Andin menoleh ke arah Adeeva, dia mencemaskan keadaan Adeeva.
"Deev, biar aku temani, ya," ujar Andin menawarkan diri.
"Eh, lu jangan ikut campur! Yang dipanggil itu dia, bukan lu,njadi lu enggak perlu ikut dengannya ke ruangan Pak Jack!" bentak Ririn mengingatkan Andin.
Seketika Andin terdiam mendapat bentakan dari Ririn, semua teman-teman mereka yang ada di ruangan itu juga ikut terdiam.
Mereka semua sudah tahu sifat Ririn, jadi mereka tak menghiraukan apa yang diperbuat oleh wanita sombong itu.
Meskipun mereka mengkhawatirkan keadaan Adeeva tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa.
"Cepat! Pak Jack Sudah menunggumu!" bentak Ririn lagi, wanita itu mulai kesal terhadap Adeeva.
Akhirnya Adeeva pun berdiri, dia hendak keluar dari ruangan itu.
"Deev, kamu hati-hati, ya," pesan Andin .
Adeeva tersenyum, dia menganggukkan kepalanya. Lalu dia melangkah meninggalkan teman-temannya.
Andin menatap khawatir pada Adeeva yang yang kini sudah tak terlihat lagi.
Andin teringat pada kejadian beberapa bulan yang lalu saat dia baru menjadi karyawan di Swalayan tersebut.
"Permisi, Pak," ujar Andin saat dia telah berada di ruangan milik Jack.
Jack menatap Andin dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan tatapan yang sulit diartikan.
Jack berdiri dari kursinya, dia melangkah menuju pintu lalu mengunci pintu tersebut.
Keringat dingin mulai membasahi tubuh Andin, gadis itu merasa takut menyelimuti hatinya.
"Ba-ba-pak ma-mau a-a-pa?" lirih Andin terbata-bata.
Jack hanya diam lalu kini dia berada tepat di belakang Andin, pria yang berumur sekitar 40 tahunan itu mulai beraksi.
Pria itu mulai menggerayangi tubuh Andin, dia memegangi pin***l gadis itu, lalu dia menatap penuh na**u ke arah 2 bongkahan gu***g ke***r milik Andin.
"Kamu cantik juga," lirih Jack dengan napas tersengal-sengal menahan hasratnya yang mulai membara.
"Pak, saya mohon jangan sakiti saya," ringis Andin memohon.
Buliran bening kini mulai membasahi pipinya.
"Kalau kamu masih mau tetap bekerja di sini, kamu harus mau saya apakan saja, kalau tidak besok kamu tidak boleh lagi bekerja," ancam Jack.
Andin hanya bisa menangis, dia yang saat ini satu-satunya tulang punggung di keluarganya terpaksa menerima perlakuan Bosnya itu.
Tok tok tok.
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu ruangan tersebut.
Seorang itu telah menyelamatkan Andin dari perlakuan tidak se****h Jack.
Setelah itu Andin pun keluar dari ruangan tersebut. Sejak kejadian itu, Andin sebisa mungkin menghindari sosok Jack.
Beruntung pria itu tak lagi mengganggunya.
"Apakah semua karyawan baru akan diperlakukan tidak sen***h oleh pak Jack?" lirih Andin.
"Andin, kamu ngomong apa?" tanya Ririn yang mendengar apa yang dikatakan oleh Andin.
"Eh, ti-tidak." Andin menggelengkan kepalanya.
"Awas kamu, ya. Kalau kamu berani macam-macam, maka hidupmu bekerja di sini akan tamat!" ancam Ririn tegas.
Ririn pun meninggalkan semua rekan kerjanya yang masih ada di ruang pantry.
"Andin, kamu ngomong apa tadi? Kenapa si Ririn bisa marah segitunya?" tanya Mira salah satu teman Andin yang duduk tak jauh darinya.
"Enggak ngomong apa-apa, kok," jawab Andin.
Andin takut jika dia ketahuan mengatakan sesuatu yang pernah menimpanya, dia takut diberhentikan langsung oleh Jack.
Saat ini hanya bekerja di swalayan ini satu-satunya penghasilan yang lumayan untuk membantu keuangan keluarganya.
"Mira, lebih baik jangan banyak tanya dulu, itu si nenek lampir bisa dengar lagi." Anton karyawan lain mengingatkan.
Akhirnya Andin dan Mira kembali melanjutkan kegiatan makan siang mereka, meskipun menu makan siang itu tak lagi terasa nikmat karena kedatangan nenek lampir yang bernama Ririn itu.
****
Sementara itu Adeeva melangkahkan kakinya menuju ruangan Jack. Di dalam hati dia merasa was-was dan cemas.
"Ada apa pria itu memanggilku ke ruangannya? Aku kenapa merasa ada sesuatu yang tidak beres, ya? Apa yang harus aku lakukan?" gumam Adeeva di setiap langkahnya.
Entah mengapa kakinya terasa sangat berat untuk melangkah ke ruangan itu, apalagi Adeeva belum tahu di mana letak ruangan Jack, yang dia tahu ruangan Jack terletak di lantai 2.
Adeeva mengambil ponselnya, dia ingin memberitahu Axel, tapi seketika dia sadar selama ini Adeeva tidak memiliki nomor ponsel suaminya.
Adeeva mencoba mengotak-atik ponselnya di setiap langkahnya itu, berusaha mencari nomor seseorang yang bisa menghubungkan dirinya dengan sang suami.
"Hei, gadis lelet!" bentak Ririn yang tiba-tiba datang menghampiri Adeeva yang masih setengah jalan. menuju ruangan Jack.
Adeeva menghentikan langkahnya seketika, dia menatap santai ke arah wanita menyebalkan yang kini berdiri tepat di hadapannya.
Melihat reaksi Adeeva yang santai dan tak takut sama sekali terhadap dirinya membuat hati Ririn mulai panas.
Ririn mendekati Adeeva lalu menarik rambut Adeeva sekuat tenaganya.
"Auuw," pekik Adeeva menahan rasa sakit.
"Berani sekali kamu tak takut padaku?" ujar Ririn sinis dan menatap Adeeva dengan tatapan membunuh.
Adeeva tak terima perlakuan Ririn, dia pun meraih rambut Panjang Ririn yang tergerai, dia menarik rambut rekan kerjanya itu lebih kuat dari tarikannya sehingga gadis menyebalkan itu merasakan hal yang sama dengan dirinya.
"Auuw." Kini Ririn yang memekik dan menahan rasa sakit ulah perbuatan Adeeva.
"Beraninya kau padaku!" geram Ririn.
Adeeva menghentakkan tarikannya sehingga Ririn semakin merasa sakit, gadis itu pun melepaskan rambut Adeeva.
Lalu Adeeva mendorong tubuh Ririn hingga dia terjatuh.
"Jangan berani menindas orang yang belum kamu kenal sama sekali! Aku tidak pernah menganggu mu, jadi tak ada alasan yang membolehkanmu menggangguku," ujar Adeeva dengan tegas.
Dari kejauhan Andin, Mira dan beberapa orang lainnya melihat apa yang baru saja dilakukan oleh Adeeva terhadap rekan kerja mereka yang selalu menindas karyawan di swalayan itu.
Dia selalu menggunakan kedekatannya dengan manager swalayan yaitu Jack untuk mendukung perbuatannya.
"Tahu rasa tuh si Ririn," umpat Mira yang juga pernah ditindas oleh Ririn.
"Tapi, bagaimana nasib Adeeva, ya? Dia kan baru sehari kerja, kan kasihan kalau dia langsung dipecat begitu saja," ujar Andin merasa kasihan.
Gadis itu membayangkan nasib Adeeva sama dengan dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
"Iya juga, ya. Tapi, Adeeva bekerja di sini atas dekingan Bos Damar, mana berani Pak Jack memecatnya," ujar Mira.
"Semoga saja," lirih Andin.
Andin dan teman-temannya pun bubar setelah melihat Adeeva yang kini melangkah menuju sebuah ruangan yang ada di pojok lantai 2. Dia yakin ruangan itulah ruangan Jack.
Tok tok tok.
Adeeva mengetuk pintu ruangan itu, tak berapa lama Jack membuka pintu tersebut.
"Ternyata benar, ini ruangannya," gumam Adeeva.
"Silakan masuk," ujar Jack pada Adeeva.
Dengan langkah ragu Adeeva masuk ke dalam ruangan itu.
Baru saja beberapa langkah Adeeva masuk ke dalam ruang itu, Jack mulai mengunci pintu ruangannya.
Adeeva langsung membalikkan badannya.
"Kenapa pintunya dikunci, Pak?" tanya Adeeva takut.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments