Bab 14 : Jerami dalam Karung

Leon, tak kupercaya dia menjadi murid baru sekolah ini juga. Aku segera menginterogasinya karena begitu terkejut melihatnya ada disekolah kami.

"Wah gilaa sih.. kamu kok malah daftar sini?". Tanyaku.

Leon hanya tersenyum dan tidak mengutarakan alasannya. Leon ini setelah aku makin mengenalnya, ternyata dia adalah orang yang pendiam seperti Zoey, sifat mereka mirip dan hanya berbicara dengan orang-orang yang membuatnya nyaman.

Baiklah, aku menyerah untuk menanyainya karena dia bukanlah orang yang suka bercerita, aku hanya akan membuatnya tidak nyaman.

"Leon, berhubung kamu sekolah sini kenapa kamu gak gabung di Band kita? Kebetulan kurang personel nih.. Aku pengen bikin full band kalo memungkinkan". Gilang menanyakan pendapat Leon.

"Aku nggak pernah tampil dengan band, aku belum yakin". Jawabnya dengan wajah bimbang.

"Iya, gapapa.. kalo kamu siap aja!". Aku menyambung.

"Lo mau ngedrum emang?". Tanya Mahes agak berbisik ke Gilang.

"Jangan salah, gue liburan kemaren dibeliin Drum dan udah lumayan sih". Jawab Gilang.

"Wait, kalo band kalian seandainya nambah Leon bukannya gitarisnya jadi 3?". Tanya Dio.

"Ah, itu.. Sebenarnya band kami dah ngebahas kalau kita full band Shire nggak mau main gitar sambil nyanyi". Jawab Mahes.

"Kenapa?". Tanya Zoey.

Dio, Zoey dan Leon menatapku dengan wajah serius dan penasaran.

"Ha..ha.. aku jadi malu, bukan masalah serius sebenarnya. Aku hanya gak pernah pakai gitar listrik yang buat fullband. Itu gitarnya lebih berat harus berdiri pula, kalo aku harus nyanyi juga kayanya bakal susah banget". Aku mengklarifikasi.

"Itu doang?". Dio seakan mengejekku.

"Gak, kok itu wajar.. orang belajar musik tu agak susah kalo keluar dari zona nyamannya". Jawab Leon, membuatku merasa dibela.

"Kalo gitu, aku mau deh coba ikut band kalian!". Leon tiba-tiba berubah pikiran membuat kami begitu senang mendengarnya.

Sepulang sekolah kami langsung ke studio musik untuk berlatih, Leon juga hadir. Kami segera melakukan check sound sebelum latihan.

"Gais-gais coba liat ini! Ada lomba full band, hadiahnya lumayan". Gilang tiba-tiba menunjukkan kami gambar pamflet.

"Coba liat". Mahes memintanya.

"Nggak bisa nih lihat syaratnya 5-7 orang, band kita kurang 1 personel". Ucap Mahes setelah mengamati Pamflet itu.

"Yaudah kita cari aja kalik! Aku punya ide, kita rekrut basis baru!". Jawab Gilang.

"Siapa coba? Lo inget gimana susahnya kita jadi 1 band? Kayak nemuin jerami di dalam karung! Jarang ada anak yang mau ikut band di sekolah ini, mereka udah sibuk belajar". Jawab Mahes lagi.

"Jarum dalam jerami keles, lu mah jangan sok cendekia pake peribahasa tapi masih salah". Gilang mengejek Mahes.

"Ya maap si paling suhu cendekia tapi rankingnya dibawah gue". Balas mahes dengan tengiknya.

Aku menepuk jidatku, dan segera mungkin berusaha melerai perdebatan.

"Udah, kita latihan dulu, ini pake lagu yang ditentuin di pamflet. Sambil jalan latihan dan nyari personel".

Kami pun mulai berlatih, kami meng-arrangsemen lagu itu. Mahes dan Leon berkolaborasi dengan sangat baik, aku sangat terpukau melihat skill mereka.

Setiap hari kami berlatih dan mencari orang, tapi tidak ada yang yang mau atau bisa menjadi basis kami.

Gilang terlihat frustasi karena dia begitu ingin mengikuti kompetisi tersebut. Tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin, dan hasilnya memang tidak ada yang bisa mengisi posisi tersebut.

