...Aku tidak perduli atas keadaan susah dan senang ku , karena aku tidak tahu diantara keduanya itu mana yang lebih baik bagiku ....
...(Umar Bin Khatab)...
...🍁...
Waktu menunjukan pukul 14.30 , hampir 2 jam lamanya Nissa di sandera oleh Bu Sisca di kediamannya. Tentu bukan perkara mudah baginya untuk sekedar meloloskan diri.
Setelah berpamitan pada Bu Sisca dan Pak fajar, Nissa bergegas meninggalkan rumah tersebut, tentu kini telah disusul Tama yang juga berjalan di belakan Nissa.
"Tam pelan-pelan , jangan Ngebut , Kasian Nissa" ujar Pak Fajar dari kejauhan, dan di jawab dengan isyarat jari jempol oleh Tama.
Sementara Tama dan orang tuanya tengah berbahagia, Inara justru harus menahan kekesalan akibat sebelumnya dia harus menahan diri untuk tetap tinggal di rumah tersebut.
Menyadari Nissa akan membuka pintu belakang, Tama dengan sigap mendahului dan bergegas membukakan pintu bagian depan, tepat di sebelah kemudi. Hingga membuat Nissa mau tidak mau akan menerima nya.
Meski sejujurnya ingin menolak, namun rasanya tidak sampai hati, setelah semua kebaikan kedua orang tua Tama dan juga tentu Tama sendiri.
"Terima kasih dok" ucapnya kemudian, Tama pun menganggukkan kepala sebagai balasan.
Hening.
Suasana tampak terasa canggung bagi Nissa dan Tama, yang kini keduanya hanya dapat diam dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang keduanya pikirkan pun hanya mereka yang tahu.
Hingga 15 menit lamanya keduanya masih saja betah saling diam, Tama yang seolah-olah tengah fokus pada jalan di depan sana, sementara Nissa yang juga menyibukkan diri dengan jendela kaca yang selalu dia tatap sejak tadi, menatap jauh ke luar jendela.
Hal itu masih saja terus terjadi hingga mobil yang di kemudikan oleh Tama memasuki lingkungan pesantren dan masuk dalam pekarangan rumah utama Ustadz Hamzah.
"Terima kasih dok" ucap Nissa yang kini telah memegang Handel pintu.
"Em" jawab Tama singkat dengan anggukan kepala.
Nissa pun melangkah keluar dari mobil, sejujur nya dia ingin tetap disana hingga mobil Tama berlalu meninggalkan rumah nya, bukan tanpa alasan hal itu ingin dia lakukan tentu karena Nissa tidak ingin dianggap acuh setelah di antar pulang namun secepat itu meninggalkan, namun lagi-lagi nalurinya mengatakan jika sebaiknya dia langsung masuk saja.
"Nissa "
Kembali Nissa menghentikan langkahnya ketika Tama memanggil dirinya.
Merasa di sebut namanya , Nissa lantas berbalik kembali menghadap Tama, meski Nissa selalu menundukkan pandanganya.
"Iya dok ?"
Suara lembut Nissa selalu mampu membuat jiwa perjaka di usia dewasa itu meronta-ronta, hingga beberapa kali Tama harus menghela nafas.
"Bolehkan aku bertemu Ustadz Hamzah?"
Mendengar permintaan Tama , agaknya Nissa merasa penasaran dengan maksut dan tujuan Tama mencari Abi nya. Nissa tampak mengerutkan dahi, seketika Nissa pun menguasai dirinya , jika mungkin saja Tama memang tengah ada kepentingan dengan sang Abi.
"Dokter bisa tunggu di sini, saya akan panggilkan Abi" ucap Nissa yang setelahnya mempersilahkan Tama untuk duduk di Ruang tamu teras rumahnya.
Beberapa saat Tama duduk dengan pandangan mata meneliti setiap sudut kediaman Ustadz Hamzah, nyatanya meski telah beberapa kali ke rumah itu, Tama justru baru kali ini tahu jika rumah tersebut tidak memiliki pembatas antara rumah utama dan lingkungan pesantren.
"Assalamualaikum nak Tama ?" sapa ustad Hamzah yang baru saja keluar dari rumah
"Waalaikumsalam ustadz "
Setelah berjabat tangan ala laki-laki dewasa , Ustadz Hamzah kembali mempersilahkan tamunya untuk duduk.
Tidak lama setelah keduanya duduk, Nissa kembali keluar dengan membawakan dua cangkir teh hangat serta beberapa makanan ringan yang disajikan dalam toples.
