"Pah, Papah kenapa sih, kelihatannya tidak suka dengan Qara, padahal menurut Mamah dia anak yang baik loh, kenapa Papah nunjukinya wajah nggak suka gitu, kasihan kan Qara kelihatan tidak nyaman." Iren duduk kali ini berhadapan dengan suaminya.
"Biarkan saja, siapa suruh masih kecil udah pada pengin nikah, apalagi mereka berdua tidak punya bekal untuk memulai rumah tangga terutama Jati, mau dikasih makan apa anak istrinya nanti. Sampai kapan dia akan numpang hidup dengan orang tua terus," balas Thomy dengan kaki saling bersilang dan juga tubuh disandarkan ke sandaran sova dengan tangan saling bersilang di dadanya.
"Kan Jati sudah janji kalau dia bakal bantu perusahaan kita, waktu satu tahu Mamah rasa cukup untuk Jati belajar untuk memimpin perusahaan kita, dan dia bisa mendapatkan pendapatan tentu dari kerjanya."
Iren tidak mau suaminya terus berpikir buruk dengan anaknya sendiri, bagaimana Jati akan maju dan mandiri kalau selalu direndahkan terus oleh suaminya, itu pikiran Iren.
"Mamah lupa dia saja sekolah menengah atas tidak lulus, lalu apa yang diharapkan dari anak yang bahkan sekolah saja tidak lulus, dia mungkin bisa bekerja, tetapi tidak bisa mengembangkan perusahaan. Papah tidak setuju mereka menikah, apalagi Mamah lihat saja calon istriya hanya orang miskin yang akan numpang hidup sama kita."
Mendengar ucapan suaminya, Iren pun langsung mengangkat wajahnya.
"Kenapa Papah jadi kaya gini sih, apa Papah tidak ingat kita dulunya juga bukan orang yang langsung berhasil kaya, bahkan Mamah juga berangkat dari orang miskin, apa itu berati Papah keberatan menghidupi keluarga Mamah."
"Jangan samakan dengan kehidupan kita Mah, kita sama-sama bekerja dengan keras sampai seperti ini sedangkan Mamah tadi dengar kan kalau Jati ingin wanita itu hanya tinggal di rumah yang artinya dia hanya akan menumpang hidup pada keluarga kita, Papah tidak suka."
Iren menelan salivanya kasar. "Terus rencana Papah apa, kalau memang mereka bisa membuktikan dalam satu tahu ini bisa menjadi orang yang pantas untuk berumah tangga kalau Mamah rasa tidak masalah."
"Usia dua puluh tahu bisa apa sih, mereka itu masih cinta-cinta monyet. Papah ingin Jati mengembangkan diri sendiri, menikah nanti saja kalau sudah umur kepala tiga, sudah punya perusahaan sendiri atau mungkin usaha sendiri sehingga tidak tergantung sama kita."
Iren langsung mengangkat wajahnya. "Itu tandanya Papah tidak akan menikahkan Jati kalau sampai anak kita berhasil membuktikan apa yang kita inginkan dalam satu tahu ini?" tanya Iren cukup terkejut, mendengar jawaban sang suami. "Kasihan Jati Pah, pasti nanti dia akan marah dan kesal pada kita."
"Kita pikirkan sambil jalan bagaimana caranya agar Jati tidak lagi memikirkan wanita itu dan ingin menikah muda. Sekarang kita makan saja dulu.
******
Di tempat lain.
"Kita mau makan apa?" tanya Jati ketika sudah masuk ke deretan tempat yang jual makan pinggir jalan yang cukup ramai.
"Terserah A Jati aja, Qara makan apa aja masuk kok."
"Mau pecel lele atau makanan yang lain? Pilih aja yuk turun."
"Pecel ayam aja, Qara kurang suka dengan lele." Setelah mutar-mutar cari makanan yang ingin dimakan akhirnya mereka mampir ke tenda yang menjual pecel ayam.
"Mau ayam atau bebek tuh ada bebek juga."
"Ayam saja." Tidak menunggu lama dua porsi pecel ayam pun datang lengkap dengan lalap dan sambalnya.
"Ngomong-ngomong Deva, Abah sama Diki sukanya lele, bebek, ayam atau apa?" tanya Jati tidak enak masa mengantarkan Qara pulang tidak membawakan buah tangan, sebagai calon menantu dan ipar yang baik harus pandai mengambil hatinya. Salah satunya harus pandai bawa sogokan.
Qara mengangkat majahnya, warung tenda yang mereka pilih memang banyak pengunjungnya sehingga Qara kurang nyaman, dia adalah orang yang cukup introvert sehingga ketika berkerumun dengan orang banyak wanita itu lebih banyak menunduk.
