"A, apa Qara boleh numpang sholat?" Qara berbisik pada Jati setelah ia rasa ketegangan telah berlalu. Kesimpulan yang ia dapat dari pertemuan malam ini adalah dirinya dan juga Jati belum sepenuhnya mendapatkan restu atas hubungan mereka, semua restu ada pada pembuktian Jati selama satu tahun ini, apakah ia layak untuk menikahi dengan Jati atau tidak.
"Ayo aku antar."
"Om, Tante, maaf Qara numpang sholat dulu yah," pamit Qara dengan sopan. Iren memberikan anggukan yang sopan pula atas ucapan Qara, sedangkan Thomy masih terlihat tidak menyukai calon menantunya itu.
"Silahkan Qara." Iren pun menunjukkan arah tempat untuk ibadah di rumah ini. Yah, meskipun Qara tahu itu hanya sopan santun saja sebab ada Jati yang mengantarkan Qara.
Rasa sedih yang Qara rasakan karena perlakuan dari Thomy yang Qara bisa lihat dengan mata kepala sendiri tidak menyukainya bisa sedikit teralihkan dengan perlakuan dari Iren yang cukup ramah. Meskipun Qara tidak tahu benarkah Iren benar-benar baik atau agar Qara tidak terlalu berkecil hati.
Qara berjalan di belakang Jati, ruang sholat di rumah dengan tiga lantai itu ada di lantai dasar dan lagi-lagi Qara kagum dengan bangunan rumah keluarga Jati benar-benar tertata dengan rapih.
"Ra, aku minta maaf yah kalau kata-kata papah menyinggung perasaan kamu. Papah bukan tidak setuju dengan kamu kok, hanya memang kelakuan aku selama ini yang buruk aja jadi papah tegas dengan aku. Tapi aku akan buktikan kalau aku akan jadi anak yang nurut sesuai dengan yang papah mau. Aku tidak akan biarkan kamu dihina atau dikecilkan oleh keluargaku."
"Udah gak usah di bahas lagi yah A. Sekarang Qara mau sholat, nanti malah kehabisan waktunya."
Qara berjalan mengambil wudhu di kamar mandi samping tempat untuk sholat.
"A Jati, nggak ikut sholat?" tanya Qara, karena laki-laki itu justru memilih duduk tidak mengambil wudhu bersama dengan Qara.
"Kamu aja Ra, aku belum siap," balas Jati dengan suara yang lirih. Wanita berhijab itu pun menghela nafas dalam dan membuangnya perlahan.
"Bukan niat Qara ingin mengatur-atur hidup A Jati, tetapi cobalah A Jati mulai saat ini ketuk pintu langit dengan doa, agar hubungan kita direstui oleh orang tua kita, kita harus juga berdoa dan rayu Tuhan agar Tuhan mengabulkan apa yang jadi hajat kita." Qara yang memang sejak lulus sekolah menengah atas memilih menjadi tenaga pengajar di sekolah taman kanak-kanak berbicara dengan Jati pun sangat lembut sehingga Jati yang memang mendambahan sosok wanita lembut semakin terkesima dengan cara Qara menasihatinya.
Jati menunduk. "Aku belum terlalu pandai dalam hafalan bacaan sholat," jawab Jati dengan ragu-ragu.
Mendengar jawaban laki-laki yang berani melamarnya dengan cepat, Qara tentu ada rasa kecewa, tetapi wanita itu tidak ingin membuat mental Jati jatuh, dan membuat Jati merasa diasingkan karena kekuranganya. Qara akan mendukung Jati untuk memperbaiki diri. Dan membuktikan pada orang tua Jati kalau anak mereka sejak mengenal dirinya akan jauh lebih baik.
"Tapi A Jati bisa niatnya? Bisa baca surat al-fatihah dengan lancar?" tanya Qara. Dan di balas anggukan oleh Jati.
"Kalau gitu mulai sekarang berlatihlah ibadah, dan hafalkan bacaan Sholat yang belum hafal, untuk saat ini selagi bacaan niat bisa dan al-fatihah bisa tidak apa-apa A Jati tetap niatkan sholat, tetapi setelah sholat meminta ampun sama Alloh dan berjanji akan belajar untuk menghafal yang A Jati belum lancar. InsyaAlloh sholatnya tetap sah. Maaf kalau Qara terkesan memaksa A Jati untuk sholat, karena itu sudah jadi kewajiban A Jati, Qara ingin nanti kamu adalah imam yang baik untuk aku dan anak-anak kita. Masih ada waktu satu tahun untuk belajar jadi imam yang jauh lebih baik lagi."
Qara memberikan tatapan semangat untuk Jati, dan laki-laki itu pun benar-benar nurut dengan Qara. Meskipun dalam hati dia masih ragu untuk menjalankan sholat, tetapi ia tetap menjalankan ibadah sholat magrib. Begitupun Qara menjalankan sholat magrib dengan khusu, dan mereka berdua menjalankan sholat secara sendiri-sendiri.
