"Putri Sachi, kau baik-baik saja?" tanya pelayan itu seraya menepuk-nepuk pelan pipiku.
Pikiranku kosong, otakku seakan tak berjalan saat ini.
Peraturan kerajaan macam apa itu? Itu tidak masuk akal, dunia ini tidak masuk akal. Kehidupanku yang berharga berada di tangan seorang baajingan tak dikenal yang akan menjadi calon suamiku?
Haruskah kulenyapkan calon suamiku terlebih dahulu untuk bertahan hidup? Aku kurang beruntung di kehidupan lamaku, kenapa juga ketidakberuntungan itu mengikutiku di kehidupanku yang sekarang?
'Sachi' itu berarti kebahagiaan, bukan? Tapi hidupku jauh dari kata bahagia. Aku berharap, aku terlahir sebagai laki-laki.
"Tunggu di sini sebentar, Putri. Aku akan segera membawakan susu untukmu," ucapnya seraya membaringkan tubuhku ke kasur.
Tsubaru, kah? Aku tidak sengaja mendengar namanya ketika pelayan kakakku berbicara dengannya. Dia juga berada di posisi sulit sama sepertiku, baiklah Tsubaru kau akan jadi target pertamaku. Bersiap-siaplah Tsubaru, aku akan mendapatkan hatimu.
“Putri, waktunya makan," ucapnya kembali muncul, dia menggendongku menuju sofa kulit berwarna cokelat. Sambil menyuapiku, sesendok demi sesendok susu dari dalam mangkuk yang ia pegang.
Di zaman ini, dot bayi masih belum tercipta. Bukankah ini bagus? Dengan kepintaranku, aku akan menciptakan berbagai macam benda lalu menjualnya dengan harga yang mahal, dengan begitu aku bisa melarikan diri dari kerajaan ini tanpa takut kelaparan.
Kau pandai sekali Sakura, dengan begitu hidupmu akan terselamatkan.
“Putri, kau terlihat bahagia sekali hari ini. Tapi berhenti tertawa, ini sudah waktunya untukmu tidur."
Tsubaru berdiri menggendongku, ditepuk-tepuknya punggungku pelan. Ikut terdengar sebuah lagu tidur keluar dari bibirnya. Aku tidak tahu kalau menjadi seorang bayi akan senikmat ini, pelukannya pun terasa hangat sekali.
Tsubaru, aku berjanji akan melindungimu.
______
“Putri, waktunya bangun,” suara Tsubaru terus menerus mengetuk telingaku.
“Lima menit lagi Tsubaru, bangunkan aku lima menit lagi," ucapku sambil tetap memejamkan mata.
“Lima menit?” tanyanya heran.
“Hitung sampai tiga ratus, baru aku akan bangun," jawabku malas menimpali perkataannya.
“Hari ini ulang tahunmu yang ketiga, Putri Sachi. Sesuai tradisi, kau harus pergi makan malam bersama dengan Raja dan para Pangeran. Ini kali pertama kau akan bertemu dengan mereka, kau tidak akan membuat mereka menunggu, bukan? Atau, kepala kita berdua yang jadi taruhannya."
Dingin, dalam sekejap udara hangat di dalam kamar menurun drastis. Tsubaru menjadi menyeramkan sekali kalau sudah dalam tahap ini. Tiga tahun sudah aku berusaha mengambil hatinya tapi belum membuahkan hasil, empat belas tahun lagi dan kami akan kehilangan kepala kami.
Di dunia ini, perempuan sama sekali tak dihargai bahkan lebih buruk dari budak. Jika kau terlahir di keluarga bangsawan maka kau akan sedikit beruntung karena terhindar dari penindasan saat kau masih belum menginjak umur tujuh belas tahun.
Setiap tahun banyak perempuan yang dieksekusi, para laki-laki seakan-akan tak membutuhkan perempuan hidup di dunia ini. Mereka sama sekali tak berpikir panjang, bukankah tanpa perempuan mereka akan musnah, memangnya mereka bisa melahirkan anak?
