Bab 4
Hafsah melihat jam sudah menunjukkan pukul 18:00 biasanya suami sudah pulang jam 17:30. Namun, sekarang belum juga sampai rumah. Tidak ada pemberitahuan pesan kalau akan pulang terlambat, dihubungi juga nomernya tidak aktif. Tentu saja ini membuat Hafsah khawatir.
'Ya Allah, semoga saja Bang Ali dalam keadaan baik dan tidak terjadi sesuatu yang tidak kami inginkan.' Hafsah berdoa dalam hatinya.
Setelah adzan Maghrib berkumandang pun Ali belum juga pulang. Ini semakin membuat Hafsah tidak bisa berdiam diri. Dia pun menghubungi teman kantor Ali yang ada di sebuah catatan. Dulu suaminya menuliskan beberapa nomer telpon beberapa orang temannya. Maka dia menghubungi salah satu nomer yang tertera di sana.
"Assalamualaikum. Saya Hafsah, istrinya Ali Said Faturahman. Ini dengan nomer handphone Pak Harun tekan sekantornya Bang Ali?" tanya Hafsah dengan gugup karena dia jarang berbicara dengan laki-laki asing.
"Oh, istrinya Pak Ali. Iya, saya Harun. Ada apa, Bu? Apa ada yang saya bisa bantu?" Orang di seberang sana berbicara dengan sopan.
"Apa di kantor sedang ada acara, Pak? Biasanya Bang Ali tidak pernah pulang terlambat jika tidak lembur," tanya Hafsah.
"Pak Ali sudah pulang tadi saat jam pulang kerja. Bahkan motor kami parkir bersebelahan," jawab Pak Harun.
"Oh, begitu. Maaf sudah mengganggu waktu istirahat Anda, Pak. Assalamualaikum," kata Hafsah dan mengakhiri pembicaraan mereka.
Tidak lama kemudian terdengar suara kendaraan masuk ke pekarangan rumah. Hafsah pun melihat lewat kaca jendela. Terlihat suaminya pulang dalam keadaan kusut. Terlihat jelas kelelahan dari wajahnya.
Hafsah pun bergegas mendatangi suaminya. Dia mencium tangan Ali dan suaminya akan mencium kening atau pucuk kepalanya.
"Bang, tumben pulang terlambat?" tanya Hafsah sambil menyerahkan segelas teh hangat untuk Ali.
"Ali, apa pesenan ibu ada?" Tiba-tiba saja Ruqoyah keluar dari kamarnya dan datang menghampiri Ali dan Hafsah yang duduk di sofa.
"Ada, Bu. Ini," kata Ali sambil menyerahkan sebuah kotak perhiasan.
Ruqoyah pun membuka kotak itu terlihat ada beberapa cincin, gelang, kalung, dan anting. Semua itu adalah perhiasan miliknya yang dia gadaikan saat perlu uang berobat suaminya dulu.
"Akhirnya perhiasan ini bisa kembali lagi kepadaku. Kalau sudah rezeki tidak akan ke mana," ucapnya dengan senyum lebar.
Ali pulang terlambat karena harus datang ke tempat pegadaian, kebetulan dia sudah membuat janji dengan pegawai di sana tadi. Perhiasan itu ditebus dengan menggunakan uang tabungan bersama yang setiap bulannya diisi 2 juta diambil dari gaji. Tabungan bersama ini dulu dicetuskan oleh Hafsah untuk simpanan masa depan mereka nanti. Apalagi kalau ada pengeluaran mendadak dan tidak bisa ditunda.
Hafsah melirik kepada Ali, dia penasaran dari mana suaminya bisa punya uang untuk menebus perhiasan mertuanya itu. Sementara sudah empat bulan ini semua uang gaji Ali diatur oleh ibunya.
"Bang, sudah sholat?" tanya Hafsah dengan senyum seulas menghiasi wajahnya yang teduh.
"Sudah, Sayang. Tadi di perjalanan pulang singgah dulu ke masjid agung dan berjamaah di sana," jawab Ali dengan senyuman balasan yang tidak kalah menawan.
Mereka pun makan malam bersama. Tidak sedikit pun ada yang menyinggung perihal perhiasan milik Ruqoyah tadi. Alika juga makan dalam diam yang biasanya selalu berisik minta uang kepada Ali atau Ruqoyah.
***
Hafsah merasa kecewa kepada Ali karena tidak berdiskusi dulu saat mengambil uang sebanyak 20 juta di tabungan bersama itu. Meski itu ada hak Ali, tetapi setidaknya dia diberi tahu juga.
"Sayang, maafkan Abang. Tadi ibu terus mendesak minta perhiasan miliknya ditebus karena takut akan dilelang oleh pihak pegadaian karena tidak ditebus juga sampai hari ini," kata Ali sambil menggenggam tangan sang istri.
