"Kalian tidak harus menungguku untuk mencobanya."
"Eh?" tukasku bingung seraya mengikuti arah tatapan mata Raja.
Tampak semua orang yang ada disana, diam membeku menatap Raja dengan cangkir di tangan mereka masing-masing...
"Sachi juga ingin mendengar pendapat kalian tentang kopi itu," tukasku seraya tersenyum ke arah mereka.
"Bagaimana Ayah? Apa kau menyukainya?" ucapku seraya menatapnya yang sedang meminum kopi yang aku berikan.
"Aku menyukainya, rasanya sangat berbeda sekali dengan teh yang sering aku minum," ungkapnya seraya menatapku.
"Benarkah? Syukurlah jika Ayah menyukainya," ucapku seraya duduk dihadapannya.
"Ayah bisa meminum kopi saat pekerjaan Ayah bertumpuk, kopi akan menghilangkan rasa kantuk Ayah. Akan tetapi Ayah, Sachi lebih menginginkan Ayah beristirahat yang cukup..."
"Ayah tahu," ungkapnya seraya meraih kepalaku dan mencium dahiku.
"Eh..." tukasku kebingungan seraya menatapnya.
"Terima kasih sudah mengkhawatirkan Ayahmu ini," ungkapnya seraya tersenyum ke arahku.
Tubuhku tertegun sejenak, kutundukkan kepalaku tiba-tiba, kugenggam kuat gaunku lalu kugigit dengan kuat bibirku...
Aahh sial, kenapa wajahku tiba-tiba terasa sangat panas.
"Minuman apa ini, Tupai? Kenapa pahit sekali," teriakan Izumi menendang kuat pendengaranku.
"Bukankah sudah kukatakan, jika terlalu pahit kau bisa menambahkan gula maupun susu..." ucapku setengah berteriak seraya berjalan kearahnya.
"Lagipula nii-chan, anak kecil sepertimu tidak boleh meminumnya terlalu banyak," sambungku.
"Kau.. kau... berteriak padaku," tukasnya dengan nada terkejut.
"Aku berteriak padamu karena aku mengkhawatirkan mu, nii-chan,"
"Kau khawatir padaku..." ucapnya tertunduk seraya menggosok telapak tangannya ke belakang lehernya.
Ya Tuhan, sebenarnya yang jadi adik disini aku atau dia.
"Tentu saja," balasku tersenyum menatapnya.
"Lagipula semuanya, sisa kopi atau ampasnya bisa kalian gunakan sebagai scrub" sambungku, kualihkan pandanganku pada para Kesatria yang ada disampingku.
"Scrub?" tanya mereka bergantian.
"Scrub yang berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa kulit mati... Apa kau sudah selesai meminumnya?" tanyaku pada seorang Kesatria.
"Sudah, Putri," balasnya.
"Bisakah aku meminjam tanganmu?" ungkapku seraya mengulurkan tanganku ke arahnya.
"Tentu," ucapnya seraya meletakkan tangannya di atas telapak tanganku.
"Kalian bisa melakukannya seperti ini..." tukasku seraya mengambil sedikit ampas kopi dari cangkirnya dan menggosokkan ampas kopi tadi ke tangannya.
"Dengan menggosokkannya seperti ini, sisa kulit mati di tubuh kalian akan hilang. Dan ketika kalian selesai membilasnya dengan air, kulit kalian akan terasa lembut..."
"Putri, kau tidak harus melakukannya," tukasnya berkeringat.
"Kau tidak menyukainya?" ucapku pelan.
"Bukan begitu, Putri. Hanya saja, kau tahu? Aku belum siap untuk mati hari ini," ucapnya pelan seraya dipenuhi keringat di sekujur tubuhnya.
Aahh sial, aura ini... benar-benar membuatku merinding.
"Dan kalian tahu?" tukasku seraya melepaskan tanganku padanya.
"Kalian bisa meminum kopi ini ketika menjalankan tugas patroli. Alkohol yang selalu kalian minum itu sangat buruk untuk kesehatan. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada kalian," ungkapku seraya menatap para Kesatria.
"Putri," ucap mereka bergantian seraya menampakkan wajah terharu menatapku.
Dan tentu saja, semuanya demi untuk mencapai tujuanku.
"Lalu Duke Masashi, bagaimana tanggapanmu? Apa menurutmu strategi kami akan berhasil?" ucapku seraya menatapnya yang masih sibuk menyeruput kopinya yang kesekian.
"Apa kau yakin usiamu tiga tahun?" tukasnya menatapku.
"Jika kau ingin memastikannya, kau bisa langsung bertanya pada Tsubaru."
"Mendominasi ekonomi, penghancuran Kekaisaran, pemberontakan. Heh, aku tidak tahu berapa tahun waktu yang akan kalian butuhkan, tapi yang pasti...."
"Aku akan memimpin pasukan dan strategi yang akan kalian kerahkan," tukasnya seraya tersenyum menatapku.
_____________
"Ayah... Bisakah Sachi tidur bersamamu malam ini?" ucapku seraya menatap Raja sembari menggenggam kuat sendok dan garpu dengan tanganku.
"Eh?" tukas Haruki dan Izumi secara bersamaan.
"Kau? Kau tadi berkata apa?" tukas Izumi seraya meletakkan sendok yang ada di tangannya ke piring.
