Renatta pergi ke sekolah seperti biasanya. Walaupun ia tak memiliki semangat seperti biasanya. Apalagi kini tatapan orang tampak aneh padanya. Seolah-olah sedang merendahkannya dan mengolok-oloknya.
Begitu sampai di kelas, Renatta dilempar oleh kertas dan beberapa pulpen oleh teman sekelasnya. Ia diejek karena papanya adalah seorang koruptor. Orang-orang yang biasanya takut padanya, kini jadi berani bahkan ikut menghinanya juga. Ditambah teman-temannya yang tak lagi berpihak padanya.
Renatta merasa dunia tidak adil padanya. Ia pun pergi dari kelas ke halaman belakang sekolah. Ia menangis sejadi-jadinya disana. Ia merasa sendirian, tak ada seorang pun yang berpihak padanya. Bahkan orang yang ia sangka adalah temannya pun malah menjauhinya.
Hingga suara bel masuk sekolah pun berbunyi. Renatta menghapus air matanya dan berusaha melewati hari-harinya yang akan terasa lebih berat dari biasanya.
Ketika pelajaran, suasana kelas memang terasa aman dan sangat nyaman. Tapi, ketika jam istirahat, Renatta mengalami perlakuan buruk dari teman sekelasnya yang pernah ia tindas dahulu.
"Dasar anak koruptor! Sekarang kamu sudah tidak bisa berkuasa lagi disini! Karena kamu sudah miskin!"
Salah seorang teman sekelasnya mendorong Renatta sampai terjatuh ke lantai. Renatta yang masih mudah marah dan teringat akan nasehat mamanya. Langsung bangun dan menjambak wanita itu hingga pertengkaran keduanya pun diketahui guru.
Saat di ruang kesiswaan, orang tua keduanya diminta untuk ke sekolah. Tapi, Renatta menggeleng tidak mau. Karena memang tidak akan ada yang bisa datang. Maka dari itu keduanya pun dihukum untuk membersihkan seluruh toilet wanita yang ada di gedung sekolah.
Ketika dihukum pun, siswi itu tidak mau mengerjakan hukumannya, Renatta pun mau tak mau mengerjakan semuanya sendirian. Selesai membersihkan semua toilet di sekolah, Renatta duduk di kursi kosong yang ada di taman sekolahnya. Ia menyeka keringat yang ada di dahinya dengan telapak tangannya.
Tiba-tiba Renatta melihat sebuah minuman dingin dan sapu tangan kecil yang seseorang berikan padanya. Renatta mendongak dan melihat siapa yang menghampirinya.
"Devan?"
Laki-laki itu malah duduk di sebelah Renatta.
"Minum dan lap keringatmu. Pasti cape sekali kan membersihkan toilet sendirian," ucapnya.
Renatta masih tidak menyangka, Devan yang selama ini terkenal dingin malah mengajaknya bicara duluan. Sudah hampir dua tahun mereka bersekolah dan setahun berada di kelas yang sama. Tapi, ini adalah pertama kalinya Devan menyapa Renatta.
"Kenapa kamu memberikan aku minum dan sapu tangan?"
"Kenapa? Memangnya tidak boleh?"
"Em, hanya merasa heran."
"Wajar sih, aku juga sebenarnya terpaksa karena disuruh untuk menjaga kamu oleh tim keamanan sekolah," jawabnya dengan jujur.
Renatta jadi kesal sendiri. Ia kira Devan beneran tulus, rupanya hanya terpaksa. Renatta pun memberikan botol minum itu kembali ke Devan.
"Udah sih minum aja. Kenapa repot-repot mikirin yang ngasih tulus apa nggak. Emang kamu tahu artinya tulus? Kamu aja tiap harinya suka menindas orang tanpa memikirkan gimana perasaannya."
Perkataan Devan itu sungguh menghujam hatinya. Ia baru sadar akan perlakuannya yang buruk ke orang-orang.
Helaan napas pun terdengar, Renatta membuka tutup botol minum yang diberikan Devan lalu meneguknya.
"Aku sejahat itu ya di matamu?" tanya Renatta memastikannya.
"Bukan jahat lagi tapi kejam dan sadis. Kamu bahkan tak pernah minta maaf atas perlakuan buruk mu ke orang-orang yang telah kamu sakiti. Bukan aku saja yang menganggap mu begitu, tapi hampir semua orang di sekolah. Kamu kan terkenal sebagai ratunya pembuly."
Renatta menghela napas lagi. Ia baru sadar akan kelakuan buruknya ketika berada di bawah.
"Lalu, kenapa kamu dengan berani malah menghampiriku? Harusnya kamu takut kan? Aku bisa saja mem-buly mu juga."
Devan tersenyum menanggapinya.
"Sekarang kamu sudah tak memiliki apapun sebagai tameng pelindungmu. Kekuasaan papamu sudah runtuh karena diduga melakukan korupsi. Lalu orang-orang pun jadi merasa berani karena itu. Karena kamu kini berada di bawah mereka. Dan aku pun termasuk dari orang-orang itu."
