Hari ini Gilang mengajak latihan setelah sekian lama, di grup chat terlihat Leon tidak menggubris. Kupikir pasti dia belum berangkat hari ini, aku cukup tenang dan langsung menuju ruang studio.
Aku masuk ke ruangan dan hanya ada Gilang disana, benar dugaan ku kalau sepertinya hari ini aku aman. Aku tidak bisa membayangkan apa yang harus aku lakukan dihadapan Leon.
Disela-sela kegabutan menunggu anak-anak yang lain aku memainkan salah satu lagu kesukaan Leon dengan gitar.
Tak lama kemudian pintu kedap suara studio itu terbuka, pintu itu agak berat jadi butuh waktu lama untuk membukanya.
Perlahan setelah pintu itu terbuka wajah Mahes menongol dari sana aku pikir dia pasti bersama Zoey. Aku hampir meneriakkan memanggil nama Zoey tapi ternyata Leon masuk setelah Mahes membuatku salah tingkah.
"Haloo gais, sori kita telat abis makan haha!". Mahes menyapa santai.
"Biasanya juga gitu, eh Leon apa kabar gue lama nggak liat lo". Gilang menyapa Leon.
Leon melihatku sebentar tapi aku membuang pandanganku kemudian dia teralihkan pada Gilang dan berbincang basa-basi dengannya.
Membuatku semakin terpinggirkan. Ruangan itu dingin sekali, tapi aku malah kepanasan. Aku tidak tahan lagi dan memutuskan pergi untuk hari ini.
"Gais, aku lupa kalau ada urusan hari ini.. sori gue cuman bisa mampir sebentar hari ini".
Mereka kebingungan dengan sikapku yang tak lazim. Mahes pun seperti biasanya memberikan protes padaku.
"Hei, apaan sih.. udah sampai sini juga!". Protes Mahes.
Aku memelototinya agar dia diam.
"Hih dasar! Lo kelamaan sih.. jadi gabisa latihan dari awal tadi! Byee!!". Aku pun beranjak pergi untuk segera menghindari Leon.
Aku berjalan cepat pergi namun Leon memanggil namaku, aku mematung tak bisa berkutik.
"Shire! Soal kemarin..". Aku takut dengan apa yang akan di katakan oleh Leon aku berbalik dan menutup mulutnya.
"Hei jangan keras-keras!". Aku berbisik padanya sambil memasang wajah panik ku.
Leon tersenyum dan melepas tanganku dengan lembut.
"Kenapa? Kamu lagi sembunyi dari siapa? Kamu kayak orang selingkuh huh". Dia menanyaiku dengan suara Lembut.
"Apa? Mana ada selingkuh.. Hei kemarin kau yang mulai duluan tiba-tiba seperti itu!". Ucapku semakin pelan.
"Tiba-tiba apa?". Tanyanya berlagak polos tidak mengetahui apa-apa.
"Hei kamu lupa menciumiku kemarin?!". Mendengar ucapanku Leon tersenyum manis, membuatku kehabisan kata-kata.
"Kenapa memang? Ada masalah dengan itu?" Tanya Leon sambil mendekatkan wajahnya membuatku salah tingkah.
"Tidak..! Maksudku ya tentu.. apa maksudmu seperti itu kemarin? Hei kau lama-lama seperti mempermainkan ku. Gini-gini aku kakak kelasmu!". Aku kehilangan akal sehatku.
Tiba-tiba raut Leon berubah menjadi serius dia memegang erat kedua pundakku. Matanya yang tajam menjadi lebih tajam lagi dari biasanya, membuatku tidak bisa mengalihkan pandanganku.
"Hei, asal kau tahu aku tidak main-main, aku serius. Bahkan apapun resikonya aku sudah memantapkan diriku, aku harus mendapatkanmu!".
Perkataan Leon membuatku agak takut, dia tidak biasanya seberani ini.
"Woi, Shire!!".
