"Putri, perhatikan aku!" ucap Tsubaru yang sudah berdiri di samping dengan sebuah anak panah yang siap meluncur.
"Kau harus memposisikan kakimu sama lebarnya dengan bahumu, Putri," sambungnya sambil melirik ke arahku lagi.
"Aku sudah mencobanya, tapi anak panahku tidak ada yang mendekati target," ucapku seraya menatap lubang-lubang kecil di tanah akibat panah yang aku lontarkan.
Tsubaru menghela napasnya menatapku, dia berbalik seraya meletakkan busur panahnya ke tanah lalu berjalan dan berdiri di belakangku.
"Masalah dasarnya, kau masih belum punya cukup kekuatan. Cobalah tarik busur panahnya dengan kuat lalu tahan. Dari sana, ini hanya tentang bagaimana kau merasakannya, tarik dan tahan napasmu, fokus hanya pada targetmu, lalu lepaskan," ucap Tsubaru sembari memberikan arahan dari arah belakangku.
"Jaraknya semakin jauh dari panah yang kau tembakkan sebelumnya, Putri," tukasnya kembali sambil mengambil anak panahku yang tertancap di tanah.
"Ahli panah yang sesungguhnya, bisa menembak target mereka dengan mata tertutup. Cobalah untuk tidak terpengaruh dengan apa yang kau lihat. Lagi pula untuk sekarang, kita hanya harus fokus meningkatkan kekuatan lenganmu terlebih dahulu, itulah kenapa Pangeran Haruki memintamu menembakkan seratus anak panah dalam sehari-"
"Kau tahu, Putri? Ketika mereka berumur yang sama denganmu, mereka sudah belajar menembakkan dua ratus anak panah dalam sehari," ucap Tsubaru dengan kembali berjalan ke arahku, lama dia menatap Haruki dan Izumi yang tengah bertarung satu sama lain.
"Dan Putri, Apa kau yakin ingin melakukannya?" ungkapnya lagi yang kubalas dengan anggukan kepala.
"Apa kau bisa membunuh sesuatu yang bernyawa, Putri?" tukas Tsubaru berlutut sembari menatapku.
"Kau tidak perlu memaksakan dirimu. Aku akan melindungimu dengan nyawaku, Putri," ucapnya kembali seraya tertunduk.
"Aku tidak mau ada yang kehilangan nyawanya hanya untuk melindungiku, tidak itu Tsubaru, kakak-kakakku maupun Ayah. Aku ingin berjuang bersama kalian, bukan untuk selalu dilindungi kalian. Aku juga sangat ingin melindungi Pelayan yang sudah seperti kakakku sendiri," ucapku tersenyum sambil menyentuh kepalanya.
"Maaf Putri, bisakah kau memberikanku waktu sebentar!" Tsubaru menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Aku masih memperhatikannya yang tengah menarik napas panjang lalu mengembuskannya kembali.
"Putri yang aku besarkan tiba-tiba sudah menjadi dewasa. Aku tidak tahu harus merasakan bahagia atau sedih," ucapnya seraya menatapku dengan matanya yang sedikit memerah.
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
Aku masih terdiam sambil menatap Tsubaru yang beranjak berdiri. "Yang Mulia," ucap Tsubaru, Tsutomu dan Tatsuya secara bersamaan.
"Latihan," saut Haruki dan Izumi bersamaan menimpali perkataan mereka.
"Belajar memanah," ucapku juga seraya berbalik menatap Raja yang berjalan mendekat.
Aku tertegun saat dia berhenti di depanku. "Ikuti aku!" perintahnya dengan mengambil busur panah yang aku pegang. Dia memberikan busur panah tersebut pada Tsubaru, lalu berjalan dengan menggendongku menjauh dari tempat pelatihan.
"Apa kalian sudah mengisi perut kalian?" Raja bertanya seraya melihat ke arah Haruki dan Izumi yang berjalan di samping kanan dan kirinya.
"Belum, Ayah," jawab mereka bersamaan.
Raja balik menatapku, sambil mengarahkan pandangannya ke telapak tanganku yang memar dan lecet akibat belajar memanah tadi. Sebuah ekspresi yang tak pernah aku lihat sebelumnya terukir di wajahnya. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak digendong olehmu, Ayah," ucapku sambil memeluk dengan membenamkan wajahku di pundaknya.
Aahhh, jadi seperti ini rasanya dikhawatirkan oleh seorang Ayah.
__________
"Maaf Yang Mulia, Duke Masashi menunggumu di luar," ucap seorang pengawal yang membuka pintu lalu membungkuk ke arah kami.
"Suruh dia masuk!" pinta Raja sembari menyeruput cangkir berisi teh di tangannya.
Aku kembali melirik ke arah pintu, saat bayangan seorang laki-laki masuk ke dalam ruangan. "Salam, Yang Mulia," ucap Duke Masashi, memberikan salam sambil membungkuk.
"Duduklah!" perintah Raja sambil melirik ke kursi yang ada di sampingnya.
Duke Masashi berjalan mengikuti apa yang Raja perintahkan, "apa aku mengganggu waktu makan berharga keluarga kalian?" tanyanya seraya menghentikan langkah lalu duduk di samping Raja.
Raja bergeming sambil tetap memakan puding yang resepnya sudah aku berikan ke koki Istana, "tidak juga," jawab Raja sambil meraih kembali potongan puding tersebut dengan sendok di tangannya.
"Aku baru pertama kali melihatnya," saut Duke Masashi menatap puding yang ada di hadapan Raja.
