Bermain Dengan Takdir

Bermain Dengan Takdir

Bab 1 : The missing link

Aku berlari menghampiri ibu yang sudah terbujur kaku. "Ibuu.. ibuu.. jangan bercanda, ini tidak lucu. Ah, aku pasti bermimpi?". Ayah pun datang memelukku dan kami menangis bersama.

Ayah sosok tangguh yang kukenal, menangis dihadapan ibu tak kuasa melepasnya. Di benakku hanya terngiang semua perbuatan tidak patuhku terhadap ibu, dan teringat semua kebaikan ibu yang belum bisa ku balas sedikit pun.

Sore itu, menjadi sore terakhir aku bertemu dengan ibu. Ini adalah sebuah tragedi besar dalam hidupku yang telah membuatku kehilangan orang yang ku sayangi, sosok yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.

Aku mulai merasa bahwa semua juga merupakan kesalahanku, namun jika dipikir-pikir ini memang kesalahanku. Kenapa aku tidak menyadari lebih cepat akan kekuatan ini? seharusnya aku bisa mencegahnya terjadi.

___________________

Semua itu dimulai semenjak aku mulai mengenal hobi baruku, yah musik! Hobi yang membawa sebuah keajaiban sekaligus malapetaka yang mengubah hidupku sehingga dapat mengenal dunia dengan sudut pandang baru.

Aku akan menceritakan bagaimana awal dari munculnya bakat aneh ini. Bakat mendengar isyarat suara yang menandakan kejadian buruk yang akan menimpa orang-orang disekitarku.

Aku selalu tersiksa dan belum terbiasa dengan keanehan diriku, mendengar suara-suara rintihan dan kejadian buruk yang akan terjadi dikepalaku bukankah itu rasanya seperti orang gila?

1 Mei 2020, dihari ulang tahunku yang ke 15 tepatnya di kelas 3 SMP yang mana sedang mempersiapkan untuk penampilan perpisahan sekolah.

Aku berlatih keras untuk penampilan terakhirku bermain gitar di SMP. Aku berlatih sepulang sekolah dengan gitar kesayanganku yang belum lama aku dapatkan, kami berlatih sampai sore hari bersama kedua temanku. Kami berlatih begitu keras, dan tubuhku terasa sangat lelah hari itu.

Walau begitu aku tetap bertekad berlatih demi penampilan terbaik, kedua temanku pun begitu.

Tiba-tiba kepalaku terasa sangat pusing dan telingaku terasa berdengung.

"aah..". Aku reflek meletakkan gitarku dan tanganku menutup kedua telingaku untuk meredakan dengungan itu. Dengungan terasa sakit di telinga dan terjadi dalam beberapa detik.

Teman-temanku panik dan menanyakan keadaanku. "Shire? Kamu gak papa?" tanya salah satu temanku.

Setelah beberapa saat gejala aneh tadi menghilang dan aku memberi tahu temanku kalau aku tidak apa-apa. Kurasa aku kelelahan jadi aku menyudahi latihan itu dan memutuskan untuk pulang lebih cepat.

Sayangnya teman-temanku malah dijemput terlebih dahulu, dan tinggal aku sendirian di loby sekolah yang sangat sepi karena ayah bilang akan terlambat datang.

Tiba-tiba hujan juga turun dan sekolah terasa sangat sunyi karena sudah tidak ada orang.

Lagi-lagi aku mendengar dengungan itu lagi "a..ah" kali ini lebih lama dan aku mulai agak khawatir.

Setelah dengungan itu selesai aku mulai agak bosan menunggu, kuputuskan untuk mengisi waktuku dengan berkeliling sekolah dengan harapan bisa mengusir negatif thinking ku.

Tak lama kemudian kulihat didepan gerbang ada siswa laki-laki dengan seragam sekolah lain berdiri sendirian membawa payung.

"Aneh sekali? seragam mana itu?". Tak sadar aku bergumam pada diriku sendiri.

Aku hendak mendekat, namun mobil ayah tiba-tiba datang dan memasuki gerbang sekolah.

Aku segera menaiki mobil dan kami berjalan melewati siswa itu tapi aku tidak dapat melihat wajahnya yang tertutup payung hitam.

Aku melamun karena memikirkan kejadian-kejadian aneh di sekolah tadi, sampai-sampai tidak sadar kalau dari tadi aku dipanggil ayahku.

"Re? Shire?" Panggilan ayah membuatku keluar dari lamunan.

