Jati beberapa kali mengedarkan pandanganya ke jalanan yang sepi. "Gila nih jalanan apa kuburan sepi bener," gerutu Jati. Mungkin laki-laki itu sudah ada satu jam berdiri di pinggir jalan, tetapi belum ada yang mau bantu, jangan bantu baru melambai minta tolong orang-orang malah pada makin tancap gas.
Memang beberapa kali ada pengendara motor yang melintas, tetapi hanya hitungan jari. Udah itu jalanya kaya kilat cepat banget setiap Jati mencoba menghentikan kendaraan yang lewat tidak ada yang mau berhenti.
"Apa gue seserem itu, sampai beberapa kali menghentikan motor tidak juga ada yang mau berhenti," umpat Jati setelah ia mencoba meminta bantuan pada pengendara jalan yang lewat, sama seperti sebelumnya kalau pengendara motor itu tidak juga berhenti. Malah menarik gas lebih kencang.
"Apa ini yang dinamakan kualat, gara-gara gue membuat kecewa orang tua," gumam Jati lagi. "Ah, tapi bukanya gue nggak kenal kata kualat. Yah, kalau mau kualat pastinya udah sejak dulu-dulu. Kan gue ngelawan ke bokap sama nyokap bukan sekarang-sekarang ajah, udah dari jaman baheula." Laki-laki itu kembali mengedarkan pandanganya kali aja ada yang bisa dimintai tolong.
Pandangan Jati pun langsung tertuju pada lampu remang-remang yang jalan dengan pelan ke arahnya yang tengah berdiri. Ia terus menatap sinar lampu itu untuk memastikan kira-kira cahaya apa yang di tengah jalan yang sepi dan sudah malam pula berjalan seperti seorang yang sedang naik sepeda.
"Gila, ini manusia apa jurig," gumam Jati setelah kedua bola matanya menatap sesosok perempuan berhijab yang sedang menggoes sepeda butut dengan anak kecil di belakangnya dan lampu senter seadanya diikat di setang sepedanya.
"Mbak... Tolong...." Jati langsung berjalan dan merentangkan tanganya ketika pengedara sepeda itu sudah berjarak kurang lebih tiga meter lagi. Wanita berhijab itu pun langsung menggunakan kedua kakinya untuk menahan agar dia tidak jatuh saat berhenti.
"Ma...maaf Anda siapa?" tanya wanita berhijab itu setelah melihat ada sesosok laki-laki tampan sedang berdiri menghadangnya. Dari cara berbicara wanita itu sedang menahan rasa ketakutanya. Belum anak laki-laki kecil yang duduk di belakang langsung merangkul pinggang sang wanita di depanya.
"Jangan takut Mbak, saya orang baik kok. Saya mau minta tolong. Motor saya kehabisn bensin dan saya kesasar. Mana tidak bawa ponsel dan dompet," ucap Jati dengan kedua tangan yang masih maju ke depan, untuk menenangkan wanita berhijab itu dan adik kecil yang sedang ketakutan. Meskipun dalam batinya Jati menertawakan diri sendiri. Sejak kapan dirinya jadi orang baik. Bukanya ia adalah berandalan yang cukup sering membuat onar, tapi kali ini ia malah mengaku orang baik, demi mendapatkan bantuan.
Wanita berjilbab itu menatap tidak percaya laki-laki yang mengaku orang baik itu. Apalagi mengaku kehabisan bensin, tidak membawa ponsel dan dompet. Pasti dia sedang nipu. Itu yang sedang wanita itu pikirkan.
"Mbak, kita balik lagi aja, Deva takut. Nanti kalau kakak itu jahat bagaimana?" bisik anak kecil yang duduk di belakang wanita berhijab itu. Ya, meskipun berbisik, tapi Jati bisa mendengarnya, tidak lain karena memang dia yang jaraknya tidak terlalu jauh dari wanita itu.
"Kamu tenang saja yah, lagiaan kita tidak punya apa-apa. Tidak mungkin Kakak itu mau ambil sepeda kita yang tidak ada harganya," balas wanita itu dengan setengah berbisik juga.
"Kalian tidak usah takut. Kakak bukan orang jahat. Kakak orang baik." Jati pun kembali meyakinkan wanita itu kalau dia baik. "Mbak tolonglah, saya benar-benar tidak bawa apa-apa. Silahkan Anda cek tubuh saya tidak ada apa-apa." Jati merentangkan tanganya yang mungkin wanita itu akan memeriksa dirinya.
"Maaf Mas, tidak usah. Saya percaya kalau Anda orang baik. Tapi kenapa motor Anda bagus dan tentunya harganya tidak murah, tapi malah Anda tidak bisa membeli bensin, sampai kehabisan bensin di sini? Memangnya Anda dari mana dan mau ke mana?" tanya wanita itu lagi yang saat ini sudah turun dari sepeda sedangkan anak kecil yang duduk di belakang masih tetap duduk, tetapi kali ini sudah tidak se-takut tadi, yang tandanya Jati berhasil meyakinkan adik kecil itu kalau dirinya orang baik.
