...Yang Tidak Merasakan Tentu Tidak Akan Paham. Dan Yang Tidak Mengalami Tentu Tidak Akan Mengerti...
...🍁...
Setelah menyelesaikan sholat Dzuhur, Nissa kembali mengemas mukena dan sajadahnya kembali kedalam tas kecil yang selalu dia bawa kemanapun Nissa pergi. Hal itu karena tidak sekalipun Nissa melewatkan waktu beribadah, kecuali sedang berhalangan.
"Auch, Astagfirullah!"
Entah mengapa Nissa merasa kepalanya cukup sakit, hingga dia harus memegang dan memijat lembut pelipisnya.
"Ya Allah aku kenapa" lirih Nissa.
Meski merasa sakit, Nissa mencoba mengalihkan dengan membaca buku yang juga tidak lupa dia bawa.
Namun setelah beberapa saat, sakit di kepala nya tak juga kunjung reda, justru semakin menjadi. Hal itu tentu sangat membuat Nissa tidak nyaman.
"Ust, Ustadzah baik-baik saja?" tanya Ali yang kini memperhatikan Nissa dari tempatnya tidur.
"InshaAllah Ali, Ust baik-baik saja"
"Tapi sepertinya Ust tidak sedang baik-baik saja" Ujar Ali yang merasa khawatir.
"Tenang saja Ali, InshaAllah tidak papa"
"Sebaiknya Ust pulang saja dulu, Ali tidak papa Ust sendiri" ujar Ali.
Meski Ali begitu mengkhawatirkan Nissa, Namun Nissa sendiri juga enggan meninggalkan Ali, Nissa memilih untuk sejenak menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata, berharap setelah itu akan menjadi lebih baik.
Lagi-lagi bukan semakin membaik, justru Nissa merasakan sakit kepala yang terasa semakin berat dan menekan.
Ali pun tampak kebingungan, namun tidak dapat melakukan apapun, tidak ada yang bisa dia mintai tolong saat ini.
Setelah beberapa saat berfikir, Ali pun mendapatkan sebuah ide, dengan menekan tombol emergency berharap akan ada perawat atau petugas kesehatan yang datang.
Benar saja tidak butuh waktu lama , seorang perawat laki-laki datang menemuinya, dan menanyakan keluhan pada Ali.
Namun berhubung Ali tidak sedang mengalami keluhan apapun, Ali meminta tolong pada sang perawat untuk memanggilkan dokter Tama.
Tidak butuh waktu lama , setelah perawat laki-laki sebelumnya keluar, dokter Tama pun muncul dengan wajahnya yang tampak panik.
Masih mengenakan setelah ruang operasi, lengkap dengan penutup kepala, tentu setelah menyelesaikan sebuah operasi. Dokter Tama buru-buru menemui Ali.
Sama halnya dengan perawat sebelumnya, dokter Tama pun juga menanyai Ali apa yang terjadi pada dirinya.
"Maaf dok membuat Dokter khawatir"
"Tidak masalah Ali, Ada apa ?"
"Bukan saya dokter"
"Lalu ?" tanya Tama dengan mengerutkan keningnya.
"Ustadzah Nissa dok, sebelumnya mengeluhkan kepalanya sakit, saya memintanya untuk pulang tapi beliau menolak, Tapi entah mengapa sejak beberapa saat yang lalu ustadzah hanya diam saja" panik Ali.
"Saya takut terjadi sesuatu dengan Ustadzah Nissa dok" tukas Ali lagi.
Tidak butuh waktu lama , Tama pun menghampiri Nissa yang kini tengah duduk bersandar di sofa. Memastikan kondisi Nissa, benar saja nyatanya Nissa tengah dalam kondisi tak sadarkan diri.
Seketika Tama pun larut dalam kepanikan.
"Ali tetap di sini ya, saya akan memeriksa Nissa"
"Baik dok " jawab Ali
Tidak menunggu lama, Tama menarik kursi roda yang biasa Ali gunakan untuk terapi, membopong tubuh ramping Nissa ,dan mendudukkannya disana, mendorong dengan kecepatan penuh menuju ruangannya.
Di titik ini Tama baru menyadari jika seharusnya dia membawa Nissa UGD , Bukan ke ruangannya. Namun otaknya terlalu pendek untuk berfikir ke sana, hanya ruang kerja nya lah yang dapat dia pikirkan.
Setelah mendorong kursi roda dengan tenaga dalam tentunya, Tama sampai juga di ruang nya, namun kini lagi lagi justru dia di buat kebingungan, rasa canggung seketika muncul tatkala Tama bimbang untuk membuka kerudung Nissa.
Nalurinya mengatakan tidak, namun jiwa dokter nya meminta dia melakukanya.
Ceklek.
Pintu terbuka tanpa ketukan sebelumnya, disusul kemunculan Inara yang berdiri tepat di ambang pintu.
"Kebetulan kamu kesini" panik Tama
"Ada apa ?" bingung Inara dengan sikap Tama.
Bukan menjawab pertanyaan Inara , Tama justru menarik tangan Inara hingga dia masuk kedalam ruang periksa, disana terbaring sosok Nissa, dengan wajah begitu pucat.
"Kau apakan dia !!" Ketus Inara.
"Hei, aku tidak melakukan apapun, Dia pingsan !" jawab Tama yang tidak menerima tuduhan Inara.
"Aku meminta mu memeriksa nya"
"Kenapa tidak kau lakukan sendiri?" ujar Inara.
"Tidak, aku tidak yakin membuka kerudungnya" tegas Tama.
Ucapan Tama tentu cukup membuat Inara lantas berfikir berulang kali, Tama yang dia kenal selalu profesional dalam pekerjaannya, kini harus bimbang dalam melakukan tindakan hanya karena sebuah kerudung. Sungguh diluar dugaan Inara.
"Hanya kerudung tam !"
"Lakukan saja apa yang ku perintahkan!" ucap Tama dengan nada sedikit meninggi.
Entah karena sebab apa , Tama begitu tidak yakin untuk sekedar menyibak kerudung yang di kenakan Nissa. Tama memilih keluar dan menunggu di meja kerjanya, selama Inara memeriksa Nissa.
Meski dengan perasaan berkecamuk, namun pada akhirnya Inara memeriksa Nissa, menempelkan stetoskop yang selalu dia tenteng kemana-mana, dan memastikan kondisi Nissa.
"Bagaimana ?" tanya Tama dengan wajah penuh kekhawatiran
Lagi-lagi Inara kembali dibuat bingung dengan sikap Tama, bukan saudara, namun Tama begitu mengkhawatirkan nya.
Tidak langsung menjawab pertanyaan Tama, meski Inara jelas tahu kepanikan di wajah Tama.
"Siapa wanita itu ?"
Bukan memberi penjelasan perihal kesehatan Nissa , justru Inara balik bertanya pada Tama.
"Ceritanya panjang Ra, sekarang bagaimana keadaanya ?" tanya Tama lagi masih dengan wajah panik nya.
Sejujurnya Inara begitu kesal dengan Tama yang selalu mengabaikan dirinya, padahal ini merupakan kali pertama keduanya bertemu kembali setelah bertahun-tahun lamanya tidak berjumpa.
"Dia. Dia baik-baik saja"
"Hanya kelelahan, dan sepertinya kurang istirahat"
"Setelah makan dan meminum suplemen, dia akan segera pulih" tutur Inara dengan suara datar nya.
Mendengar hal itu, Tama sedikit lega, setidaknya penjelasan Inara masuk akal, karena memang yang tergambar di benak Tama juga persis seperti itu.
"Syukurlah" ucap Tama.
Sejak dulu sampai sekarang Tama tidak pernah berubah dalam pandangan Inara, tetap tampan dan mempesona, hanya otot-otot bisep nya yang tampak lebih berisi, hingga menonjol di balik baju yang dia kenakan.
Cukup menggoda bagi Inara yang memang sejak lama telah menaruh hati pada Tama.
"Sore ini kau ada waktu, aku ingin sekali mengajak mu ke tempat biasa dulu kita kumpul" ajak Inara.
"Akan Aku usahakan"
"Kenapa begitu ?"
"Maksut mu ?" Tanya Tama
"Kau tidak pernah menolak sebelumnya jika aku memintamu berkumpul, lagi pula disana akan ada banyak teman kita nanti" ucap Inara dengan sedikit kesal.
"Aku tidak menolak Ra !, hanya saja ini berkaitan dengan Tanggung jawab Ra"
"Tanggung jawab !, dulu kau selalu bisa melakukanya !" ketus Inara
"I see, tapi dulu dan sekarang jelas berbeda. Dulu tanggung jawab kita hanya berkaitan dengan kampus. Tapi sekarang ?, Tanggung jawab kita adalah Manusia Ra !. Nyawa" Tegas Tama.
"Tapi aku tetap berharap kau datang !"
"Akan aku usahakan " jawab Tama masih sama dengan sebelumnya.
Merasa kesal dengan jawaban Tama, Inara memilih pergi meninggalkan ruang kerja Tama.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
wow seru sekali
2024-08-18
1
Eny Hidayati
ada apa dengan Nissa? ada apa dengan Tama?
2023-08-16
4
Yani
Dih maksa
2023-08-16
2