...Manusia itu seperti Buku, ada yang menipu kita dengan Covernya, ada juga yang Mengejutkan kita dengan Isinya...
...🍁...
Meski begitu sangat terasa berat namun pada akhirnya Inara mengikuti Tama yang sudah lebih dulu masuk kedalam mobil.
"Ra , kamu gak bawa mobil ?"
"Ngapain bawa mobil, kan ada kamu"
Begitu santai Inara mengatakan hal itu, namun seperti dugaan Tama jika Inara pasti akan seperti itu, hal biasa yang sudah merupakan kebiasaan Inara sejak keduanya kuliah bersama.
Tidak ingin terjadi perdebatan, Tama pun memilih segera mengemudikan mobilnya, memecah padatnya jalan An kota. Hingga beberapa saat menempuh perjalanan keduanya telah tiba di kediaman Tama.
Tama keluar dari mobil lebih dahulu, di susul Inara yang juga setelahnya ikut keluar.
Langkah jenjang Tama , membuat Inara tertinggal di belakang, sementara Tama sudah masuk kedalam rumah lebih dulu.
Terlihat Tama di sambut hangat oleh Bu Sisca, yang ternyata telah menunggunya sedari tadi.
"Tumben mama minta Tama pulang"
"Iih calon penganten kok nggak peka, harusnya itu justru kamu malah udah nggak kemana-mana Tam" kesal Bu Sisca
"Calon pengantin. ?" gumam Inara dalam hati
Inara masih berada di luar, tepatnya di balik pintu yang sebelumnya masih terbuka,langkahnya seketika terhenti ketika mendengar ucapan Bu Sisca yang mengatakan calon pengantin pada Tama.
Sungguh untuk sesaat otaknya berhenti berfikir. Mengingat hanya Tama lah satu satunya putra mereka, sementara tidak ada orang lain juga di sana, Inara merasa dirinya tidak salah mendengar apa yang di katakan Bu Sisca.
Namun lagi-lagi logika nya berusaha mengelak, jika apa yang dia dengar tidaklah benar.
"Siang Tante " sapa Inara dengan ramah.
"Loh ada Ina to, kok Tama nggak bilang, Masuk masuk" jawab Bu Sisca dengan ramah.
Inara hanya mengulas senyum kecil di bibirnya, seraya melangkahkan kaki masuk kedalam rumah.
Setelah menyapa Bu Sisca, Inara semakin menyimpan rasa penasaran dengan apa yang di katakan Bu Sisca sebelumnya, Namun rasa penasarannya harus tertunda karena Bu Sisca buru-buru mengajak keduanya untuk makan siang bersama.
"Makan siang sekalian aja Ina, Tante masak banyak Lo"
"Terima kasih Tante " jawab Inara dengan sopan
Ketiganya berjalan bersama menuju meja makan, disana sudah duduk pak Fajar yang ternyata dari beberapa saat lalu telah menunggu.
Inara menyempatkan waktu untuk sekedar beramah-tamah, menyapa pak Fajar.
Suasana makan siang terasa begitu menyenangkan bagi Inara, sambutan lembut dari dua orang tua Tama membuatnya merasa senang. Namun seketika hal itu sirna tatkala melihat Tama yang justru asik dengan handphone miliknya.
Pak Fajar dan Bu Sisca yang paham dengan situasi tersebut, hanya dapat membuat Inara teralihkan dan selalu mengajak Inara mengobrol di sela-sela makan siang itu.
Namun nyatanya hal itu tidak berlaku pada Inara yang sudah terlanjur kesal.
"Tam , Makan dulu sayang" titah be Sisca
"Oh. Iya ma" jawab Tama dengan nyengir.
Tentu hal itu kembali mengundang rasa penasaran dari Inara yang memang seolah tidak tahu apa-apa.
Tidak ingin suasana makan siang rusak , Bu Sisca mencoba mengalihkan perhatian Tama, agar sang putra tidak selalu fokus pada layar ponselnya.
"Ohya Tam , Mama sudah pesankan baju di Avan Gunance, kapan kamu akan fitting ?" tanya Bu Sisca
Terkejut?, sudah pasti , bahkan kini Inara merasakan nafasnya sejenak terhenti, guratan halus jelas terlihat di kening wanita cantik itu.
"Fitting ? , Ivan Gunance ?, Bukankah dia desainer handal itu ?" batin Inara dalam hati
Namun meski begitu merasa penasaran, Inara memilih untuk diam dan mengamati ketiga nya, bukan tanpa alasan dia hanya tidak ingin acara makan siang yang sebelumnya dia nantikan menjadi tidak menyenangkan.
"Oke ma, nanti Tama atur"
Mereka kembali melanjutkan makan siang yang sempat tertunda karena perbincangan singkat sebelumnya.
Hening.
Terasa begitu khidmat dan tenang tatkala hanya terdengar sendok dan garpu yang saling bersahutan.
"Tam !. Harusnya kamu itu udah cuti, bukanya masih kerja kaya gini !" ucap Bu Sisca setelah selesai mengunyah makanannya.
Bukan menjawab justru Tama hanya melemparkan senyuman, sejujurnya Tama bisa kapan saja cuti, terlebih dia yang juga bukan hanya dokter, namun juga merupakan pemegang saham terbesar di rumah sakit tersebut.
Namun naluri nya sebagai dokter tidak serta Merta bisa membuatnya begitu saja meninggalkan para pasien yang tentu mengharapkan kehadirannya.
"Iya mama ku sayang" ucap Tama.
Meski hanya jawaban singkat namun cukup membuat Bu Sisca merasa lega, setidaknya ucapanya masih di dengar dan di turuti oleh sang putra.
Sikap Tama pada sang mama membuat Inara sedikit demi sedikit mampu menelaah obrolan Tama dan dua orang tuanya. Hingga dia merasa perlu untuk menanyakan apa yang tidak dia ketahui, dan telah menjadi rasa penasaran sejak sebelumnya.
"Tante memangnya kenapa Tama harus cuti ?" tanya Inara
Mendengar pertanyaan Inara , Bu Sisca dan Pak fajar pun saling melemparkan pandangan, sebelumnya kedua orang tua Tama berfikir jika Tama telah memberitahukan rencana baik keluarga tersebut, mengingat kedekatan antara Inara dan Tama yang sudah bagaikan saudara menurut Bu Sisca dan pak fajar.
Namun menyadari pertanyaan Inara barusan, rasanya memang Tama belum memberitahunya.
"Lho, memangnya Tama belum cerita ?"
Inara pun menggelengkan kepala pelan, karena memang dirinya belum mengetahui apapun dari Tama. Jangankan bercerita, bahkan sedari pagi tadi saja tidak sekalipun Tama menganggapnya ada.
"Em. Tama ini bagai mana "
"Jadi gini Ina, rencana Kamis lusa itu Tama akan menikah"
Deg.
Seketika Inara merasakan sesak dan menekan di bagian dada, hingga tanpa terasa semua menjadi gelap.
Brug !!
Mendadak suasana meja makan terasa gaduh karena Inara yang pingsan dan jatuh ke lantai.
Dengan sigap Tama yang duduk di samping Inara pun segera membopong tubuh sahabatnya. Dan secepat kilat dia berlari menuju kamar tamu.
Kepanikan yang sebelumnya mereka rasakan kini menjadi semakin tegang karena Inara juga tidak lekas bangun, bahkan saat ini Tama merasakan nadi pada Inara semakin melemah.
Bu Sisca duduk tepat di samping Inara berbaring, sementara pak Fajar dan Tama tampak berdiri di samping Bu Sisca
Dengan telaten dan lembut Bu Sisca mengusap tangan Inara, sesekali mengoleskan minyak angin di bagian pelipis serta bagian atas bibir Inara.
Beberapa saat dalam kecemasan, terlihat mata Inara yang mulai mengerjab, perlahan namun pasti kedua bola mata Inara terbuka.
Menatap dengan penuh kebingungan pada Bu Sisca dan tentu Tama serta pak fajar, hingga tanpa terasa bola mata Inara berembun.
"Sayang kenapa ?,Ina kamu sakit nak ?" tanya Bu Sisca yang masih merasa cemas.
Sementara itu Inara hanya menggelengkan kepala, tak sanggup rasanya untuk menjawab pertanyaan Bu Sisca.
"Ya sudah , sebaiknya kamu istirahat saja dulu, setelah lebih baik biar nanti Tama antar kamu pulang" titah Bu Sisca
Mendengar hal itu Inara hanya bergeming, seolah sudah tidak lagi ada daya dalam dirinya, lemas terasa sekujur tubuhnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Yani
Inara caper banget
2023-10-09
1
Una_awa
yaelah Inara pake acara pingsan segala,, apalagi nanti pas tau kalau calon istrinya Tama itu Nissa,bisa² langsung di infus 🤭
2023-07-21
3
Queendah
huaw...butik saingan ivan gunawan ini...😄
2023-07-19
2