Gilang adalah orang yang  bisa disebut sebagai pemimpin band kami karena dia yang memiliki semangat paling tinggi dan selalu mendorong kami untuk terus berlatih.

Besok adalah hari terakhir pendaftaran lomba, tapi kami sudah menyerah untuk mencari personil baru.

Di tengah-tengah kami bermain Zoey masuk untuk melihat kami berlatih. Selesai melihat kami, Zoey bertepuk tangan keras mengapresiasi penampilan latihan kami.

Melihat kedatangan Zoey Gilang pun tiba-tiba bersemangat dan memukul drum yang dimainkannya.

"Hei hei gais tunggu tunggu, kenapa tidak Zoey saja yang menjadi basis nya? ". Tiba-tiba ide gila Gilang muncul.

"Apa katanya? ". Jawab Zoey terkejut.

"Hei seriusan kita mau ikut lomba, lo yakin?". Tanya Mahes.

"Seriuslah, kenapa nggak? ". Jawab Gilang.

Zoey menatap kebingungan dan kami akhirnya sepakat mengajak Zoey untuk bergabung di band kami.

Gilang tersenyum semangat, dia pun langsung mengeluarkan laptop dan mulai mendaftar secara online untuk kompetisi tersebut. Yang lain mulai berlatih dan mahes mengajari Zoey cara bermain bass.

Untungnya Zoey cepat menangkap dan mulai mahir memainkannya, apalagi dia nampak bersemangat diajari oleh crush nya sendiri.

Hari demi hari kami berlatih dan kompetisi pun akhirnya akan segera tiba, kami mulai memikirkan dress code yang akan kami pakai untuk lomba.

"Udah item item aja". Saran Mahes, sudah kuduga dia akan memilih warna itu karena itu adalah warna yang selalu ia gunakan.

Bahkan jarang sekali aku melihatnya memakai baju atau pakaian dengan warna selain hitam.

"Nggak nggak aku nggak setuju, masa iya hitam? ". Aku menentang.

"Terus apa? Bajuku hitam semua aku nggak punya baju selain hitam ". Jawab Mahes.

"Hahaha aduh parah banget sih lo, tapi ya nggak mungkin lah kalau kita pakai item item? Lagunya aja ceria babget, kita cari yang berwarna aja gimana?". Jawab Gilang.

"Kenapa nggak pink aja? ". Aku menyarankan agak nyeleneh walaupun aku tahu itu tidak akan dipakai.

"Ada-ada aja sih lo. nggak mungkin lah kalau pink masa kita yang cowok harus pakai pink? ". Jawab mahes menentangku balik.

"Hmm.. tapi keknya itu ide bagus deh". Gilang tiba-tiba tertarik dengan warna pink.

Setelah perdebatan cukup panjang, pada akhirnya mereka sepakat dengan baju warna pink.

Dengan alasan mencocokkan dengan lagu kami yang ceria dan bercerita tentang cinta remaja. Konsep pink akan membuat band kita unik dari yang lain.

"Halo guys!! aduh ada apa ini kok panas banget suasananya?? ". Dio memasuki ruang studio memakai baju basketnya, terlihat ia baru selesai berlatih.

"Ini gue bawain ayam goreng kesukaan kalian!!". Dio memperlihatkan bungkusan di tangannya.

"Lo punya baju warna pink nggak?". Mahes tiba-tiba bertanya kepada Dio.

"Buset lu kesambet apa? mau jadi pinky boy lu?". Dia tertawa mendengar pertanyaan Mahes, namun aku memelototi Dio yang menertawakan warna dresscode kami.

"Bukan gitu, tapi anak-anak pada ngajakin pakai baju pink buat lomba besok, ya gue nggak punya lah baju selain item". Jawab mahes kesaldan terlihat masih tidak bisa menerima keputusan.

"Ah, sori-sori gue gak maksud buat ngetawain DC kalian. Mmm, nanti malam, pada free nggak? kita ngemall yuk sekalian cari baju buat kalian kalau nggak punya ? ". Ajak Dio.

"Ide bagus tuh!". Jawab ku.

"Bagus setuju kan kalian? Nanti khusus mahes gue beliin deh!".

Jawab Dio menghibur mahes yang terlihat kesal, walaupun dia memang suka jahil tapi dia cukup baik kepada teman-temannya.

"Oke!! ". Jawab Mahes paling bersemangat.