Suara Zoey menyapaku seraya memecah ketegangan antara aku dan Leon.
Zoey semakin mendekat dan Leon melepaskanku seakan tidak terjadi apa-apa. Dia berbisik padaku.
"Hari ini tetaplah disampingku agar kau tidak terluka, aku bermimpi tadi malam".
Kata-kata Leon mengejutkanku.
"Apa?". Responku.
Aku hanya bisa menurutinya karena belum mendapat petunjuk apapun mengenai hal itu.
"Kalian ngapain? Ayo masuk". Tanya Zoey.
"Nggak papa, ayok". Jawabku berusaha menenangkan diri.
Aku kembali masuk dan membuat Gilang dan Mahes kebingungan dengan sikapku. Aku sudah bersiap mendengar hujatan mereka karena tingkahku yang plin-plan.
Ditengah-tengah latihan gejala itu muncul namun karena suara kebisingan di studio aku tidak terlalu mendengar suara yang muncul, saat itu Leon malah memainkan lead gitarnya dengan liar membuatku semakin teralihkan.
Dimalam hari latihan kami selesai, Dio datang membawa makanan terlihat selesai berlatih basket.
"Shire, lo pulang bareng gue". Ujar Dio.
"Shire ada urusan sama gue hari ini". Ucap Leon ketus.
"Apa bener itu Shire?". Tanya Dio.
Aku pun menarik Dio menjauh untuk memberitahunya sesuatu.
"Aku harus tetap bersama Leon karena dia bilang akan ada sesuatu hari ini". Jelasku.
"Maksudmu?". Dio belum juga faham.
"Jadi, Leon punya kemampuan memimpikan hal buruk yang akan terjadi padaku. Dia adalah satu-satunya orang yang dapat menyelamatkanku ketika terjadi hal buruk". Jelasku lebih rinci.
"Kenapa harus dia? Gue juga bisa nglindungin lo Shire!! Lo percaya sama omongan dia??". Jawabnya kesal.
"Enggak Dio, cuman dia yang bisa nolong gue untuk semua hal yang gak masuk akal ini. Ini bisa bahaya juga buat lo!". Aku berusaha meyakinkannya.
"Gue nggak takut, Shire gue suka sama lo! Kita udah sama-sama sejak dulu. Gue gak bisa ngelepasin lo sama dia". Tiba-tiba Dio mengucapkan hal tidak masuk akal untukku.
"Dio, lo kenapa? Lo sadar kan apa yang lo ucapin? Kita cuma temen Dio nggak lebih". Aku berusaha menyadarkan Dio.
"I know, tapi entah sejak kapan gue udah mulai suka sama lo. Kita sama-sama nyaman kenapa nggak bisa lebih dari temen?". Dio memegang tanganku sangat erat membuatku panik.
Aku menguraikan tangannya agar terlepas.
"Sori, nggak bisa. Aku—". Aku kehabisan kata-kata.
"Kenapa? Lo suka sama si Leon itu? Sadar Shire, lo baru aja kenal dia. Lo yakin dia baik?". Tanya Dio bernada marah.
Dia memegang erat tanganku kembali.
"Lepasin Dio!". Ucapku.
Tiba-tiba Leon datang mendorong tubuh Dio menjauh.
"Kalau dia bilang lepasin tu ya lepasin!". Ujar Leon menantang.
"Liat siapa ini, orang kaya lo mana bisa gue percaya nyelamatin Shire?". Dio juga terlihat tak ingin kalah.
Aku berusaha melerai mereka namu kata-kata ku seakan tidak terdengar oleh mereka.
"Emang kenapa gue? Ada masalah? Fair dong biarin Shire sendiri yang nentuin. Lo perhatiin aja dulu sikap lo yang playboy". Ucap Leon membuat kemarahan Dio memuncak.
Dio langsung meninju wajah Leon, namun Leon tidak membalasnya. Aku berteriak menghentikan perkelahian itu.