"A.. apa yah?". Jawabku.

"Kok ngelamun ada apa? Apakah latihannya sulit?" Tanya beliau.

"Ah.. enggak papa kok yah. Oh iya, yah? Kok tadi telingaku berdengung lagi dan hari ini malah beberapa kali kenapa ya?". Tanyaku pada ayah.

"Hmm, kenapa ya kok jadi tambah sering? Tapi kamu pusing enggak?" Tanya ayah khawatir.

"Enggak sih". Jawabku.

"Mungkin kamu kecapekan aja karena sibuk berlatih. Lebih baik kamu perbanyak istirahat. Besok kalau masih berdengung kita periksa ke THT oke?" Kata ayahku.

Aku anggap itu masuk akal karena akhir-akhir ini aku memang berlatih dengan sangat giat karena khawatir membawa nama baik kelas.

____________

Sesampainya dirumah aku langsung beristirahat karena begitu lelah, aku tidak mau tiba-tiba seperti tadi mengalami sakit kepala dan dengungan di telingaku.

Dengungan ini sudah terjadi tepat 7 hari, dan semakin sering terjadi saat aku memainkan gitar. Aku mulai belajar gitar karena wali kelas menyuruh agar dibentuk tim untuk mewakili kelas dalam acara perpisahan kelas 9 nanti.

Karena dikelasku tidak ada yang mau, aku selaku ketua kelas akhirnya menumbalkan diri untuk berkontribusi dalam pementasan sekali seumur hidup itu.

Beliau menyarankan kami agar mempelajari suatu alat musik bebas, tiba-tiba aku berinisiatif mempelajari alat musik gitar.

Entah kenapa aku sangat bersemangat, mengingat kemampuan ku yang nol dan tidak ada orang atau kerabat dekatku yang bisa bermain gitar.

Aku cukup kekanakan dan sembrono waktu itu karena tidak mempertimbangkan kemampuan namun malah menawarkan diri untuk menjadi perwakilan kelas.

Bagaimana kalau nanti aku malah mempermalukan nama kelasku, dan lebih parahnya itu acara perpisahan seharusnya dapat meninggalkan kesan baik bagi orang-orang.

Yah, namun tanpa keberanian itu aku mungkin tidak akan sampai sejauh ini bisa mendapatkan hobi baru yang sangat menyenangkan, walaupun dilain sisi hobi itu terkadang membuatku sengsara.

Dan kuputuskan setelah pulang sekolah aku bertekad untuk mendapatkan persetujuan ayah saat itu juga, setelah bel pulang sekolah berbunyi aku bergegas menemui ayah dan meminta izin ayah untuk mengikuti pementasan sekolah, ayah nampak terkejut dengan kesembronoanku karena dia yang paling tahu kemampuanku yang payah ini.

Yah, walaupun sebenarnya aku memiliki suara yang cukup bagus namun bermain alat musik gitar itu merupakan cerita lain lagi yang mana harus ada kerja keras dalam mencapainya.

Ajaibnya, setelah ayah menceramahiku cukup lama dan bahkan menanyaiku berkali-kali atas keseriusanku, ayah akhirnya memperbolehkanku untuk mengikuti pentas dengan syarat harus bersungguh-sungguh ketika latihan apalagi aku membawa nama kelas.

Aku sangat gembira dan langsung mengajak ayah untuk menemaniku membeli sebuah gitar di toko.

Ayah dengan mudahnya setuju dan membiarkanku berlatih karena menganggap itu hal yang positif untukku, dan dalam perjalanan pulang kami langsung mampir ketika tidak sengaja melihat plakat sebuah toko musik bertuliskan "L Guitar" yang mengarah ke sebuah gang kecil.

"Yah, itu sepertinya toko gitar ya?". Aku antusias melihat plakat itu, dan ayah dengan spontan mengerem mobilnya, namun sudah agak terlewat.

"Eh, sebentar ayah mundurin dulu". Setelah mobil mundur perlahan plakat itu nampak jelas.

"Iya kan yah? Liat-liat toko itu dulu yuk?" Ajakku.

"Hmm boleh deh, yaudah kita kesana". Ayah mulai memutar balikkan mobilnya.

"Ayaah gimana ini?" Aku tiba-tiba baru sadar akan sesuatu.

"Ah, siall!!". Ucap ayah kesal.

Terpopuler

Comments

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

ak mampir Thor ..

2023-05-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!