"Nah, itu dia Mbak. Saya sangat teledor, karena sedang banyak masalah di rumah saya langsung keluar saja, tanpa ngecek saku, dompet, ponsel dan benda berharga lainya tertinggal di rumah. Rumah saya ada di Jakarta dan kalau boleh tahu ini di mana yah?" tanya Jati lagi.
Pasti yang mendengar ucapan laki-laki itu sangat heran kenapa dia bisa terjebak di kota yang dia sendiri tidak tahu tempatnya.
"Ja... Jakarta Mas?" Yang benar saja. Itu jauh sekali loh Mas. Ini namanya desa Jonggol tepatnya sudah masuk kota Bogor. Kenapa Mas bisa sampai sini?" tanya wanita itu lagi, padahal sebelumnya Jati sudah jelaskan kalau dia nyasar asal jalan saja.
"Hah Jonggol, kenapa saya baru dengar Mbak ada kota namanya Jonggol. Masalah saya bisa sampai sini ceritanya panjang. Kalau saya cerita sekarang bisa-bisa kita akan berdiri di sini sampai besok pagi. Bagaimana kalau Mbaknya tolong saya pinjamkan uang untuk beli bensin, saya pasti akan ganti. Saya janji, kalau saya berbohong biarkan petir menyambar pohon kelapa," ucap Jati dengan setengah berkelakar agar mereka terlihat akrab dan tidak canggung.
"Aduh Mas, maaf banget bukanya saya tidak mau bantu, tapi kondsi saya juga tidak punya uang. Apalagi dari motor Anda saja sudah kelihatan bukan motor murah, pasti bensinya tidak sedikit. Ditambah untuk jarak dari sini smpai Jakarta pasti tidak cukup satu liter. Kalau hanya butuh satu liter saya bisa bantu, tapi kalau untuk sampai ke rumah Anda, saya tidak bisa bantu. Kondisi keuangan kami tidak seberuntung orang lain," balas wanita berhijab itu dengan sangat sopan.
"Yah, benar juga yang Mbak katakan sih. Terus kira-kira solusinya bagaimana yah. Tidak mungkin saya berdiri terus di pinggir jalan sampai ada yang mau bantu? Mana ini malam, dingin, ngantuk, lapar, banyak nyamuk, belum nanti kalau ada jurig ngajak bercanda, kan nggak lucu ganteng-ganteng gini ngompol."
Jati pun pasrah saja dengan nasibnya. Dan dia juga tidak bisa memaksa agar orang lain membantunya. Apalagi dari cara berbicara dan keadaan yang terlihat dengan kasat mata. Wanita berhijab dan anak kecil itu memang ekonominya kurang.
"Mungkin saya bisa bantu hanya untuk Mas boleh nginap di rumah kami. Nanti saya akan bilang sama Abah, dan mudah-mudahan Abah mengizinkan Mas untuk nginap di rumah kami sampai besok, dan untuk urusan bensin besok bisa dipikirkan lagi," tawar wanita itu dengan sopan, dia juga tidak mungkin tega membiarkan laki-laki yang kelihatanya baik semalaman duduk di pinggir jalan dengan kondisi jalan yang gelap dan bukan tidak mungkin takut ada orang yang jahat dan mencelakakan laki-laki itu.
Negeri juga kan kalau tiba-tiba, keesokan harinya ada berita. Telah di temukan sesosok mayat laki-laki tampan tergeletak di jalan, karena korban be-gal....
Wanita itu pun bergidik ngeri, dengan pikiran jeleknya sendiri. Yah, kalau itu terjadi pasti ia akan sangat menyesal karena tidak menolong laki-laki itu.
"Wah boleh tuh. Saya ucapkan terima kasih banyak loh Mbak'nya mau bantu saya, meskipun hanya sebuah tumpangan untuk nginap, tapi itu sudah sangat berarti untuk saya. Dari pada di pinggir jalan semalaman," ucap Jati yang langsung bersemangat karena dapat bantuan dari wanita cantik yang bagi Jati baru pertama kali bertemu, tapi sudah bikin hati meleleh.
Jati sendiri sebenarnya sangat amat sadar diri kalau dia bukanlah laki-laki yang baik, tapi setiap bertemu dengan wanita yang baik, dalam hatinya ia berdoa agar dipertemukaan wanita yang baik dan mampu menerima ia dengan seribu kekuranganya dan sedikit kelebihan yang dia miliki. Egois memang, tetapi itulah yang Jati inginkan.
Bersambung...
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Suyatno Galih
ada2 aja lu jati, jurig ngajak becanda yg ada jurig nya takut sama elu hantu jalanan
2024-04-02
0
revinurinsani
hahah jati somprett🤭🤣
2023-12-30
0
mama oca
deket sama saya jati kalau kamu kesasarnya ke jonggol..mampir sini ..saya kasih bensin sama kopi..
2023-05-03
11