"Tidak usah A, mereka juga pasti udah tidur," balas Qara, yang sebenarnya tidak enak karena Jati sudah terlalu baik pada keluarganya.
"Ayam aja gimana samakan dengan yang kamu makan. Kamu tenang saja Ra, apa yang aku belikan untuk kamu pakai uang pribadiku bukan pemberian orang tuaku jadi kamu jangan tolak. Kalau tolak aku akan sangat kecewa."
Mendengar ucapan Jati, Qara pun hanya mengangguk sebagai jawabanya.
"Kamu makan yang banyak, dan kalau kurang nambah, tenang saja aku masih bisa bayar kalau mau nambah."
Qara hanya membalas dengan seulas senyum setelah hampir satu jam di warung makan dengan ngobrol-ngobrol ringan akhirnya mereka pun lanjutkan perjalanan tentu Jati menambah membeli martabat untuk calon adik iparnya yang usil siapa lagi kalau bukan Deva.
"Kenapa sih, aku perhatikan kamu itu dari tadi banyak bengongnya? Apa kamu masih kepikiran ucapan Papah dan Mamah?" tanya Jati. Pasalnya dari tadi Qara hanya melihat ke luar jendela menatap pengguna jalan.
Mendengar Jati mengajaknya berbicara Qara pun mengalihkan pandanganya ke laki-laki yang sedang fokus dengan kemudinya.
"Tidak bukan dengan papah dan mamah kamu. Qara hanya tidak enak dengan tetangga kalau nanti Qara pulang di antarkan dengan mobil, pasti bakal ada omongan yang tidak-tidak."
Jati justru tertawa cukup renyah dengan ucapan Qara. "Astaga Qara, aku pikir kamu mikirkan omongan Papah ternyata memikirkan omongan tetangga yang belum pasti. Diam kan saja sih. Lagian aku bingung mau antar kamu pakai apa, aku nggak ada motor metic, ada punya satpam dan ART kan nggak enak kalau pinjam."
"Omongan tetangga itu juga bikin kesal A."
"Tapi kamu tandanya tidak kepikiran omongan papah kan?" tanya Jati, ia ingin Qara itu jujur dengan perasaanya bukan menutupi apa pun itu.
"Jujur, Qara juga ada kepikiran omongan papah kamu, bohong kalau Qara tidak kecewa dengan omongan papah kamu, tetapi Qara ambil sisi positifnya, mungkin papah kamu ingin kamu benar-benar mandiri dan tidak labil untuk menentukan pilihan. Apalagi ini menyangkut masa depan banyak yang harus dipikirkan dengan matang. Qara anggap ucapan papah kamu sebagai waktu kita untuk berpikir ulang agar tidak ada penyesalan di kemudian hari."
Qara mencoba memberikan senyum terbaiknya, ia tidak mau kalau Jati berpikir kalau dirinya masih sedih dengan ucapan papahnya.
"Tapi aku mohon banget yah Ra, kamu jangan sampai nyerah apapun yang terjadi dengan aku dan Papah nanti kamu jangan pernah mundur dan meninggalkan aku. Beri aku waktu satu tahun untuk membuktikan pada Papah dan aku juga akan buktikan pada kamu kalau aku adalah orang yang pantas menjadi imam kamu."
Hati Qara langsung sejuk mendengar ucapan Jati. Aku akan tunggu sampai satu tahu, dan aku berharap kamu memang serius dengan ucapan ini dan tidak berubah pikiran."
"Aku serius Ra bahkan sangat serius. Aku akan buktikan pada kamu kalau aku tidak pernah bermain dengan ucapanku, aku hanya minta sampai aku berhasil buktikan pada Papah dan kamu jangan pernah menyerah. Andai Papah meminta kamu menyerah dan meninggalkan aku, aku mohon jangan mau, tetap tunggu aku. Jangan patahkan harapan aku."
Qara kembali mengulas senyum, hatinya sangat senang karena ia baru merasakan dicintai sebegitu dalam oleh Jati bahkan tidak memandang dia berasal dari keluarga kaya atau miskin. Jati benar-benar bisa menerima dirinya dengan sangat baik.
"Iya aku janji akan tetap nunggu sampai kamu datang ke Abah dengan keberhasilan kamu."
"Terima kasih Ra, kamu sudah berikan aku kepercayaan, aku tidak akan kecewakan kamu."
Bersambung...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Sebenarnya ak kecewa atas ucapan papahnya Jati yng nntnya akan mengingkari perjanjian sm Jati,,,,smoga saja dngn berjalannya wkt niat papahnya berubah 😌😌
2023-06-23
0
Mimik Pribadi
Lanjuut,,,,
2023-06-23
0