"Kenapa lo takut sekarang?". Tanya Dio.
"Enggak sama sekali, gue mau nunjukin ke elo, kalau lo nggak pantes buat Shire". Jawab Leon menantang.
Dio terus meluncurkan tinjunya pada Leon seakan seperti kerasukan, aku pun mencegahnya untuk memukul Leon lagi. Aku mencoba menghadang pukulan Dio, pukulannya sedikit lagi akan mengenaiku. Ketika Dio hampir memukulku tiba-tiba ia tersadar dan menghentikan tangannya. Dio nampak merasa bersalah dan hanya menundukkan kepalanya.
"Lo liat, perilaku gegabah lo bisa nyakitin dia? Gue udah tau ini bakal terjadi, semua bakal lebih parah kalau gue ikut hanyut dalam perkelahian ini!". Ucapan Leon meredakan amarah Dio, Dio terdiam matanya terlihat resah.
"Dio..". Aku mencoba menanyai keadaannya yang syok, aku tahu dia tidak sengaja hendak memukulku.
"Maafin gue Shire..". Dio langsung pergi saat itu, aku merasa kasihan padanya.
Tak lama anak-anak datang mendatangi Leon, mereka nampak terkejut.
"Heh, lo kenapa Leon? Dio mana?". Tanya Gilang.
"Gue gak papa, dia udah cabut barusan". Jawab Leon dengan suaranya yang kelelahan menahan sakit.
Saat itu perasaanku pada Leon semakin jelas setelah pengakuan cinta dari Dio menyadarkanku, aku tidak bisa menjauhi Leon. Aku juga merasa bersalah pada Leon karena kejadian buruk hari ini.
Dirumah sakit aku menunggu Leon diobati, aku bertanya satu hal padanya.
"Apakah kejadian buruk itu adalah kejadian dengan Dio tadi?". Tanyaku.
Leon mengangguk.
Aku pun kesal padanya.
"Kenapa tadi nggak biarin aku pergi aja tadi? Lo nggak bakal babak belur gini kalau tadi gue gak ikut latihan!". Tanyaku.
"Aku ngebiarin Dio ngungkapin perasaanya, kalau nggak ada timing kaya tadi mungkin dia gak akan pernah ngungkapin itu, gue ga pengen ada yang dia pendem lagi dan semuanya bisa segera clear.
Walaupun gue cemburu gue tahan, soalnya gue sadar gitu-gitu, dia juga temen lo dari dulu". Jawabnya.
"Jangan-jangan Lo juga tau kalau dia bakal gue tolak?". Tanyaku.
Dia mengangguk dengan polosnya.
"Astaga lo stalker banget ternyata! Udah tau bakalan gue tolak ngapain lo ngorbanin diri lo segala??". Jawabku kesal sekali
"Shire, gue suka sama lo. Gue pengen semua cepet clear. Mimpi itu pasti pertanda buat gue juga, tentu ada pilihan menghindar tapi gue gak akan menghindar, udah gue bilang gue gak peduli resiko apapun!". Jawabnya menyentuh, dia terlihat cukup dewasa pemikirannya.
Tapi masih ada rasa mengganjal dibenakku karena dia mengirbankan dirinya sendiri.
"Nggak.. gue nggak suka kaya gini! Mana bisa gue tenang kalau lo terus ngorbanin diri lo?!". Jawabku menentangnya.
Leon meraih tanganku, aku pun luluh dengannya. Entah bagaimana jalan pikirannya, walaupun aku tahu dia pasti sudah mempersiapkan diri, tapi aku tetap tidak tega melihatnya seperti ini.
"I love you". Ucap Leon.
Aku hanya terdiam, namun Leon tiba-tiba berkata.
"Gue tau lo bakal diem". Ucap Leon tersenyum.
"Nggak juga?! I love you too". Ucapku tiba-tiba menepis kata-katanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments