Nesha terheran-heran dengan kepulangan Renatta yang sambil bersenandung. Ia bahkan sampai geleng-geleng kepala, mengira adiknya stress karena banyak pikiran.
"Kamu kenapa Nat? Jangan kaya orang gila deh!"
"Apa sih Kak! Ya, nggak lah. Aku masuk kamar dulu ya kak."
"Iya, sana mandi! Pasti keringatmu sudah bau kemana-mana!"
"Hih, aku wangi ya!" sahut Renatta yang sudah masuk ke dalam kamarnya. Ia meletakkan paper bag di atas meja riasnya. Ia akan mandi dulu sebelum membuka isinya. Karena ia sudah tahu apa isinya.
Beberapa menit kemudian, Renatta telah selesai mandi dan mau melihat hadiah yang diberikan oleh Devan.
Ketika ia lihat, rupanya bukan gaun yang tadi ia pilih. Melainkan gaun yang tadi ia lihat dan inginkan tapi terhalang oleh harga. Renatta langsung memeluk gaun itu seperti barang berharga.
"Terima kasih Devan. Kamu selalu saja tahu apa yang aku mau. Salah nggak sih kalau aku suka sama kamu? Nggak kan? Kata orang rasa suka itu hak setiap orang."
Namun tiba-tiba ia jadi penasaran, gaun dan cincin berlian tadi untuk siapa? Apa perkiraannya untuk dirinya benar? Kalau benar, berapa bahagianya Renatta.
Renatta memasukkan lagi gaunnya ke dalam paper bag. Ia kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menarik selimutnya hingga menutupi dadanya.
Baru saja memejamkan matanya lima menitan, ponselnya tiba-tiba berbunyi dan itu adalah panggilan telepon dari Regan.
"Huh! Dasar orang ini! Bisa nggak sih jangan ganggu orang mau tidur! Nggak di kantor nggak di rumah, kenapa rasanya sama saja! Sama-sama merasa jadi bawahan."
"Ada apa? Apa Bapak tahu kalau sekarang sudah malam? Ini sudah waktunya saya beristirahat dan tidur dengan nyenyak. Kenapa malah telepon malam-malam begini? Besok pagi kan bisa."
"Heh! Disini aku bos mu, terserah aku dong. Lagian aku menelpon mu karena ada hal penting juga. Kalau tidak penting mah, mana mau aku menelpon mu."
"Ya sudah, katakanlah."
"Besok pesankan aku bubur yang tadi kamu pesankan untukku dua porsi. Malam ini saya lembur lagi. Jadi kirim ke kantor."
"Jadi bapak menelpon saya cuma mau mengatakan itu?"
Renatta jadi kesal sendiri. Jam istirahatnya terganggu cuma karena ingin dipesankan bubur ayam. Apa itu masuk akal?
"Ya iya lah. Itu kan hal penting menyangkut kebutuhan nutrisi tubuh saya."
"Astaga Bapak! Anda benar-benar membuat saya kesal. Padahal kalau cuma mau bilang itu, lewat pesan saja juga bisa."
"Malas ngetik."
"Voice note dong pak! Jaman sekarang sudah canggih!"
"Aku tahu."
"Kalau tahu, kenapa nggak voice note Pak? Kalau begini jadinya saya suka nggak bisa tidur Pak."
"Itu sih, deritamu. Awas saja kalau sampai lupa. Siap-siap kerajaanmu akan semakin banyak. Ingat itu!"
Tut!
Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Regan. Renatta hanya bisa mengelus dadanya. Ia benar-benar tidak menyangka sikap Regan yang sekarang lebih menyebalkan dari yang dulu. Kalau dulu mah masih baik hati, suka menolong, murah senyum, ya walaupun kalau ke dirinya tetap saja ketus. Tapi Renatta memakluminya karena perbuatannya dulu memang pantas tidak disukai banyak orang. Namun sekarang? Sikap Regan sudah berbanding terbalik, ketus, tukang nyuruh, jarang senyum, bahkan terkesan seperti balas dendam padanya.
"Semoga saja apa yang aku pikirkan salah. Semoga saja hari-hariku ke depannya akan selalu bernasib baik. Aku tidak mau kesialan terus saja menimpaku."