"Sachi ingin menghabiskan waktu denganmu, Ayah. Sachi ingin dibacakan dongeng olehmu atau dinyanyikan lagu tidur olehmu. Jadi Ayah, bolehkah?" tukasku menatapnya dilengkapi dengan ekspresi memohon andalanku.
"Baiklah. Tsubaru, kau bisa beristirahat malam ini," ucap Raja seraya menatap Tsubaru.
"Eh? baik, Yang Mulia," balas Tsubaru yang masih dipenuhi ekspresi kebingungan di wajahnya.
"Dan kau juga, Satoru," tukas Raja mengalihkan pandangannya pada Satoru.
"Laksanakan, Yang Mulia," ucap Satoru seraya membungkukkan tubuhnya.
"Apa kau sudah selesai makan?" ucap Raja yang kubalas dengan anggukan kepala.
Diraih dan digendongnya aku oleh Raja, berjalan kami keluar dari ruang makan. Selangkah demi selangkah dilangkahkan kedua kakinya, berhenti kami di sebuah pintu kayu besar bercat cokelat yang dipenuhi ukiran-ukiran berbentuk Naga menghiasinya...
Didorong dan dibukanya pintu besar itu, masuk ia membawaku ke dalam ruangan di balik pintu tadi. Tampak sebuah ranjang berukuran besar berlapis emas berdiri kokoh di tengah kamar, di sudut kiri kamar terlihat sofa panjang berwarna biru menghiasinya....
"Lukisan?" ucapku tanpa sadar setelah melihat empat buah lukisan bayi berukuran lumayan besar tergantung di dinding kamarnya.
"Aahh itu..." ucapnya tertahan.
"Itu lukisan kalian berempat ketika bayi," ucapnya seraya menurunkanku dari gendongannya.
Berjalan aku mendekati lukisan-lukisan tadi, seorang bayi bermata biru berambut hitam dengan senyum lebar yang manis tampak terukir disana...
Jadi seperti ini Mari nee-chan ketika bayi.
"Putri Sachi, jika aku katakan Raja sangat menyayangimu. Apa kau akan percaya?" kata-kata Satoru yang ia lontarkan kemarin menusuk ingatanku.
Kugenggam kedua tanganku, kugigit kuat bibirku. Entah kenapa, muncul perasaan marah di hatiku...
Berbalik dan berjalan aku menuju meja yang ada di kamarnya Raja, kuambil kursi yang ada di dekatnya. Kudorong kursi itu mendekati ranjang...
"Duduklah disini, Ayah!" ucapku seraya menepuk-nepuk tanganku di kursi.
Kembali berjalan aku menuju lemari kecil yang ada di samping ranjang, kuambil sebuah guci keramik kecil berwarna putih dengan corak bunga yang terletak di atas lemari. Naik aku keatas ranjang seraya berdiri di belakang Raja yang telah duduk di kursi yang aku tarik tadi.
"Aku akan memijat kepalamu, Ayah," ucapku seraya menuangkan minyak kemiri yang ada di dalam guci dan membalurkannya ke kepala Raja.
"Apa kau menyukai pijatan ku, Ayah?" ucapku lagi sembari terus memijat-mijat kepalanya
"Aku menyukainya, dan terima kasih untuk teh serai yang kau buat kemarin, aku juga menyukainya," jawabnya lembut padaku.
"Ayah, apa kau di dalam? Bolehkah aku masuk?" terdengar suara Haruki dari luar kamar diiringi ketukan pintu.
"Masuklah," ucap Raja.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" ucap Haruki seraya berjalan masuk.
"Memijat kepala, Ayah," ucapku seraya menunjukkan telapak tanganku yang dilumuri minyak.
"Aku juga ingin dipijat kepala nya," ucap Haruki seraya menundukkan kepalanya.
"Baiklah aku akan memijat kepalamu" tukas Raja.
"Eh?" tukasku tertegun seraya menatap Raja.
"Benarkah? Kalau begitu aku akan memijat kepalamu Sa-chan," ucap Haruki seraya berjalan kearah kami.
Naik dan duduk Haruki ke atas ranjang, berbalik dan duduk Raja di belakang Haruki seraya menuangkan minyak kemiri ke tangannya dan membalurkan minyak tadi ke kepalanya Haruki...
"Kemarilah Sa-chan, aku akan memijat kepalamu,".ucapnya sembari menunjukkan telapak tangannya yang sudah dipenuhi minyak seraya tersenyum kearahku...
Apa-apaan ini? Drama keluarga apa lagi ini? Tapi aku juga tidak bisa menolak pijatan kepala ini.
"Ayah, bisakah aku masuk?" ikut terdengar suara Izumi dari balik pintu.
"Masuklah!" tukas Raja kembali.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" ungkap Izumi seraya berjalan masuk.
Oh Tuhan, ini seperti aku mengalami Dejavu.
"Kalian bersenang-senang tanpaku," ucap Izumi seraya menundukkan kepalanya.
Aahhh sialan, mereka benar-benar membuatku kesal.
"Kemarilah nii-chan, aku akan memijat kepalamu," ucapku seraya tersenyum ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 631 Episodes
Comments
im3ld4
wakakakakak jadi berasa liat pemandangan dikampung bapak gw
2022-08-14
0
ciplut
ya allah thor, suka bget, trharu, mewek trz q ni
2021-11-10
0
Oi Min
Jadi..... Mereka akan tidur ber 4..... Aq sdah curiga.... Pasti kedua kakak laki2 Sachi nyusul
2021-07-25
0