"A Jati, eta mobil Aa?" tanya Deva ketika di depan rumahnya ada mobil yang sudah jelas mobil mahal.
"Bukan, Aa cuma pinjam, abis kasihan Teh Qara, kalau diantar pake motor susah."
Qara mendengar jawaban Jati hanya memuji dalam hatinya, yang mana itu tandanya Jati tidak sombong dan gila pujian. Bahkan dia bilang pinjam.
"Nih, buat Abah, Deva sama Diki, tadi A Jati belikan." Qara mengulurkan pecel ayam, dan martabak yang sengaja dibelikan oleh Jati untuk anggota keluarga Qara.
"Alhamdulillah, terima kasih A." Deva antusias menerima makanan yang dibelikan untuk keluarganya.
"Abah ke mana De?" tanya Jati yang tumben di rumah tidak ada abahnya.
"Tadi ke masjid, tapi belum pulang paling lagi ngobrol dengan tetangga." Deva dan Diki pun langsung menikmati makanan yang Jati bawa dengan lahap.
"A Jati mau langsung pulang kan? Maaf kalau kesanya Qara ngusir A Jati, tapi jujur deh nggak enak banget sama tetangga tiba-tiba ada yang main ke rumah bawa mobil. Di sini masih jarang A yang punya mobil jadi nggak enak kalau nanti bakal jadi omongan mereka." Dengan suara lirih Qara menyampaikan apa yang dia takutkan. Bahkan sejak tadi ke dua matanya memindai dengan awas takut ada tetangga yang kepo. Meskipun tanpa bisa dihindari pasti banyak tetangganya yang pada kepo.
"Ya udah, kalau gitu nanti salam saja untuk Abah yah. Ingat jangan sampai nyerah, kita berjuang bersama," bisik Jati sebelum ia beranjak berdiri dan pamitan dengan calon adik iparnya.
"Iya, kalau gitu A Jati hati-hati yah. Nanti kalau sudah sampai rumah kasih kabar."
Jati pun hanya memberikan senyum terbaiknya. Dan ia langsung kembali pulang, sesuai dengan yang dikatakan oleh Iren, Jati pun memilih langsung pulang ke rumah orang tuanya. Meskipun Jati kangen dengan teman-teman satu tongkrongannya, tetapi demi perjuanganya satu tahu ini, Jati pun harus bisa bersikap baik dan mendapatkan izin dari ke dua orang tuanya untuk menikah.
"Tadi Jati yang bawa mobil Ra?" tanya Abah yang baru datang dari masjid dan Jati baru saja pergi bahkan belum jauh.
"Abah, kaget ih." Qara mengelus dadanya yang terkejut karena abahnya yang datang tiba-tiba. Padahal mah bukan abahnya yang datang tiba-tiba tetapi Qara yang terlalu bahagia sampai tidak sadar abahnya sudah ada di belakangnya cukup lama.
"Ngelamun bae sih." Abah memilih duduk di bale.
"Gimana tadi orang tua Jati? Abah lihat kalau dari penampilan, dan kendaraan kayaknya Jati anak orang kaya Ra, apa mereka tidak keberatan dapat calon mantu dari keluarga sederhana?" tanya Abah dengan suara lirih dan pandanganya lurus menatap langit yang banyak ditaburi bintang.
Qara pun langsung menghirup nafas dalam, ketika mendengar pertanyaan dari abahnya. Wanita berhijab itu pun memilih duduk tidak jauh dari abah. Dalam hati Qara ia ingin sekali berkata jujur dengan hubunganya dan juga sikap orang tua Jati, tetapi Qara tahu ia tidak bisa terus terang dengan abahnya yang dengan kata lain ia akan membuat papahnya berkecil hati karena dari segi materi tidak seberuntung orang lain.
"Iya Bah, A Jati anak orang kaya rumahnya aja gedong, tingkat tiga. Tapi nggak membedakan Tia, dan masalah nikah orang tua A Jati pengin satu tahun ini A Jati fokus kerja dan mengumpulkan uang agar bisa nikahi Qara sudah punya tabungan sendiri, dan Qara sih tidak keberatan dengan usul mereka. Soalnya Qara juga pengin matangin diri juga."
Qara berbicara dengan menunduk, tidak berani wanita itu berkata jujur dengan apa yang terjadi dalam pertemuanya kali ini.
"Alhamdulillah kalau gitu, Abah senang dengarnya. Abah takut kalau nanti keluarga Jati akan merendahkan kita yang tidak terlahir dari orang yang kaya raya itu.
Qara hanya mengulas senyum masam mendengar ucapan abahnya. Karena dari pandangan Qara papahnya Jati memang tidak suka dengan dirinya. Yah, bisa dibilang karena ia tidak kaya.
Bersambung....
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments