Bab 6 : Berbicara dan Berkompromi

Aku tidak percaya aku mengalami omong kosong ini lagi. Saat itu aku sangat kesal dengan Dio atas kejadian ini. Anak-anak yang tadi kekantin pasti menyimpulkan itu karena kelakuan Dio tadi.

"Apa? Bukan kok, cuma temen doang". Jawabku sambil menahan emosi.

"Hei, gausah malu kalik, wah kalian cocok banget deh".

Mereka tetap tidak percaya, tapi wajar saja orang yang baru tau tentangku dan Dio akan salah paham melihat kejadian tadi.

"Enggak! coba aja tanya Zoey.. ya kan Zoey?". Aku meminta Zoey menjawab.

Belum sempat Zoey menjawab, ada segerombolan kakak kelas memasuki kelas kami. Membuat para siswa yang mengerumuniku pergi ke mejanya masing-masing.

Mereka perwakilan dari tiap-tiap organisasi dan ekstrakurikuler di SMA, mereka tampak keren dan pandai berbicara.

Aku merasa sangat antusias dan lupa akan kekesalanku tadi, kupikir mungkin akan asik bergaul dengan anak-anak organisasi.

"Zoey, kamu nggak mau daftar organisasi atau ekskul?".

Aku mencoba mengajak Zoey.

"Aku kurang tertarik re, kayaknya enggak dulu deh". Sangat disayangkan Zoey tidak mau ikut mendaftar.

Sepulang sekolah aku langsung mendaftar Organisasi dan Ekstrakurikuler yang ingin aku ikuti. Aku begitu bersemangat untuk segera mengikuti kegiatan-kegiatan itu.

Dio berjalan sambil tertawa bersama teman-teman cowoknya, dan berjalan melewatiku. Aku sangat sebal melihat wajahnya karena mengingat kejadian dikelas heboh karena dirinya.

Tapi Dio tiba-tiba berhenti seperti hendak berbicara denganku, aku langsung ingin mengabaikannya, tak lama hp ku tiba-tiba berdering, suara panggilan masuk dari ayah.

"Halo? aa.. iya gapapa yah.. gak papa gampang aku bisa pesen ojek online nanti".

Suaraku menjawab ayah di hp, aku memalingkan wajahku dari Dio karena sebal.

"Kenapa? ayah lo gak bisa jemput?". Tanya Dio.

"Iya". Jawabku singkat.

"Ih, nape sih kok ketus banget". tanya Dio.

"Dah lah, gue lagi males debat, lo gak tau hal yang gue alamin hari ini gara-gara seseorang". Aku menyindirnya, namun ia malah nampak kebingungan.

"Dah lah gue mau ke depan nyari ojol". Aku langsung pergi.

Tak berapa lama kemudian ada mobil berhenti di depanku, ia membuka kaca jendelanya. "Masuk!" Ternyata itu adalah Dio.

Setelah memastikan tidak ada teman yang melihat aku masuk. "Oke". Yah, gak sia-sia aku berteman sama ini manusia, walaupun ada beberapa konsekuensi pahitnya.

Mobil terus berjalan tapi tak sesuai arah jalan ke rumahku, aku pun segera protes.

"Heh, mau kemana?".

"Nongkrong bentar". Jawab Dio.

"Hm, oke". Jawabku.

Sesampainya di cafe kami memesan jus dan beberapa camilan, kami memilih duduk di outdoor.

"by the way lo kan belum punya SIM? emang boleh sama bokap lo?". Tanyaku.

"hm, boleh tuh.. gue udah lama bisa nyetir.. Lagian taun depan gue udah boleh buat SIM kok". Jawabnya dengan bangga.

"Aa.. oke, lo gak ikut Osis?". Tanyaku lagi.

"Enggak lah, gue udah ikut basket. Ntar takut terlalu sibuk ga bisa bagi waktu. Lah elo gimana? beneran daftar Osis? kenapa gak bikin band aja?". Dia kembali bertanya.

"Oh lo sibuk banget ya? Kalo gue malah daftar Osis, band, sama padus doang". Jawabku dengan nada datar.

"Buset, lo maruk apa gimana?" Dio seakan tidak percaya. Tapi itulah kenyataanya, aku sendiri bahkan sudah mantab mengikuti ketiganya, dan siap bertempur dengan semua kesibukan yang juga menyenangkan.

"Oh iya ampe hampir lupa. Gue mau ngomong serius sama lo". Aku memulai pembicaraan.

"Buset, nape kayak gitu ngomongnya gue jadi takut dengerinnya". Ungkap Dio.

"Dah, serius dengerin! ini soal kesalahpahaman temen-temen gue mengenai hubungan gue sama lo. Dio, plis lain kali jangan bercanda kayak gitu lagi, dulu sih gue masih bisa terima ya, apalagi SMP gak penting-penting amat gue laku apa enggak. Tapi sekarang beda, kita udah SMA dan lo masa tega liat temen lo sendiri jomblo terus? plisss banget jangan bercanda tentang hubungan kita dan bikin orang salah paham, oke?".