*
*
Renatta sudah bangun dan sudah siap-siap untuk bekerja. Kini ia sedang sarapan pagi bersama sang kakak. Baru juga dua suapan makanan masuk ke dalam mulutnya, ponselnya malah berbunyi.
Renatta menghela napasnya ketika melihat nama yang tertera di layar.
"Ada apa sih Pak? Pagi-pagi sudah telepon saya? Saya sudah pesankan bapak bubur yang bapak mau loh."
"Kenapa kamu tidak meminta langsung diantar ke depan ruanganku Renatta?"
"Ya ampun Pak, orang tinggal turun ke bawah sebentar. Lagipula nggak cape pun, kan naik lift turunnya juga, bukan naik tangga. Lagian kalau saya minta bapaknya nganterin sampe ruangan, takutnya dia nyasar Pak."
"Huh! Awas kamu ya Natta!"
Panggilan langsung dimatikan begitu saja oleh Regan. Nesha yang sedari tadi mendengarkan apa saja yang keduanya bicarakan hanya bisa memberikan semangat ke adiknya.
"Kamu harus sabar ngadepin orang kaya dia Nat. Kakak yakin kamu bisa. Selama ini kamu sudah melewati banyak hal dan menghadapi berbagai macam orang dengan berbagai macam karakternya."
"Iya kak, tapi tetep aja dia tuh bikin kesel. Ganggu aku kalau lagi di keadaan genting. Semalam dia nelpon aku pas aku udah mejemin mata cuma nyuruh aku pesenin bubur baut dia. Sekarang aku lagi lapar-laparnya diganggu lagi cuma karena masalah makanannya yang harus diambil ke bawah. Kan ngeselin tuh orang kak!"
Renatta menumpahkan segala isi hatinya ke Nesha. Nesha hanya tersenyum kecil sambil meledek adiknya.
"Ngeselin gitu juga. Dia cinta pertama kamu dulu."
"Itu kan dulu. Sekarang udah move on. Kakak kan tahu sendiri sekarang aku sukanya sama siapa."
"Iya deh, yang suka sama Devan."
Diledek begitu, wajah Renatta jadi kemerahan seperti tomat. Ia malu karena kakaknya suka sekali menggodanya.
"Ngomong-ngomong nih ya, Devan tuh suka sama kamu nggak sih? Kok kalian selama 8 tahun kayanya gitu-gitu aja. Nggak ada peningkatan. Nggak ada yang maju duluan. Coba deh nyatain perasaan kamu secara langsung Nat. Jaman sekarang mah wanita nyatain perasaan udah ngetren," saran Nesha.
"Liat nanti aja deh kak. Aku juga nggak tahu gimana perasaan dia."
Renatta pun lanjut menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
*
*
Dengan sangat terpaksa, Regan pun harus mengambil sendiri makanan yang dipesankan oleh Renatta.
"Loh, kok orangnya lain yang ngambil? Mba Natta nya kemana?"
"Masih di rumahnya."
"Oalah, gitu, tak kira Mba Natta yang pesan rupanya temennya. Kalau gitu saya permisi dulu. Selamat menikmati."
Regan mengangguk lalu berjalan masuk lagi ke ruangannya. Ia segera membuka buburnya dan bersiap untuk menyantapnya. Melihat suwiran ayam, daun bawang, kedelai goreng, dan bahan lainnya yang jadi toping membuat Regan jadi ngiler. Bahkan kaldunya yang sudah ia campurkan disana dan ia aduk-aduk dengan buburnya jadi menambah cita rasa makannya.
Sesuap demi sesuap telah masuk ke dalam mulut Regan sampai porsi kedua pun telah habis ia santap.
Bunyi sendawa pun terdengar begitu kerasnya.
"Kenyangnya, kalau begini jadinya, bisa-bisa lemak dalam tubuhku jadi bertambah. Otot-otot yang sudah dengan sangat susah payah aku bentuk akan menghilang. Semuanya gara-gara Natta! Aku jadi ketagihan bubur ayam ini! Huh!"
Tapi jika dipikir-pikir lagi, ia memang tak pernah makan sebanyak ini, karena selama ini ia selalu menjaga badannya agar tetap ideal.
Lalu ia pun mengirimkan pesan ke Renatta untuk mencarikan tempat gym terbaik di kota ini.
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
bibi
up
2023-06-19
0