"Silahkan dok"
"Terima kasih"
Setelah meletakkan minuman dan makanan, Nissa kembali masuk kedalam rumah, karena memang dirinya tak memiliki urusan apa pun dengan Tama.
Disaat bersamaan jelas terlihat oleh ustadz Hamzah, sudut mata Tama setia menatap kepergian sang putri tanpa berkedip. Tatapan yang tentu dapat ustadz Hamzah pahami apa maksut nya.
"Nak Tama ada perlu apa ?" ujar ustad Hamzah.
Duar pertanyaan ustadz Hamzah tersebut seketika membuatnya kaget bukan main.
"Oh. Saya ?"
Sedikit merasa malu, namun secepat itu Tama menguasai pikiran dan hatinya kembali seperti sebelumnya.
Kembali berusaha menata hati dan memperbaiki niat, untuk menyampaikan maksud serta tujuan nya datang ke rumah ini.
"Begini pak ustadz, mungkin ini terlalu cepat, tapi sejujurnya hal ini telah saya pikirkan secara matang-matang"
Ustadz Hamzah tampak mengamati Tama yang kini mulai menjeda ucapanya. Namun dengan sabar dan seksama ustadz Hamzah menunggu Tama kembali berucap.
"Mengenai ucapan saya tempo hari, jika saya ingin melamar Nissa , Sejujur nya hal itu sangat ingin saya wujudkan dalam kehidupan nyata"
"Bukan hanya ucapan belaka"
Deg.
Tentu hal itu cukup mengagetkan bagi ustadz Hamzah namun bukan berarti dia lantas menolak.
Begitu tenang dan terdengar keseriusan dalam ucapan Tama. Bahkan ustadz Hamzah tidak sedikitpun menangkap rona keraguan dalam wajah Tama .
Tampak dalam pandangan Tama, dimana ustadz Hamzah terdiam setelah mendengar penuturannya.
Di titik ini Tama menyadarkan dirinya yang memang jauh dari kata Baik, sehingga Tama pun juga berusaha untuk tetap tenang dan tentu siap menerima apa pun jawaban yang akan di berikan oleh ustadz Hamzah.
"Nak tama sudah yakin ?"
Dengan mantap Tama menjawab
"InshaAllah saya yakin"
Harap-harap cemas Tama menantikan jawaban yang akan di berikan, sejujurnya raut wajah ustadz Hamzah sangat sulit dia tebak, dan itu tentu membuat Tama semakin risau.
"Nak Tama datang lagi besok, ajak juga papa dan mama" ujar ustad Hamzah dengan begitu sopan.
"Apa maksutnya, jadi gue ini di terima apa kagak" gumam Tama.
Tama merasa gamang dengan jawaban ustadz Hamzah, bahkan otak encernya tidak dapat menjabarkan apakah dia diterima atau di tolak.
"Saya tunggu kedatangan nak Tama dan keluarga besok bada ashar"
Bukan tanpa alasan ustadz Hamzah mengatakan hal demikian, tentu hal itu dia lakukan untuk menanyakan kesiapan Nissa, meski sebetulnya berkaitan jodoh Nissa sendiri memasrahkan sepenuhnya pada sang Abi.
Terlebih saat ini ustadz Hamzah sendiri juga sedikit merasa terkejut dengan kedatangan Tama yang tiba-tiba dan melamar putrinya.
Begitu juga ustadz Hamzah yang tidak ingin egois menentukan pilihan hidup untuk sang putri, terlebih pernikahan merupakan ibadah terpanjang, yang akan di jalani selama sisa hidup keduanya.
Tentu tidak serta Merta Ustadz Hamzah menerima begitu saja pinangan Tama, meski jelas jika Tama merupakan sosok yang baik, tidak hanya wajahnya namun dari latar belakang, keluarga, dan tentunya ekonominya semua terasa sempurna, namun tidak lantas hal itu menjadikan ustadz Hamzah begitu saja menerima.
"Baik Ustadz, InshaAllah saya bersama orang tua saya besok akan datang"
Meski sejujurnya bingung dengan teka teki yang di berikan ustad Hamzah, pada akhir nya Tama mengiyakan saja apa yang sebelumnya di katakan oleh ustadz Hamzah.
Setelah menyeruput teh buatan Nissa, nyatanya manjur untuk mengurangi kepanikan yang sebelumnya sempat menghinggapi Tama.
Setelah Tama merasa cukup lega, kini dirinya berpamitan pada ustad Hamzah untuk undur diri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Yani
Kira-kira di terima ga ya 🤔
2023-10-06
1
Eny Hidayati
WHAT !!!...
2023-08-16
2
Lilis Ilham
pelakor buang thor
2023-06-20
2