Raja sendiri tidak mempunyai seorang Ratu, semua ibu kami berasal dari wanita-wanita penghibur yang akan dieksekusi saat tugasnya melahirkan kami selesai. Ya, kalian benar, aku dan kakak-kakakku berbeda ibu. Bahkan Tsubaru, membiarkan calon istrinya dieksekusi karena ia ingin mengabdikan dirinya pada kerajaan. Dan aku sendiri, terjebak pada pria-pria berdarah dingin di sini.
Sejauh mata memandang, kau tidak akan menemukan perempuan di istana ini. Semua tugas dilakukan oleh laki-laki, entah itu memasak, beres-beres dan lain sebagainya.
Aku memang seorang putri, tapi hanya sebatas gelar. Semua orang di istana tidak akan mendengarkan perkataanku, mereka hanya mendengarkan perintah Raja dan para pangeran. Beruntung Tsubaru punya kedudukan yang cukup tinggi, setidaknya kehidupanku sebagai seorang anak kecil terpenuhi.
“Putri, air mandinya sudah siap," ucapnya sembari berjalan ke arahku.
“Tunggu Tsubaru! Aku bisa mandi sendiri," ucapku seraya menggerakkan kedua tanganku ke depan.
“Aku sudah besar kau tahu, Putri Sachi-mu ini sudah dewasa."
“Benarkah?”
“Aku serius."
Tsubaru menghela napasnya, “baiklah, perkataanmu adalah perintah mutlak untukku, Putri," ucapnya diiringi senyum dingin menusuk yang mengarah padaku.
Aku masuk ke dalam kamar mandi, kurebahkan tubuhku ke dalam bak mandi yang sudah terisi penuh air. Air hangat memenuhi tubuhku, wangi bunga mawar yang ditebar di dalam bak mandi, benar-benar memanjakan hidung.
Aku ingin sekali keramas, haruskah aku membuat shampo terlebih dahulu? Tapi aku belum menemukan bahan-bahannya di istana. Keramas di zaman ini hanya berfungsi menghilangkan bau apek pada rambut tapi tidak melembutkan, menghaluskan, dan mengkilapkan rambut. Aahh, aku rindu rambut di kehidupan lamaku.
_____________
Gaun berwarna biru muda lengkap dengan pita rambut yang senada menempel di tubuhku, Tsubaru lah yang bertugas mendandaniku. Tak ada yang tidak bisa dilakukannya-
Pelayan pribadiku menakjubkan, bukan?
Kami berjalan menyusuri lorong istana, dengan pelan Tsubaru menuntunku, langkah kakinya tampak seirama dengan langkah kakiku. Langkah kaki kami berhenti di sebuah pintu besar dengan dua pengawal yang berdiri di depannya, didorongnya pintu itu oleh kedua pengawal tersebut. Tampak di dalamnya terlihat seorang laki-laki paruh baya dan dua orang anak kecil laki-laki yang duduk lengkap dengan para pelayan berdiri di samping mereka.
Aku tahu, aku tidak akan mengecewakanmu Tsubaru, aku masih tidak ingin berpisah dengan kepalaku.
Tubuhku gemetar, kutarik napas dalam-dalam, saat Tsubaru kembali tersenyum ke arahku. Aku berjalan dengan pasti ke arah mereka, kuangkat sedikit gaunku lalu membungkukkan badan seraya memberikan hormat.
“Salam, Yang Mulia,” ucapku memberi hormat pada mereka.
“Duduklah!" perintahnya tanpa ekspresi sedikit pun di wajahnya.
"Ya Tuhan aku takut sekali, aku tidak bisa melihat apa-apa dari wajahnya, aku tidak bisa memutuskan dia akan membunuhku atau tidak sekarang," bisikku pelan seraya menahan keringat dingin di telapak tanganku
Pangeran Haruki, kakak tertuaku, dari luar seperti seseorang yang tidak ada semangat hidup tapi otaknya sangat cerdas, soal bertarung dengan pedang bahkan Tsubaru pun tak bisa mengalahkannya.
