...Lisan Adalah Cerminan Hati. Syaikh Salim Bin Ied Al-Hilali berkata : Lisan adalah penerjemah hati, pengungkap dan penguasanya. Apa yang terlintas dalam hati, itu akan nampak oleh lisan nya. Oleh sebab itu di katakan : Seseorang itu dengan dua Ashghar (Benda kecil) yaitu Hati dan Lisannya, jika hatinya baik makan Lisannya juga baik...
...🍁...
Dua hari berlalu sejak kejadian malam itu orang tua Tama tidak lagi tampak memaksa sang putra, keduanya tampak lebih membebaskan Tama dari segala tuntutan.
Hal itu tentu atas permintaan Tama , dimana dirinya berharap orang tuanya membantu dengan doa saja, sementara Tama akan berusaha sendiri untuk menemukan jodoh terbaiknya.
Namun meski kedua orang tua Tama mengizinkan, tidak serta Merta membiarkan begitu saja, orang tua Tama tetap akan memantau perkembangan pendekatan Tama dengan Nissa.
Bukan tanpa alasan seperti yang sudah-sudah, sejujurnya Bu Sisca dan Pak Fajar tahu jika putranya selalu gagal dalam percintaan. Bahkan keduanya juga selalu menekankan jika tidak perlu terlalu lama berfikir.
"Cinta bisa datang karena terbiasa bersama Tam"
"Em"
"Lagian Nissa juga nggak akan mau kamu deketin, Langsung nikah aja, itu udah yang paling bener !" tegas Pak Fajar.
Anggukan kepala dan senyum manis yang sudah entah berapa banyaknya Tama lakukan setiap kali kedua orang tuanya itu berbicara.
Meja makan kali ini cukup ramai karena kehadiran Orang tua tama, karena biasanya Tama hanya sarapan seorang diri, bahkan tidak jarang Tama tidak sarapan karena terlalu malas untuk makan sendirian di meja besar tersebut.
Meski tampaknya hanya bertiga saja, namun obrolan diantara mereka sudah seperti perkumpulan satu RT.
Setelahnya suasana tampak hening, hanya sendok dan garpu yang terdengar saling beradu.
"Ohya Tam , Hari ini seharusnya jadwal papa mu check up"
"Em. Benarkah ?"
Bu Sisca tampak menganggukkan kepala, dengan tetap fokus pada makanan yang tengah dia kunyah.
"Kalau begitu mama sama papa ke rumah sakit saja, biar semua Tama yang urus "
Tidak sulit bagi Tama yang merupakan seorang dokter di rumah sakit tersebut, terlebih Tama juga merupakan seseorang dengan pemegang saham terbesar di rumah sakit, jadi tentu tidak akan sulit jika hanya untuk mengatur jadwal check up orang tuanya.
***
Tidak ingin mendapatkan perlakukan yang berbeda nyatanya orang tua Tama tetap mengantri seperti kebanyakan pasien lain.
Hampir setengah jam lamanya keduanya menunggu dan menanti panggilan dari petugas pemeriksaan. Kegiatan yang jarang sekali keduanya lakukan. Karena jika di Malaysia petugas kesehatan lah yang akan datang ke kediaman mereka. Namun untuk kali ini keduanya sengaja ingin pemeriksaan di rumah sakit ttmempat dimana putra nya bekerja.
"Tante Sisca?"
Merasa mendapat kan sapaan, Bu Sisca pun menajamkan penglihatannya pada sosok cantik yang kini berdiri tepat dihadapan keduanya.
"Inara ?"
Inara tampak menganggukkan kepala, senyum bahagia tampak terlihat jelas di wajahnya tatkala dia orang tua Tama masih mengenali dirinya.
Pertemuan tak terduga antara Orang tua Tama dan Dokter Inara, tentu membuat keduanya begitu bahagia. Karena setahu Orang tua Tama, Inara saat ini tengah melanjutkan pendidikan dan mengabdikan diri di Jerman.
Panjang lebar Inara menceritakan bagaimana dirinya saat ini telah mutasi ke rumah sakit ini, dan tentunya menjadi partner kerja Tama.
Bu Sisca begitu Hubble, terlihat dari cara nya mendengarkan cerita Inara, meski usianya tak lagi muda namun dia bisa sangat mudah mengimbangi obrolan anak muda seusia putranya.
Tidak hanya itu, Bu Sisca juga meminta untuk Inara datang ke rumah nya sebelum keduanya kembali bertolak ke Malaysia.
Hal itu tentu tidak dapat begitu saja Inara tolak, dengan senang hati Inara menerima tawaran dari orang tua Tama.
Meski kini hubungannya dengan Tama sedang tidak baik-baik saja, namun Inara setidaknya memiliki cukup kesempatan apabila orang tua Tama menyukai dirinya.