"Apa kau ingin mencobanya, Duke?" tanyaku yang tersenyum sambil menyodorkan puding punyaku padanya.
"Apa ini, Putri?"
"Itu Puding, Sachi yang mengajari kami cara membuatnya," ucap Izumi yang menjawab pertanyaan Duke Masashi sambil meneguk smoothies di cangkirnya.
"Ini manis ... Dan juga enak," Duke Masashi sedikit tertegun setelah memakan Puding yang aku berikan.
"Permisi, Yang Mulia, ini Tsubaru!"
Aku kembali melirik ke arah pintu, saat suara Tsubaru terdengar dari luar. "Salam, Yang Mulia," ucapnya, Tsubaru masuk ke dalam ruangan seraya membungkukan tubuhnya ke arah kami.
"Putri, semuanya sudah siap," tukas Tsubaru dengan melemparkan pandangannya padaku.
"Benarkah? Kalau begitu, kami permisi dulu Yang Mulia," ucapku seraya turun dari kursi lalu berjalan ke arah Tsubaru.
"Kami juga permisi, Yang Mulia. Ayo Tatsuya!" ungkap Haruki yang turut mengikuti langkahku.
"Kalian mau ke mana?"
Aku mengalihkan pandangan ke arah Izumi yang masih mengunyah makanan di kursinya, "apa aku tidak memberitahukanmu, nii-chan? Hari ini kami akan melakukan proses akhir kopi."
"Kau tidak memberitahuku, kalau begitu aku ikut," saut Izumi sambil melompat turun dari kursi lalu berjalan ke arahku.
___________
Kami berjalan dengan Raja dan Duke Masashi yang mengiringi menuju tempat di mana kami menjemur kopi sebelumnya. Aku sedikit mempercepat langkah saat Shouta dan beberapa Kesatria yang lain telah menunggu kami dengan sebuah keranjang terbuat dari bambu.
"Yang Mulia," ucap mereka serempak seraya membungkukan tubuh ke arah Raja.
Mereka kembali beranjak berdiri dengan tegap. "Apa yang harus kami lakukan, Putri?" tanya Shouta menatapku.
Aku berjalan mendekati hamparan biji kopi yang masih dijemur, "kita kupas kulit ari pada biji kopi dengan cara seperti ini," perintahku sambil meraih biji kopi yang telah dijemur lalu menekannya dengan jari hingga kulit tipis berwarna putih yang menyelimuti biji kopi terlepas.
"Kalian harus hati-hati supaya biji kopinya tidak pecah!"
"Baik Putri," jawab mereka serempak menanggapi perintahku.
Satu per satu biji kopi telah terlepas dari kulit arinya, aku turut mengalihkan pandangan ke arah Haruki, Izumi, Duke Masashi dan bahkan Raja yang ikut membantu. Sedangkan Tsubaru dan Tatsuya sendiri aku pinta untuk membuat api yang akan aku gunakan untuk menyangrai biji kopi.
Andai sudah ada mesin-mesin modern, mungkin kami tidak perlu menghabiskan waktu selama ini.
"Semuanya sudah selesai, Sa-chan. Apa langkah berikutnya?" tukas Haruki yang sedikit tertunduk dengan mengusap keningnya.
"Kita sangrai biji kopinya hingga cokelat kehitaman. Atau kita juga bisa untuk tidak menyangrainya agar mendapatkan Green Bean yang bagus untuk diet," tukasku menatap mereka bergantian.
"Diet?" jawab mereka sambil saling tatap antara satu sama lainnya.
"Seperti untuk membantu proses pembentukan tubuh."
"Lagi pula, yang harus kita lakukan sekarang ialah menyangrai biji-biji kopi itu dahulu!" sambungku kembali menatap mereka.
Shouta mengangguk lalu mengajak beberapa Kesatria yang lain untuk menyangrai biji kopi tersebut menggunakan api yang sudah dibuat sebelumnya oleh Tsubaru dan juga Tatsuya. Setelah selesai, aku kembali meminta mereka menumbuk biji kopi tadi menggunakan penumbuk kayu besar yang aku pinta pada Haruki beberapa hari sebelumnya.
"Apa air panasnya sudah siap?"
"Sudah, Putri. Airnya sudah masak," saut Tatsuya yang mendengarkan perintahku untuk membantu memasak air.
"Aku mengangguk sambil membuang kembali pandangan ke arah yang lain, "kalian bisa mengambil satu atau dua sendok bubuk kopi lalu mencampurkannya dengan air panas. Jika kalian rasa kopinya terlalu pahit, kalian bisa menambahkannya dengan gula maupun susu yang sudah Tsubaru siapkan," ucapku sembari menuangkan satu sendok kopi dan satu setengah sendok gula ke dalam cangkir yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka.
Aku berjalan mendekati Tatsuya sambil memintanya untuk menuangkan air panas ke dalam cangkir berisi kopi yang ada di tanganku. Aku kembali berjalan dengan sangat hati-hati ke arah Raja sambil memberikan secangkir kopi yang telah kami buat kepadanya.
"Ambil ini, Ayah. Kau akan jadi orang pertama yang mencicipinya," ucapku dengan tersenyum tersenyum menatapnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 631 Episodes
Comments
🇲🇨⃠Ririn zahra 🍁
Penemuan awal mula minuman kopi. 🥺 Langsung mengingatkan aku, pada novel fantasi yang paling pertama aku baca di NT. 🤧 I like.
2021-06-08
3
Marini
😀
2021-04-27
0
Putrakelana
2053
2021-02-22
0