Dan Pangeran Izumi, kakak keduaku, terlihat seperti baajingan nakal, tapi ia kuat bahkan diakui oleh para Kesatria di istana. Belum lagi dengan para pelayan mereka masing-masing, para pelayan yang melayani anggota kerajaan mempunyai kekuatan bertarung di atas Kesatria lain. Aku dan Tsubaru sudah pasti akan mati dalam sekejap kalau aku membuat kesalahan sekecil apa pun.
“Kau tidak ingin memakannya?” tanya Pangeran Haruki dengan tatapan mata mencekik.
“Aku akan memakannya,” jawabku dengan tangan gemetar meraih sendok.
“Oi Tupai, lalu apa hadiah yang kau inginkan dariku?”
Aku mengangkat kepala, menatapi Pangeran Izumi yabg tiba-tiba bersuara, “Tupai? hadiah?” tanyaku bingung menimpali perkataannya.
“Sesuai tradisi, saat anak perempuan menginjak usia tiga tahun, dia akan mendapatkan hadiah yang diinginkannya dari ayah dan saudara laki-lakinya,” ucap Raja menjawab pertanyaanku.
“Kalau begitu, bisakah aku tinggal di istana ini Yang Mulia? Istana Bunga tempatku tinggal terlalu jauh dari sini. Aku hanya ingin berada di dekat ayah dan kedua kakakku sebelum aku menikah nanti."
“Aku sering mendengar kehebatan kalian dari para pelayan, kesatria, dan para penghuni di istana. Rasanya menyakitkan, mengagumi kalian tapi tidak bisa melihat kalian secara langsung. Maka dari itu Yang Mulia, jika kau berkenan-"
“Baiklah, aku akan mengabulkannya." Dia memotong perkataanku sambil tetap mempertahankan wajah datarnya.
“Terima kasih, Yang Mulia," jawabku dengan tersenyum lebar padanya.
“Lalu, hadiah apa yang kau inginkan dariku Tupai?”
Berandalan kecil, seenaknya saja dia memanggilku Tupai.
“Bertemu dan melihatmu seperti ini adalah hadiah terbesar yang kau berikan padaku, Pangeran Izumi.”
“Benarkah?” sahutnya dengan wajah memerah.
Aku menganggukkan kepala sambil berusaha tersenyum palsu menatapnya, "terima kasih, kakak," ungkapku dengan kembali tersenyum padanya.
"Terima kasihmu kuterima,” timpalnya, kali ini dengan wajah lebih merah diiringi suara tawa yang keras keluar darinya.
__________________
Tsubaru menggendongku kembali ke istana kecil tempat kami tinggal, tubuhku masih gemetar kala mengingat kejadian tadi.
Tinggal di Istana inti adalah kesempatan yang besar, untung saja Raja mengabulkan permintaanku. Kalau aku berada jauh dari istana inti, kemungkinan untukku merebut hati mereka akan nihil. Bagaimana pun juga, aku dan Tsubaru harus bertahan hidup selama mungkin.
“Tsubaru!”
“Ada apa, Putri?” ucapnya menjawab perkataanku.
“Kau masih belum memberikanku hadiah?”
“Hadiah?”
“Kau adalah keluargaku, bagaimana pun Tsubaru adalah keluargaku. Jadi, aku juga menginginkan hadiah dari Tsubaru,” ucapku yang dibalas dengan tatapan matanya yang terlihat tampak terkejut.
“Hadiah apa yang kau inginkan dari Pelayan rendah sepertiku, Putri?”
“Tetaplah bersamaku, Tsubaru. Kau dilarang meninggalkanku tanpa izin dariku," ucapku seraya memejamkan mata yang sudah lelah menahan kantuk.
“Perkataanmu adalah perintah mutlak untukku, Putri Sachi," balasnya berbisik dengan sangat pelan di telingaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 631 Episodes
Comments
im3ld4
Tsubaru.. sodarànya Tsubasa
2022-08-14
0
Ayunda Abdullah
kok aku ngakak ya baca di akhir🤣🤣🤣🤣
2022-06-08
0
Aprilia Amanda
shamponya merk apaan?😂
2022-06-03
0