Setelah beberapa saat berbincang, terdengar seorang perawat yang memanggil nama Pak Fajar, dan tibalah nomor antrian yang sedari tadi di tunggu-tunggu, keduanya lantas berpamitan pada Inara untuk segera masuk kedalam ruangan.
Sementara setelah kepergian orang tua Tama, Inara tampak begitu bahagia, bahkan dia telah membayangkan akan mengenakan baju apa ketika nanti berkunjung.
Nyatanya orang tua Tama tidak banyak berubah, mungkin hanya guratan halus di wajah saja yang bertambah, sementara sifat nya masih tetap hangat seperti yang dulu dia kenal.
***
Bagian Penggantian obat untuk pasien poli atau rawat jalan nyatanya begitu membludak siang ini, tidak seperti sebelumnya yang cukup sepi dan tak banyak pengantri.
Nissa dan Ali masih setia duduk dan menanti resep obat Ali di buat oleh para ahlinya. Ali masih harus bolak balik ke rumah sakit untuk melakukan Pemeriksaan dan tentu untuk menjalani Fisioterapi, Meski hanya satu bulan sekali.
Annisa tampak gelisah tatkala melihat jam besar yang ada di sudut ruang tunggu, waktu menunjukan pukul 10.15 sementara Ali harus kembali ke madrasah dan mengikuti pembelajaran di jam 10.30.
Melihat ramainya antrian rasanya tidak mungkin untuk keduanya tiba tepat waktu di pesantren, dan lagi-lagi tidak mungkin Nissa membiarkan Ali tertinggal dalam pelajarannya di madrasah.
Sejujurnya Ali pun juga merasakan hal yang sama, terlebih dia sudah cukup lama dan banyak meninggalkan pelajaran di pesantren dan sekolah formal.
Tanpa Ba-bi-bu , Annisa bergegas meraih ponsel miliknya.
"Ali, Ali pulang ke pesantren dulu ya, ini Ust sudah pesankan Taksi online, Ali tetap harus mengikuti pelajaran hari ini" Titah Nissa
"Lalu Ust bagaimana ?"
"Ust Akan di sini menunggu sampai resep Ali keluar"
Sejujurnya Ali merasa tidak enak hati dengan kebaikan Ustadzah nya itu, namun mau bagaimana lagi dia juga tidak bisa terus-terusan meninggalkan pesantren.
Tidak butuh waktu lama Taksi yang sebelumnya di pesan oleh Nissa telah menunggunya di koridor depan rumah sakit.
Nissa bergegas membantu Ali untuk ke luar, dan memastikan Ali akan samai tepat waktu, tentu sebelum pelajaran di mulai.
Setelah kepergian Ali, Nissa kembali masuk kedalam rumah sakit, dan kembali duduk menanti antrian panjang di bagian Apotik rawat jalan.
"Ehem !"
Suara deheman yang seketika membuyarkan fokus Nissa
Nissa pun mendongakkan kepalanya, menatap sosok anggun dan cantik yang kini tengah berdiri tepat di depannya. Mengenakan stelan jas warna putih dengan rok sebatas lutut, dengan rambut kucir kuda, tidak asing bagi Nissa yang tentu sebelumnya telah beberapa kali melihat nya. Ya dia adalah Inara yang merupakan sahabat dari dokter Tama.
"Boleh saya duduk"
"Silahkan"
Entah karena sebab apa Inara datang menghampirinya, namun Nissa kembali fokus dengan buku yang sebelumnya dia baca.
"Ada hubungan apa kau dengan Tama ?"
"Maksud Mbak?" tanya Nissa dengan ramah.
Nissa masih belum dapat mencerna pertanyaan Inara sebelumny, jika di tanya demikian tentu jawabannya adalah hanya berhubungan sebatas Pasien dan dokter saja, tidak lebih.
"Kau tentu tahu bukan jika Tama dan aku telah berteman cukup lama, Apapun statusmu dengan Tama, Aku harap kau tidak mempengaruhi Tama untuk menjauhi ku" ucap Inara dengan suara datar.
"Maaf mba, sepertinya Mba salah paham, saya dan dokter Tama tidak memiliki hubungan apa pun saat ini"
"Tapi tidak menutup kemungkinan nanti" sela Inara
Nissa tampak menggelengkan kepala, sejujurnya hal-hal semacam ini sangat Nissa hindari, perdebatan yang sangat merugikan terlebih ketika berada di tempat umum, tentu akan sangat memalukan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Yani
Dih ngapain nanya-nanya kepo banget
2023-08-30
2
Eny Hidayati
ini inara salah alamat kalo protes ke Nissa ... kejauhan ... tanya dulu hati Tama
2023-08-16
2
Sugiharti Rusli
kamu pikir Nissa seperti anak jaman sekarang yang mau di pdkt in treus ditembak jadi pacar, kamu salah Inara apalagi dia anak pemilik pesantren yang ga akan seperti itu
2023-05-12
1