Sesampai di mall kami ke foodcourt terlebih dahulu karena kami merasa sangat lapar. Kami memesan minuman float yang segar, anehnya Leon malah memilih teh hangat.

Pesanan kami pun tiba di meja kami, dan kami segera menghabiskan minuman itu. Saat hendak meminumnya, aku merasa tiba-tiba kepalaku terasa pusing, dan terngiang suara di kepalaku

"ah suaraku menghilang, bagaimana ini?".

Membuatku baru menyadari bahwa aku malah memesan es, padahal perlombaan tinggal 2 hari lagi.

"Kayaknya aku nggak bisa minum ini deh temen-temen ". Aku tiba-tiba berkata begitu.

"Iya, lo besok kan waktu hari perlombaan harus mempersiapkan suara lo, lo  mending jangan minum es dulu ". Sahut Gilang.

Tiba-tiba Leon menyodorkan teh hangatnya kepadaku, dan menukarnya dengan float milikku.

"Tiba-tiba Aku ingin es, kamu minum aja milikku, ". Ucap Leon kepadaku.

Saat ini aku hanya bingung, bagaimana kalau sebenarnya Leon bisa mengetahui pikiranku?

Apakah sebenarnya selama ini dia selalu menyelamatkanku?

Aneh sekali mana mungkin orang sepertinya bisa melakukan itu setiap waktu?

Kecurigaan ini membuatku ingin mengklarifikasi langsung pada Leon.

Tapi aku mengurungkan niatku agar tidak merusak suasana yang ada. Kami bergegas menuju ke toko fashion yang ada di mall.

"Siapa yang mau beli baju sekarang?". Dio bertanya.

Kemudian yang mengangkat tangan hanya Mahes dan Zoey. Aku menyenggol lengan Zoey untuk menggodanya.

"Oke, yang beli baju nih ambil kartu kredit gue, gue bayarin kalian berdua. Yang lain gue traktir main di Time Zone!". Ucapan Dio sungguh membuat kami bersemangat dan senang.

"Wah, lo baik banget sih. Pokoknya terbaik dah!". Aku memuji sikap Dio.

Kami menghabiskan waktu di Timezone dan begitu gembira, Dio memainkan mobil-mobilan karena berkata bosan dengan basket dan aku mencoba bermain basket dengan Gilang.

Leon terlihat hanya menonton saja dari tadi, aku pun menariknya untuk bermain basket. Anehnya kami bertiga bekerja sama tapi tetap sering gagal memasukkan bola basketnya.

Dio selesai bermain game mobil- mobilan dan menyusul kami bermain basket.

"Wah payah sekali, minggir-minggir". Dio mengambil alih permainan.

Semua bola yang ia lemparkan tidak ada yang tidak masuk ke ring, kami terkagum kagum dengan kemampuan Dio.

"Wuah, keren banget!". Aku memujinya.

"Iya dong!". Dio mengusap rambutnya ke belakang, untuk menyombongkan dirinya.

Setelah selesai bermain game, kami segera pergi mencari Zoey dan Mahes yang belum terlihat dari tadi.

Kami menunggu di Lobby mall dan tak selang berapa lama mereka berdua muncul, wajah mereka tampak bahagia dan mencurigakan.

"Hayo, abis ngapain aja kalian?". Aku menggoda mereka.

"Sembarangan, kita abis belanja lah!". Mahes mengelak.

"Halah, gausah ditutup-tutupi masa belanja baju malah dapet es krim segala! Gak bagi-bagi lagi". Aku semakin menggoda mereka.

"Wah, parah.. kaya lo juga mencurigakan tuh sama Dio! Bahkan lebih parah!". Mahes memeletkan lidahnya.

Sifat Mahes terlalu mirip keras kepalanya denganku, membuat kami sering berdebat.

"Iya, lo tu ngaca dong re!". Dio juga menggoda ku.

"Apasih Lo, malah ikutan gak jelas!". Aku menjawab sinis.

Setelah perbincangan tidak jelas itu, kami pun segera pulang.

Sepanjang perjalanan pulang Leon tiba-tiba terlihat begitu diam, dia memang biasanya diam tapi wajahnya tampak lesu.

"Kamu kelelahan Leon?". Tanyaku.

"Nggak!". Jawabnya ketus, tapi aku membiarkannya karena tidak ingin membuatnya semakin marah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!