Keduanya kini berada di dalam satu mobil yang sama. Karena akan berangkat ke tempat pertemuan dengan klien. Renatta sedikit takut-takut dan gelisah. Bahkan tangannya terus berkeringat saking gugupnya.
"Nanti kamu harus bekerja dengan baik. Klien kita hari ini adalah orang yang perfeksionis. Sedikit saja ada kesalahan, dia bisa saja membatalkan kerjasama. Paham?"
"Paham Pak. Saya akan berusaha yang terbaik."
Regan tak menanggapi ucapan Renatta. Ia fokus saja untuk menyetir. Sebenarnya kalau bukan karena pekerjaan. Ia malas sekali berangkat berdua dengan Renatta. Tapi mau bagaimana lagi. Renatta tak memiliki kendaraan.
Setibanya di sebuah gedung, yang pastinya adalah milik si klien, keduanya turun dari mobil. Regan memberikan semua berkasnya untuk dibawa oleh Renatta. Sementara dirinya berjalan tanpa membawa beban apapun di tangannya. Bahkan ia berjalan dengan cool nya masuk ke dalam gedung.
Renatta hanya bisa menghela napasnya saja. Sudah nasibnya jadi bawahan yang harus menjadikan bosnya sebagai rajanya. Renatta pun berjalan di belakang Regan.
Mereka pun sampai di ruangan meeting. Regan menjelaskan tentang proyek terbarunya dibantu oleh Renatta. Penjelasan itu terjadi kurang lebih 45 menit. Sampai akhirnya selesai dengan tepukan tangan yang meriah dari kliennya.
"Kualitas perencanaan dari proyek yang akan Anda bangun tidak bisa jika hanya sebuah rencana. Idenya sungguh sangat bagus. Saya yakin jika produknya nanti sudah dibuat dan dijual di pasaran, akan lalu keras. Saya tidak salah memilih partner seperti Anda."
"Terima kasih banyak."
"Baiklah saya harus tanda tangan di mana?"
"Di sebelah sini Pak."
Penandatanganan kontrak pun selesai. Regan dan Renatta keluar dari gedung dengan perasaan lega.
*
*
Regan dan Renatta telah kembali lagi ke kantor. Sebelum sampai di ruangannya, Regan meminta Renatta untuk membuatkannya kopi untuknya. Lalu berjalan begitu saja meninggalkannya.
Ketika sudah ada di pantry, Renatta malah bingung mau membuatkan kopi yang seperti apa untuk Regan. Karena kopi kan sudah macam-macam variannya. Mau dibuatkan kopi hitam, tapi takut nantinya Regan tidak suka. Mau dibuatkan kopi latte takut salah juga.
Akhirnya Renatta pergi ke meja kerja lamanya untuk bertanya ke Ozy.
"Zy, Regan suka kopi yang seperti apa?" tanya Renatta.
"Kopi hitam dengan takaran dua sendok terus gulanya 1 sendok. Airnya jangan banyak-banyak."
"Oh, oke. Makasih ya Zy."
"Sama-sama."
Renatta pun kembali ke pantry dan mencari bahan-bahannya dan langsung membaut kopi sesuai dengan takaran yang disebutkan oleh Regan. Selesai membaurnya, ia membawanya langsung ke ruangan Regan.
"Kamu itu buat kopi atau apa sih? Lama sekali hampir 20 menit aku menunggu!"
"Maaf Pak. Tadi saya bertanya dulu kopi seperti apa yang Anda suka ke Ozy."
"Alasan! Mana kopinya?"
Renatta pun meletakkan kopi buatannya di atas meja kerja Regan. Kemudian kembali lagi ke meja kerjanya yang ada di luar ruangan Regan.
Regan mulai menyeruput kopi buatan Renatta.
"Tidak buruk juga," ucapnya kemudian melakukan pekerjaannya lagi.
*
*
Waktu jam kerja pun telah selesai. Renatta merapihkan meja kerjanya. Kemudian turun menggunakan lift.
Tiba-tiba, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Rupanya pesan itu dari Devan yang mengatakan sudah ada di depan gedung perusahaan tempatnya bekerja. Padahal, Renatta pikir, perginya akan malam-malam, jadinya ia bisa mandi dulu dan berdandan dengan cantik. Tapi, jika harus sekarang dengan keadaan wajah Renatta yang mulai kusam dan riasan di wajahnya mulai luntur. Renatta harus menata ulang wajahnya.
Ketika lift sudah sudah terbuka. Renatta mengambil lipstik yang ada di tas nya lalu ia pakaikan ke bibirnya begitu juga dengan bedaknya yang ia pakai tipis-tipis.
