Den, Bibi tidak berani",
"Bi..., Mamihnya juga tidak ada, Bibi saja, Ayo Bi!, saya sudah lapar", kembali Robi memaksa.
Akhirnya Bi Mimi menurut juga, ia tidak tega melihat Tuan mudanya memelas begitu, dengan canggung ia menemani Tuan mudanya makan.
Namun hati Bi Mimi sedih, melihat anak yang sedari kecil ia asuh selalu begini di rumahnya, kesepian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Happyy
😥😥😥
2023-12-12
0