"Lalu kenapa kamu tidak mengejek-ejek aku juga?"
"Tidak ada gunanya. Lagian kalau dilihat-lihat kamu sebenarnya tidak jahat-jahat juga. Hanya saja kamu seperti membenci sesuatu dan melampiaskannya ke orang lain. Bahkan satu sekolah pun tahu, kalau kamu sangat membenci Amanda. Padahal Amanda tak pernah sekalipun mengusik mu."
Renatta jadi kesal karena ia malah mendengarkan ucapan Devan dengan serius, tapi di akhirnya laki-laki itu malah ikut-ikutan membela Amanda juga.
"Amanda, Amanda aja terus. Kenapa semua orang malah membelanya sih?" kesal Renatta.
"Karena dia memang tidak bersalah Natta. Rasa benci itu hanya akan merugikan dirimu sendiri. Tidak ada gunanya memelihara rasa benci itu. Coba kamu renungkan dan ingat-ingat lagi. Memangnya apa yang dilakukan Amanda sampai kamu membencinya dan terus-menerus menindasnya?"
Renatta terdiam mencari-cari jawaban atas apa yang ditanyakan oleh Devan. Tapi ia tak menemukan jawaban kecuali rasa iri hatinya, karena Amanda selalu mendapatkan perhatian dari orang-orang yang disayanginya.
"Coba sebutkan!"
Lagi-lagi Renatta hanya bisa diam. Ia pun memilih untuk pergi meninggalkan Devan disana sendirian.
*
*
Renatta tidak langsung pulang ke rumah kontrakannya, ia mengunjungi papanya di penjara.
Tangis Renatta kelaut begitu saja ketika ia bertemu dengan papanya. Ia meminta sebuah penjelasan bahwa papanya tidak melakukan hal yang dituduhkan oleh polisi.
"Papa memang tidak bersalah Natta. Tapi entah kenapa semua bukti malah mengarah ke papa. Papa pun tidak tahu siapa yang melakukan itu. Papa sudah tak punya lagi kuasa untuk membuktikan kebenarannya."
Renatta menangis karena papanya telah difitnah atas apa yang tidak dilakukannya. Tapi, ia bisa apa? Untuk sewa rumah kontrakan pun ia harus menjual tas mewahnya. Apalagi untuk bayar pengacara, ia tak tahu harus menjual barang apalagi. Karena semua barang mahalnya sudah tak tersisa. Semua uangnya digunakan untuk membayar biaya perawatan sang mama.
Di depan papanya, Renatta menceritakan semua kejadian yang terjadi setelah papanya dimasukkan ke penjara. Dimulai dari mamanya yang akan menggugat cerai papanya hingga ia yang harus tinggal di kontrakan kumuh berdua dengan kakaknya.
Papa Dewa jadi ikut bersedih, tapi ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia ingin menguatkan sang anak agar tetap tegar menghadapi semuanya.
"Papa yakin, dibalik musibah yang kita alami sekarang, pasti akan ada hikmahnya. Jadi, kamu harus tetap jadi anak baik."
Seketika tangis Renatta kembali pecah. Karena pada kenyataannya, ia bukanlah anak yang baik. Ia adalah anak yang jahat yang tega menindas temannya sendiri. Hal itu pun, Renatta akhirnya ceritakan ke sang papa.
Papa Dewa menghela napas kemudian mengelus kepala anaknya.
"Itu artinya, kamu harus berubah. Minta maaflah ke orang-orang yang pernah kamu sakiti sebelumnya."
"Kalau mereka tidak mau memaafkan Natta gimana Pa?"
"Ya tidak apa-apa, yang penting kamu sudah meminta maaf dengan tulus dan tak akan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kamu mengerti kan?"
Renatta mengangguk.
"Sekarang kamu harus melindungi Kak Nesha dan menjaga Mama di rumah sakit. Semoga kamu tetap kuat ya, Nak. Maafkan papa yang belum bisa membantu."
Lagi-lagi Renatta mengangguk sambil tangisnya yang belum juga usai.
Waktu kunjungan pun selesai, Renatta berjalan keluar dari kantor polisi. Ia mengingat perkataan papanya yang meminta dirinya untuk berubah.
"Apa semua cobaan ini adalah karma atas perbuatan jahat ku?"
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
LENY
SEKARANG BARU SADAR KAMU RENATA. MAMA TIRINYA JAHAT MALAH MAU MINTA CERAI DISAAT SUAMI JATUH BUKAN MENDUKUNG SUAMI SAAT JATUH KETAHUAN WANITA MATRE JAHAT.
2023-11-25
0
Dwi Handayani
tpi kn Kamala jahat, eh gk enak jga sma Nesha, dia tulus bgt sm Natta
2023-10-19
1
bibi
next
2023-05-07
0