Qara yang selesai sholat lebih dulu pun langsung duduk menunggu Jati yang masih khusu dalam doanya. Jati mengayunkan kaki untuk duduk di samping Qara. Hatinya sekarang jauh lebih tenang setelah melakukan ibadan sholat.
"Gimana perasaanya?" tanya Qara yang melihat kalau Jati itu jauh lebih segar dan tidak muram lagi wajahnya.
"Jauh lebih tenang."
Laki-laki itu mengangkat wajahnya dan menyandarkan tubuh ke tembok. "Kenapa aku baru sadar kalau beribadah itu hati kita tenang," ucap Jati dengan mata terpejam.
"Mungkin Tuhan baru kasih hidayahnya saat ini. Yang telah berlalu jangan terlalu diambil pusing, cukup kita sesali semua perbuatan dosa itu dan kita jadikan pengalaman yang pernah kita sesali sebagai pacuan untuk mendapatkan diri yang jauh lebih baik lagi. Setiap orang pernah berbuat salah bahkan menjadi penjahat, tetapi tetap ada kesempatan untuk tobat dan memperbaiki diri, serta meninggalkan sesuatu yang buruk dan tidak lagi melakukan kejahatan yang dulu pernah kita lakukan."
Jati memalingkan pandanganya pada Qara yang tengah menasihatinya dan mengulas senyum teduh dan tampanya.
"Terima kasih, berkat aku kenal dengan kamu perasaan aku semakin bahagia, aku juga sekarang jadi yakin untuk menjalankan perintah Alloh, tidak salah aku ketemu dengan kamu."
Qara pun kini gantian membalas ucapan Jati dengan senyum terbaiknya.
"Udah yuk kita sekarang lebih baik pulang, ingat pesan Abah kita nggak boleh pulang malam-malam, perjalanan rumah A Jati sampai ke rumah Qara itu cukup lama jadi kalau sekarang jam tujuh bisa-bisa sampai rumah Qara pukul sembilah." Qara lebih dulu berdiri untuk berpamitan dengan kedua orang tua Jati.
"Loh, nggak makan malam dulu, sebentar lagi makan malam loh."
Qara memberikan tatapan yang mengiba dan menggelengkan kepalanya sebagai tanda kalau ia lebih memilih untuk pulang saja. Jati pun melihat tatapan Qara tahu kalau wanita itu kurang nyaman dengan makan malam bersama keluarganya.
"Tapi kalau makan malam diluar nanti mau kan, masa pulang-pulang nanti kelaparan."
"Sepertinya itu ide yang jauh lebih baik."
Jati langsung berdiri dan bersemangat kalau ia akan mengantar Qara pulang.
"Mah, Pah, Jati pamit antar Qara dulu yah." Jati begitu sampai di ruang tamu langsung berpamitan dengan kedua orang tuanya, sedangkan Qara berdiri di belakang Jati dengan menunduk sopan.
"Loh, kok langsung pulang. Enggak diajak makan dulu Bang," Seperti sebelum-sebelumnya yang banyak berbicara adalah Iren, Thomy hanya diam saja. Tetapi memang baiknya seperti itu, karena kalau Thomy membuka mulutnya kata-katanya cukup menyakiti Qara.
"Tidak usah Mah, perjalanan ke rumah Qara hampir dua jam, kalau makan malam dulu nanti malah sampai sana kemalaman tidak enak dengan orang tuanya."
"Ya udah kalau gitu hati-hati yah, salam untuk orang tuanya." Iren yang tahu kalau suaminya akan mengucapkan sesuatu wanita itu pun memotongnya.
"Saya pulang dulu Om, Tante, maaf kalau kedatangan Qara merepotkan." Qara bersalaman dengan kedua calon suaminya.
"Enggak ko kamu nggak ngerepotin. Hati-hati di jalan yah Bang, jangan ngebut-ngebut bawa kendaraanya. Kalau sudah pulang dari rumah Qara langsung pulang ke rumah jangan kelayapan lagi." Itu adalah pesan Iren.
"Siap Mah."
Tidak seperti saat Jati menjemput Qara yang menggunakan motor sport-nya, kali ini untuk mengantarkan pulang calon istri Jati lebih memakai kendaraan roda empat. Keluarga Jati yang memiliki marketplace online yang sedang naik daun. Kendaraan pun hanya tinggal pilih.
#Enak yah Jat, hidup jadi anak sultan....
Bersambung....
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Jati
2023-06-23
0
Mimik Pribadi
Untunglah dipertemuan itu tidak terjadi hal2 yng ekstrim karna mama Iren lbih mendominasi percakapan ktimbang papanya Jadi,,,,
2023-06-23
0