"Bang, berapa banyak sisa uang kita di tabungan sekarang? Dulu kita sudah ambil 100 juta untuk pengobatan Ayah dan biaya hidup ibu juga Alika. Lalu sekarang diambil kembali 20 juta," tanya Hafsah.
Wanita itu bukan tidak ridho uangnya digunakan oleh keluarga suaminya. Namun, ibu mertuanya begitu boros. Selama uang gaji Ali dipegang oleh Ruqoyah tidak ada anggaran uang tabungan bersama. Beda lagi tabungan pribadi milik Ali dan Hafsah yang dipegang masing-masing. Sekarang tabungan itu pun tidak pernah diisi.
"Sepertinya hanya tinggal sisa bunganya saja," jawab Ali.
"Astagfirullah. Bang, kita mengumpulkan uang itu selama lima tahun, dan habis tidak sampai enam bulan," kata Hafsah sedih.
"Kamu ridho, 'kan?" Ali menatap sendu kepada istrinya.
"Aku ridho, Bang. Insha Allah aku ridho uang itu digunakan untuk pengobatan ayah. Tapi, kenapa tidak ada tambahan lagi uang di tabungan. Seharusnya Abang berkomitmen tiap bulan harus menyimpan 2 juta untuk tabungan bersama itu," ucap Hafsah.
"Kan, kamu tahu sendiri semua uang gaji ibu yang ambil dan mengatur semuanya," tutur Ali.
***
Ruqoyah sangat senang semua perhiasan miliknya sudah kembali. Wanita itu begitu menyukai semua jenis perhiasan. Apalagi sejak dia memegang kendali uang milik Ali, setiap bulan dia bisa jual beli perhiasan. Jika dia merasa bosan akan dijual dan membeli model baru.
Ali mendapat gaji sebesar 20 juta tiap bulan. Dulu setiap bulan dia akan memberi 5 juta untuk keluarganya, 5 juta untuk keperluan rumah tangga, tabungan bersama 2 juta, 4 juta untuk keperluan dirinya dan 4 juta untuk keperluan Hafsah. Untungnya Ali dan Hafsah termasuk orang yang sederhana tidak suka foya-foya. Jadi, mereka bisa menyimpan uang. Tahun kemarin mereka berdua sudah bisa daftar haji. Makanya sekarang tabungan mereka sudah menipis.
"Bu, minta uang," kata Alika begitu masuk ke kamarnya.
"Uang untuk apalagi?" tanya Ruqoyah.
"Ada teman yang ulang tahun besok, aku harus membeli kado untuknya," jawab Alika dengan rengekan khas dirinya.
Ruqoyah tidak bisa menolak permintaan anaknya itu. Dia pun memberi uang 500.000 tanpa banyak bicara.
"Tadi siang kamu pergi dengan siapa?" tanya Ruqoyah.
"Memang Ibu melihat aku di mana?" Alika balik bertanya dengan gugup. Tentu saja dia tidak menyangka kalau terciduk ibunya.
"Di restoran tadi siang," balas Ruqoyah.
Wajah Alika pun mendadak pucat. Mata dia bergerak kesana-kemari bingung menjawabnya.
"Oh, dia atasan aku di tempat kerja, Bu. Sekarangkan aku sedang ikut pelatihan kerja," ucap Alika sambil memeluk sayang ibunya.
"Ingat, kamu jangan macam-macam. Wanita harus punya harga diri jangan mau diapa-apain oleh laki-laki," tutur Ruqoyah.
"Tentu saja, Bu. Memangnya aku ini wanita murahan?" balas Alika dengan cemberut.
"Iya, ibu tahu kamu ini wanita baik-baik. Kamu harus mencari laki-laki yang kaya agar hidup kamu bahagia," ucap Ruqoyah sambil menjawil hidung putrinya.
Alika tersenyum kaku terlihat sorot matanya berkabut.
***
Apakah perekonomian keluarga Ali akan goyah? Rahasia apa yang disembunyikan oleh Alika? Ikuti terus kisah mereka, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Muhamad Bardi
selagi ada nenek lampir dirumah kamu rumah tangga kamu ga bakalan aman hafsah, apa lagi masalah keuangan yang nyetir nenek lampir udah deh ga bakalan beres..😠😠😠
2023-05-04
3
😘Mrs. Hen😘
keuangan pasti goyah ...ibu nya ali boros...belum adiknya...nampaknya kesabaran hafsah terus diuji...jika ibu mertua masih pegang kendali...
2023-05-04
3
Nurlaela
terkadang heran, Ali itu kan sudah berumah tangga sendiri, dan yang punya hak soal keuangan istrinya, 🙄dikasihkan istri, kok dikasih ibunya semua, bingung ya, si ibu dikasih semestinya, sampe istri ngank pegang, ...
2023-05-04
4