Bab 3 : Hari Terakhir Aku melihatnya

7 Hari setelah kematian ibu aku duduk melamun di depan teras sambil mengingat setiap detail yang terjadi hari itu.

Pagi sebelum tragedi itu terjadi, sebenarnya aku mengalami mimpi yang aneh. Di mimpi itu aku sedang berada disebuah taman bunga yang sangat luas, namun aku merasa asing dengan nama bunga itu.

Saat itu aku sedang bermain gitar pemberian dari bapak pemilik L Guitar itu sambil menikmati udara yang sangat sejuk.

Tak lama anak laki-laki itu datang membawa payung itu lagi, setelah berdiri di hadapanku cukup lama anak itu tiba-tiba mulai mengangkat payungnya seakan ingin memperlihatkan wajahnya.

Aku sangat penasaran dan menunggu ia menunjukkan wajahnya. Lalu tiba-tiba...

"Bangun nak udah siang!". Suara ibu tiba-tiba muncul membuyarkan mimpiku.

Sampai saat ini aku masih merasa bersalah karena aku ngambek dengan ibu hanya karena mimpi itu.

Walaupun begitu, aku yang biasanya tidak ingat mimpiku sendiri, malah mengingatnya secara berlebihan dan membuatku kesal sendiri.

Seharusnya aku tidak bisa melampiaskan begitu saja kekesalanku pada ibu, karena selama ini berkat ibu aku bisa sekolah, apalagi aku orang yang sangat sulit untuk dibangunkan dan kadang malah suka marah-marah sendiri padahal aku yang butuh bangun pagi untuk sekolah.

Aku merindukan sajian 4 sehat 5 sempurna buatan ibuku, ibu selalu berprinsip sarapan pagi itu sangatlah penting dan tak pernah sekalipun ibu membiarkan perutku kosong.

Bahkan walaupun ibu sakit, ibu tetap membuatkan masakan untukku dan ayah. Aku selalu berharap untuk menjadi ibu yang baik seperti ibuku, namun betapa menggelikannya diriku, walaupun masih SMP aku sudah halu terlalu jauh membayangkan diriku jadi ibu.

Kalau dipikir-pikir lagi makin hari aku memikirkannya, memang di hari itu semuanya terasa aneh.

Dimulai dari berangkat sekolah seperti biasa, setelah malam sebelumnya aku merasakan sakit kepala begitu hebat kemudian bermimpi aneh. Kemudian juga dalam perjalanan ke sekolah tiba tiba perasaanku berubah memburuk tanpa kusadari.

Saat itu aku merasa sesuatu yang sangat buruk akan terjadi dan membuatku sangat gelisah bahkan di pagi yang sangat dingin itu keringatku juga mulai bermunculan. Jantungku juga berdebar kencang, bahkan aku sampai sempat meminta pulang di tengah perjalanan dan membuat ayah marah.

"Hah? kamu jangan bercanda shire! ada apa? kamu enggak sakit kan?" . Kata ayah menolak ideku, tapi aku begitu ingin pulang dan firasatku berkata aku harus segera pulang saat itu juga.

"Sadarlah Shire, katakan alasanmu kenapa kamu ingin pulang? Padahal sebentar lagi akan sampai sekolah. Katanya minggu ini kamu harus mempersiapkan diri untuk ujian try out minggu depan?".

Aku langsung tersadar karena aku ingat akan ujianku dan aku sungguh sangat bingung akan diriku yang tidak jelas tingkahnya. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap dan harus ke sekolah.

"Kalau nanti ada apa apa telpon ayah, nanti ayah jemput".Kata ayah sambil mengusap rambutku. Aku hanya mengangguk dan segera berlari menuju kelas karena sudah terlambat. Batinku terasa sangat tidak enak dan feeling ku berkata bahwa aku harus segera pulang.

Benar saja, baru beberapa saat guru datang dan memulai pembelajaran, handphone ku berbunyi keras karena lupa ku silent.