Aku berusaha membuat anak ini paham.

"Emang kenapa? lo gak seneng temenan ama gue? "

Dio nampak kesal dan malah mengartikan seakan aku tidak mau berteman dengannya lagi.

"Bukan itu, gue mah bahagia temenan sama elu. Kan gue udah bilangin tadi, cuman soal bercandaan lu bikin orang lain ngira kita pacaran? jadi, intinya ganti bercandaan lu dengan topik lain oke?".

Kukira dia anak yang pintar namun dia sulit memahami konteks perkataanku membuat aku harus mengulanginya.

"Yaudah pacaran aja sama gue napa sih ribet amat?". Ungkap Dio dengan wajah kesal.

"Gak mau lah, lu bercanda? masa gue pacaran ama sahabat gue sendiri!".

Aku juga kesal padanya karena menganggapnya main-main dengan pembicaraan ini.

Aku dan Dio pun hanya saling menatap kesal tanpa obrolan dan kami hanya minum saja. Entah apakah pembicaraan ini akan berhasil mengubah sikapnya, aku akan berusaha untuk membuatnya tidak melakukan bercandaan itu lagi.

"Dah selesai? ayo cabut sekarang aja". Aku langsung beranjak dari tempat duduk.

Dio tiba-tiba meraih tanganku aku cukup heran dengan kelakuannya.

"Oke". Ucapnya tiba-tiba.

"Maksudnya apa?". Tanyaku.

"Iya oke, yang tadi.. gue ga bakal bercanda kaya gitu lagi sama lo". Ucapnya sambil cemberut.

Aku seketika tersenyum cerah dan menabok-nabok pundak Dio.

"Nah gitu dong, ini baru sahabat gue! Cuss kita cabut, hari ini gue yang traktir!". Ucapku bahagia.

Sepanjang perjalanan Dio masih nampak murung, aku rasa si anak pintar ini masih belum bisa mencerna dengan baik pembicaraan tadi.

"Dio, lu kenapa?" tanyaku.

"Gapapa". Jawabnya ketus.

"Lu sakit?". Tanyaku

"Enggak". Lagi-lagi dia sangat hemat suara.

"Yaelah, santai bro kita tetep temenan kaya biasa. Lu sahabat gue sejak SMP gak mungkin gue mau kehilangan sahabat kayak elu! Makanya, demi persahabatan kita yang langgeng kita harus nyaman satu sama lain dengan menjaga sikap, oke?".

Aku berusaha membuatnya paham kalau aku bukannya ingin berhenti bersahabat, aku malah ingin kami menjadi lebih nyaman satu sama lain.

"Iya, gue ngerti kok". Jawabnya dengan helaan nafas.

"Kalau udah ngerti berarti clear yaa! kalau gitu senyum dong jangan cemberut terus".

Pintaku.

Dio pun langsung berusaha tersenyum walaupun nampak sedikit terpaksa, aku akan membuatnya paham kalau aku bukan bermaksud jaga jarak dengannya. Aku yakin dia kan paham seiring berjalannya waktu.

Besoknya dikantin aku melihat Dio lewat dan langsung menyapanya dan menyuruhnya bergabung dengan teman-temanku di meja.

Dia datang dan bergabung dengan kami, aku bertekad untuk meluruskan semua kesalahpahaman ini.

"Kenalin teman-teman ini Dio". Aku memulai memperkenalkan Dio.

"Wahh kamu ganteng sekali, kenalin aku Kinta". Kinta nampak antusias.

"Kalian pacaran?". Tanya Kinta.

"Enggak dong, dia tuh udah kaya abangku sendiri! kita udah kenal sejak SMP dulu. Pokoknya panjang deh ceritanya. Iya kan Dio?".

Ucapku menegaskan pada mereka tentang kebenaran yang ada.

"I..ya". Jawabnya dengan senyum kecut, namun ini bagus karena Dio sepertinya sudah mengerti dan tidak berbicara aneh-aneh lagi.

"Oke, kita harus rayain hari pertemanan kita dan menyambut teman baru kita, Dio. Hari ini aku traktir gorengan!".

Aku berusaha menceriakan suasana, teman-teman yang lain nampak gembira dan menyambut dengan positif.

Tak lama rumor mengenai aku dan Dio menghilang dan bahkan sekarang teman-temanku secara terang-terangan mendekati Dio dan meminta bantuanku.

Aku sangat gembira karena akhirnya aku bisa terbebas dari rumor aneh ini, aku pun sekarang tidak lagi dianggap jadi orang ketiga perusak hubungan Dio dan cewek-ceweknya, namun malah jadi makcomblangnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!