Rupanya Regan melihat tingkah Renatta itu yang terlihat oleh matanya.
"Cih! Mau ketemu siapa dia, sampai harus memperbaiki riasannya?"
Entah kenapa Regan jadi penasaran. Ia pun berjalan keluar dari gedung dan melihat Renatta yang menghampiri Devan.
"Pantas saja, rupanya Devan lah yang datang. Benar-benar serasi."
Regan pun pergi ke parkiran untuk membawa mobilnya. Ia langsung pulang ke apartemennya tanpa mampir-mampir ke manapun.
*
*
Devan dan Renatta telah sampai di mall. Keduanya langsung pergi ke toko pakaian. Devan tampak bingung melihat semua pakaian dengan model yang berbeda-beda.
"Pilihkan aku baju gaun yang cantik untuk wanita setinggi kamu. Warnanya yang soft saja. Jangan yang gelap atau terlalu terang."
"Oke, akan aku bantu."
Renatta mengedarkan matanya untuk melihat-lihat dress sesuai dengan keinginan Devan. Sampai ia pun berhenti di depan sebuah dress yang cantik dan bagus.
"Bagaimana kalau ini Dev?" tanya Renatta.
"Bagus, sepertinya akan cocok. Ambil Nat." perintah Devan.
Renatta mengangguk lalu melihat-lihat lagi pakaian yang ada disana. Semuanya cantik-cantik dan bagus. Sayangnya harganya sangat mahal. Rasanya sayang sekali kalau ia beli hanya untuk memuaskan diri sendiri. Lebih baik uangnya ditabung untuk keperluan sehari-hari. Pakaian yang dijual di pasar pun tak kalah bagusnya meski kualitasnya tak sebagus disini.
Devan pergi ke kasir untuk membayar dress yang ia beli. Sementara Renatta menunggu di luar sambil melihat-lihat dimana toko berlian berada.
Setelah selesai dengan pembayaran, Renatta langsung mengajak Devan ke toko berlian.
"Mau cari apa Mba, Mas?" tanya si penjaga toko.
"Saya cari cincin yang ada berliannya."
Si penjaga toko pun menunjukkan cincin yang dimaksud oleh Devan. Disana ada berbagai macam model cincin yang aneh-aneh. Devan jadi bingung sendiri.
"Mau pilih yang mana Mas?" tanya si penjaga.
"Nat, coba pilihkan aku satu yang cantik, elegan, tapi tidak terlalu besar berliannya."
Renatta pun menurut dan melihat-lihat model cincin yang ada. Lalu menunjuk salah satu cincin yang menurutnya bagus.
"Yang itu mba."
Si penjaga pun memberikan cincin yang ditunjuk.
"Coba dipakai dulu, apakah ukurannya sudah sesuai atau belum."
"Nat, coba dipake," pinta Devan.
Renatta pun menurut lagi dan memakai cincin itu di jari manisnya. Pas dan cocok sekali.
"Bagus dan pas. Saya pilih yang ini Mba. Tolong sama kotaknya ya."
"Baik Mas."
Renatta pun melepaskan cincin itu dari jari manisnya. Ia menatap Devan dengan sedikit curiga.
"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Devan yang merasa tidak nyaman.
"Jujur deh! Cincin itu buat siapa?"
"Apa sih Nat? Buat mamaku lah," jawab Devan.
"Kamu nggak pandai bohong. Ngaku aja!"
Devan menghela napasnya, lalu menjawab, "Buat seseorang Nat. Nanti kamu juga tahu sendiri."
"Hih! Mulai ya main rahasia-rahasiaan."
"Nggak Nat. Nanti aku bakalan cerita kok."
"Baiklah."
Setelah proses pembayaran cincin berlian selesai, keduanya mampir dulu di restoran untuk makan malam. Setelahnya, barulah pulang ke rumah. Devan mengantarkan Renatta sampai di depan rumah. Sebelum turun, Devan memberikan sebuah gaun yang dipilihnya untuk Renatta.
"Untuk kamu," ucapnya.
"Dev, ulang tahunku masih beberapa hari lagi. Ini terlalu cepat."
"Nggak papa. Semoga kamu suka ya?"
"Pasti."
Renatta turun dari mobil Devan dan tersenyum ketika Devan melambaikan tangannya. Ia jadi kepedean sendiri karena mengira Devan memberikan gaun yang tadi dipilihnya di toko pakaian. Bahkan ketika masuk ke dalam rumah, Renatta bersenandung ria saking bahagianya.
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Nanda Jihan
up lagi
2023-05-16
0
L B
sepertinya nanti kamu bakal patah hati nat 😞 siapkan mental dan hatimu .
2023-05-16
0