Bab 3
Bu Joko dan Bu Budiman saling melirik. Tentu saja mereka penasaran kenapa laki-laki sempurna seperti Ali memilih tetap bertahan dengan wanita yang tidak berakhlak baik dan memiliki sifat yang kurang baik.
"Memangnya kenapa?" tanya Bu Joko.
"Ya, karena dia memakai jampi-jampi agar putraku terus tergila-gila kepadanya. Ali itu dulu selalu berlalu dan berbicara lemah lembut kepadaku juga penurut, sekarang dia sering melawan aku dan lebih suka menuruti istrinya. Perubahan sikap seperti itu secara tiba-tiba sudah pasti karena kena guna-guna," jawab Ruqoyah dengan bibir keritingnya berkomat-kamit menuduh Hafsah.
"Apa? Masa Bu Ruqoyah? Padahal saat kami bertemu dengan anak dan menantu Bu Ruqoyah, mereka itu sangat sopan yang baik banget," sahut Bu Darma dan diiyakan oleh dua Ibu-Ibu lainnya.
"Dia itu suka melakukan pencitraan. Aslinya jauuuuh banget dari itu. Apa menantu kalian selalu memperlihatkan sisi buruk saat di depan orang lain?" tanya Ruqoyah kepada semua orang yang ada di sana.
"Tidak, 'kan? Nah, si Hafsah juga begitu!" lanjut Ruqoyah dengan mata mendelik.
Ibu-Ibu itu terdiam, mereka memikirkan anak dan menantu yang mereka miliki. Memang mereka tidak pernah berlaku buruk saat di depan orang lain. Hanya orang-orang rumah yang tahu tabiat buruk mereka.
"Ya, mungkin saja yang dikatakan oleh Bu Ruqoyah adalah benar," balas Bu Darma.
"Bu Ruqoyah yang sabar, ya. Berdoalah semoga menantu Ibu berubah dan semoga ada keajaiban bisa hamil," lanjut Bu Joko dan ini membuat Ruqoyah tidak suka.
"Iya. Rajin-rajinlah berdoa agar menantu itu bisa berubah sifatnya. Semoga dikabulkan doa kita ini," tambah Bu Budiman dan ini semakin membuat Ruqoyah melotot.
Siapa tahu saat mereka berbicara ini ada malaikat dan meng-aamiin-kan doa mereka. Jika sampai itu terjadi, maka kelakuan dan sifat Hafsah akan berubah kebalikannya.
'Ih, amit-amit, deh! Aku tidak mau punya menantu yang durhaka kepada mertua dan membabukan aku nanti,' batin Ruqoyah.
***
Ali menjemput Hafsah dari acara pertemuan itu. Sebelum pulang keduanya mampir ke sebuah tempat. Mereka mendatangi sebuah toko buku yang berdampingan dengan masjid agung. Di tempat itu dahulu mereka berdua bertemu.
Kini mereka sengaja mendatangi tempat itu untuk meminjam membeli buku tentang cara mendidik anak-anak usia balita, PAUD, dan TK. Ali juga suka baca buku apa saja yang bisa menambah wawasan umum dan ilmu yang bermanfaat baginya. Kapan pun dia memiliki anak nanti sudah siap.
"Sayang, kok, beli bukunya jadi banyak begini?" tanya Ali meski hal ini tidak aneh baginya.
"Setelah lihat-lihat isinya, ternyata buku-buku ini sangat banyak ilmu baru yang baru aku ketahui. Jadi aku mau beli semuanya, Bang," aku Hafsah dengan malu-malu. Tadinya dia cuma ingin beli satu atau dua buku, tetapi malah tertarik untuk membeli lima buku.
Hafsah sengaja membeli buku untuk menambah ilmu tentang karakter seorang anak di usia dini. Buku cara menangani anak yang sedang sakit dan buku cara mengajari berhitung dengan metode jaritmatika. Saat mereka hendak ke bagian kasir, ada seorang perempuan menabrak Hafsah sampai buku yang ada di dalam dekapan jatuh semua.
"Maaf … maaf, saya tidak sengaja," kata Hafsah kepada orang yang sudah menabraknya.
"Ya, untung aku tidak apa-apa, Mbak. Lain kali hati-hati saat jalan, jangan melamun," balas wanita itu sambil merapikan bajunya.
"Iya, Mbak. Sekali lagi saya minta maaf," ucap Hafsah yang orangnya tipe tidak enakan sama orang. Apalagi tadi itu sudah membuat wanita itu kesal.
"Sarah?" Ali mengenali wanita yang menabrak istrinya.
"Ali? Hai, apa kabar?" tanya wanita itu kepada suami Hafsah dan mengulurkan tangannya. Wajah perempuan itu ceria dengan mata berbinar dan bibir tersungging senyum lebar.
"Alhamdulillah, aku baik," jawab Ali sambil menangkupkan kedua tangannya di dada.
Hafsah melihat wanita itu menatap Ali dengan penuh memuja dan tersenyum manis. Dia berpikir siapa perempuan yang mengenal suaminya ini.
"Sayang, di teman aku saat sekolah dulu," kata Ali kepada Hafsah karena terlihat jelas perempuan itu memperhatikan Sarah.