Aku terkejut dan langsung menolak panggilan tersebut tanpa ku sengaja. Ku lihat riwayat panggilan tersebut dari ayah, aku merasa cemas dan memutuskan untuk izin keluar kelas untuk bertelepon.

"Halo?" baru sempat aku menyelesaikan kata halo tiba tiba terdengar suara isakan ayah.

"Nak, cepat pulang.. nanti di jemput sama Budhe ya?".

"A..ada apa yah?". Tanyaku, namun ternyata telepon sudah terputus.

Ayah tidak menceritakan yang terjadi sebenarnya, membuatku semakin cemas dan penasaran. Batinku bertanya- tanya ada apa ini? Banyak pikiran buruk bermunculan dan menyerang kepalaku, aku penasaran namun takut untuk mengetahuinya.

Aku segera izin wali kelas dan mengambil tasku dengan buru-buru. Setelah itu aku berlari keluar menuju gerbang sekolah dan benar saja budhe sudah tiba menjemputku di sekolah.

Aku ragu sejenak dalam beberapa detik karena takut mendengar hal buruk yang akan aku ketahui sebentar lagi. Ditengah keraguanku Budhe menghampiriku duluan dan langsung memelukku erat dengan wajahnya yang basah penuh dengan air mata.

Wajah budhe yang sangat mirip dengan ibuku ini dipenuhi air mata, membuatku seakan melihatnya seperti ibu yang sedang bersedih.

"Pokoknya kamu harus kuat ya nak! ada budhe dan keluargamu yang lain". Kata bude yang semakin membuatku khawatir.

"Ada apa ini budhe?"Tanyaku. "Nanti.. nanti Budhe beritahu. Sekarang, mending kita langsung naik dulu, nanti Budhe kasih tau sambil jalan". Budhe menyetir sambil sesekali tangan kirinya menyeka air matanya.

Beberapa saat di perjalanan aku selalu berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendengar kabar terburuk. Aku yang belum tahu apa-apa saat itu malah mengechat ibuku dan menanyakan beliau sebenarnya ada apa?

"Ibu apakah dirumah semuanya baik-baik saja?".

Batinku merasakan hal aneh karena tidak biasanya ibu lama membalas pesanku.

Setelah beberapa saat, budhe akhirnya menceritakan semua yang terjadi. Dan benar saja ibuku meninggal karena serangan jantung, aku masih tidak percaya hal itu dan berharap bahwa itu adalah mimpi.

Aku bahkan dengan putus asanya mengirim chat lagi kepada ibuku dan bertanya apakah ini mimpi. Tidak ada jawaban dari ibuku, membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Sore itu pun, menjadi sore terakhir aku bertemu dengan ibu. Aku masih mengingat saat aku menangis diiringi angin sejuk dan dedaunan hijau disekitarnya menghiasi makamnya.

Aku menumpahkan semua air mataku diatas makam ibuku yang dipenuhi bunga segar. Saat itu aku bahkan tidak mau beranjak pergi walaupun orang-orang memaksaku. Ayah bahkan berusaha menenangkanku dan memaksaku untuk pulang, tapi hatiku tidak kuasa meninggalkan ibu sendirian di dalam tanah yang gelap dan dingin itu.

Aku hanya bisa terus mengucap maaf kepada ibu, dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Masa depan terasa suram dan aku takut untuk menjalaninya.

Sudah berhari-hari aku larut dalam kesedihan ini, setiap hari aku masih menangis ketika melihat kamar ibu yang sudah kosong. Sampai saat ini aku belum menemukan motovasi untuk berangkat kesekolah, padahal ini adalah tahun terakhirku di kelas 3 SMP.

Aku terus berfikir dan berfikir untuk menerimanya, namun tidak bisa, semua tragedi ini benar-benar sulit untuk diterima. Ketika aku akhirnya menyadari aku punya kelebihan yang lebih terasa seperti kutukan, kini makin membuatku takut kalau ada hal buruk lainnya lagi.

Aku juga mulai menyalahkan diriku yang tidak bisa lebih cepat menyadari hal itu dan mungkin kalau aku cepat menyadarinya, aku bisa mencegahnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!