"Assalamualaikum. Kenalkan saya, Hafsah, istrinya Ali," ucap Hafsah dan Sarah balik menatapnya, lalu memindai dari atas ke bawah.
"Aku, Sarah. Pacarnya Ali saat sekolah di bangku sekolah menengah pertama," aku wanita itu.
Terlihat Ali mengerutkan kening dan membantah ucapannya itu. Tentu saja Hafsah melihat dalam diam kepada suaminya.
"Hei, kita tidak pernah pacaran, tuh! Dulu anak-anak memang suka jahil menjodoh-jodohkan orang. Kebetulan aku dijodohkan sama kamu oleh mereka," jelas Ali. Dia tidak mau kalau nanti akan ada masalah kesalahpahaman di antara mereka.
"Bukannya kamu mengaku kepada teman-teman, kalau kamu itu sebenarnya suka sama aku. Waktu itu aku juga suka sama kamu, tapi kata kamu usia kita masih kecil, jadi jangan pacar-pacaran," ucap Sarah dengan diiringi tawa riang.
Muka Ali memerah saking malunya. Padahal dia dulu itu suka hanya karena Sarah merupakan murid paling cantik. Mungkin saat sekolah dulu teman-temannya bilang itu adalah cinta monyet. Tentu saja rasa cinta sebenarnya yang dia rasakan untuk pertama kali adalah kepada Hafsah. Meski awalnya dia malu-malu, tetapi akhirnya dia memberanikan diri mengajaknya untuk membangun rumah tangga. Dia tahu Hafsah buka perempuan yang suka mendekati hal-hal yang dilarang oleh Allah, salah satunya pacaran. Jika hati mantap untuk menjalin hubungan serius maka dia akan menjalaninya dengan sepenuh hati.
"Maaf, kita sedang terburu-buru," ucap Hafsah yang merasa tidak suka saat ada wanita yang melihat suaminya dengan cara seperti yang Sarah lakukan. Perempuan itu jelas-jelas menatap Ali dengan perasaan yang dihiasi rasa napsu dan hasrat.
Ali pun menggandeng tangan Hafsah dan Sarah melihat itu dengan rasa penuh kecemburuan. Sejak dulu dia memang suka sama laki-laki itu, tetapi Ali tidak mau pacaran dengannya. Kata dia, orang tuanya melarang, padahal dulu mereka sama-sama suka.
"Kenapa dulu kita mesti berpisah setelah lulus SMP. Jika saja Ali tidak masuk ke sekolah khusus laki-laki, mungkin sampai sekarang aku akan bersama dengannya dan aku tidak akan pergi ke luar negeri," gumam Sarah masih memperhatikan Ali yang sedang membayar di kasir.
***
Ruqoyah melirik dengan sinis ke arah Hafsah saat pulang dari acara arisan. Wanita paruh baya itu berpikir bagaimana caranya agar Ali dan Hafsah bercerai.
"Hafsah, bagaimana kalau kita lakukan taruhan?" Ruqoyah ingin menantang Hafsah.
"Astaghfirullahal'adzim. Bu, tidak boleh melakukan hal seperti itu," balas Hafsah yang sedang menyetrika baju yang tadi dia angkat dari jemuran.
"Aku ini ingin punya cucu, Hafsah! Kalau kamu tidak bisa memberi aku cucu, ya, kamu harus izinkan Ali menikah lagi dengan wanita yang subur!" bentak Ruqoyah dengan penuh emosi. Mata wanita itu bahkan sampai melotot saking tidak kuat menahan amarahnya.
"Bu, jika Allah berkehendak aku untuk hamil, Insha Allah akan di permudahkan. Tapi, sebaliknya jika Allah tidak berkehendak, sebanyak apa pun usaha yang kita lakukan tidak akan bisa hamil," balas Hafsah masih dengan suaranya yang pelan.
"Halah, omongan itu lagi, bosen dengarnya! Jika kamu mandul mau bagaimana bisa hamil, hah? Memangnya ada wanita mandul bisa hamil?" Ruqoyah melemparkan baju dari tumpukan yang sudah disetrika oleh Hafsah ke arah kepala menantunya itu.
'Astaghfirullahal'adzim,' batin Hafsah sambil mengambil baju-baju itu.
"Lihat saja, kalau dalam satu bulan ke depan kamu tidak hamil juga, jangan salahkan Ali menikahi wanita lain!" hardik Ruqoyah lalu menendang tumpukan baju lainnya yang sudah tertata rapi sebelum di pergi ke kamarnya.
***
Apakah dalam satu bulan Hafsah bisa hamil? Apakah di sudut hati Ali masih tersimpan nama Sarah? Ikuti terus kisah mereka, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Sri Puryani
bakal ada pelakornih
2025-01-13
1
😘Mrs. Hen😘
kok pede ya bilang kalo pacarnya Ali waktu smp dihadapan hafsah....😃hanya wanita yang tak punya malu yang ngomong seperti itu ke istrinya ali...✌✌
Semoga hafsa bisa hamil...
2023-05-04
3
Syarifah
selalu deg2 an klo mau baca novel ini
2023-05-03
3