Aku menarik nafas dalam-dalam menenangkan kegugupanku yang kini berlipat ganda.
Yang pertama aku gugup karena pentas grup pertama kali dan kedua aku gugup memainkan gitar yang bagiku sangat menakutkan ini.
Aku naik kepanggung dan mulai check sound alat sambil mc cuap-cuap menanyai kami satu persatu.
"Kalau Onebite sendiri ada arti namanya nggak kak?". Tanya MC.
"Em.. Onebite itu kalo diartiin kan satu gigitan, yah kaya mencicipi gitu. Kami ingin Onebite bisa memberikan rasa gigitan terbaik disetiap penampilannya". Aku menjawab asal-asalan karena gugup.
Terlihat di depan Zoey sedang menginstal kamera dan Dio terus menerus melambaikan tangan pada kami.
Aku membalasnya dengan lambaian kecil, lalu aku menatap ke segala arah di kursi penonton. Ramai sekali hingga membuatku lebih gugup lagi.
Lalu aku melihat Leon, dia duduk diantara penonton namun sorot matanya paling menonjol membuatku tidak bisa melewatkan untuk melihatnya.
Dia tersenyum dan aku hanya menghela nafas, kemudian aku kembali berpikir apakah dia menyelamatkanku lagi kali ini?
Aku memulai penampilan dan seketika aku mulai enjoy dengan suasana, band ku akhirnya telah selesai menampilkan beberapa lagu dengan cukup baik.
"Terimakasih semua!". Aku mengakhiri penampilan, dan penonton bertepuk tangan dengan meriah.
Aku turun dari panggung kemudian Dio dan Zoey segera menghampiri kami untuk mengucapkan selamat.
"Uwa, keren bangett bebih". Dio mengusap-usap, lebih tepatnya menggosok-gosok rambutku sampai berantakan dan tertawa puas.
"Anjir jangan berantakin rambut gue dong!". Aku marah-marah.
"Cie selamat ya kalian keren banget tadi". Zoey langsung menjabat tangan Mahes, aku tau itu modus.
"Ah, kakak itu! Kak!". Gilang tiba-tiba histeris memanggil seorang pemuda dari kursi penonton.
Pemuda itu menuju ke arah kami, dan sudah kuduga aku tau siapa pemilik gitar ini.
"Leonn??". Dio memanggil namanya lebih histeris lagi dari Gilang.
Leon tersenyum manis dan menyapa kami semua.
"Halo! wah kalian keren banget". Dia memuji Onebite, kali ini walaupun aku curiga namun aku cukup senang karena kurasa kehadirannya selalu menyelamatkan situasi buruk.
Entah itu hanya pikiranku atau memang nyata, namun akhir-akhir ini aku sering bertemu Leon.
Kini aku mulai bertanya-tanya kenapa dia muncul dan membantuku, padahal kami tidak ada kaitannya sama sekali.
"Oi, Leon! Lo kok bisa muncul disini?". Dio tertawa senang melihat Leon.
"Wah kalian saling kenal kah?". Gilang tampak penasaran.
"Wah bukan kenal lagi, saking akrabnya kita bahkan pernah nginep di rumahnya, benar bukan re?". Dio melebih- lebihkan cerita.
"Apa? kalian temen apa? Pernah satu sekolah kah?" Gilang makin penasaran.
"Ah bukan kok, Leon ini pernah nolongin kita dulu. Ceritanya agak panjang". Aku berusaha meluruskan.
"Ya, pokonya Leon ini yang mengagalkan aku dan Shire menginap di Hotel". Dio mulai melebi-lebihkan lagi.
"Whaat? Hotel?". Anak-anak semakin bingung dan aku sudah muak meluruskan semua cerita Dio yang lagi-lagi membuat orang salah paham, aku pun menoyor kepalanya.
"Wah, sembarangan lo kalo ngomong. Gak kok temen-temen.. pokonya nggak kayak gitu, Tau sendiri Dio suka ngada-ngada. Dah ayok mending makan bareng-bareng aja!". Aku langsung mengalihkan pembicaraan tidak jelas ini.
"Leon ayo kamu juga ikut!". Aku mengajak Leon yang hanya diam saja dari tadi.
"Ah apakah boleh?". Jawab Leon.
"Tentu, lo kan udah nyelamatin penampilan kita tadi. Tenang aja nanti kita traktir!". Jawab Gilang antusias.
Kami duduk di foodcourt mall dan berbicara panjang kali lebar berbagai topik dan kami semakin akrab dengan Leon.
"Wah ternyata kamu seumur adik kelas kami ya? Masih SMP? Mau nerusin sekolah mana?". Seperti biasa Dio selalu banyak bicara.
"Aku masih mempertimbangkan sekolah musik atau SMA biasa". Jawab Leon memasang raut bimbang, mengingatkanku pada aku yang dulu galau karena sangat dilema untuk mengambil pilihanku.
"Ahh.. jangan dipikirin, jalani aja ngalir gitu. Aku kemaren hampir dapat beasiswa tapi gara-gara Shire aku gagal kesana". Dio lagi-lagi mengada-ada.
"Capek ah lu kalo ngomong emang ga ngotak, dah gue bilang jangan suka bohongin orang Dio!!". Aku menyerah mengklasifikasi.
"Ah, Apakah kalian pacaran?". Tanya Leon.
"Enggak!".
"Enggak!!"
Jawabku dan Dio bersamaan dan ngegas.
"Apa-apaan enggak kok, kami gak pacaran! Gak mungkin! Kita tu cuman temenan. Dio emang kayak gitu ke semua orang, dia panggil semua cewek sayang. Parah bukan?". Aku menjelaskan lebih detail.
"Hah, benar-benar mencurigakan". Gilang menyeletuk.
"Apasih lo! gausah ikut-ikutan". Aku memarahinya, Gilang hanya menyeringai padaku.
"Oh, oke-oke santai aku cuman nanya doang kok, btw aku panggilnya apa ya ini?".
"Kalo aku sih santai, kamu panggil nama aja gapapa". Jawab Gilang.
Lalu kami menyetujui Gilang dan memperbolehkan Leon memanggil kami dengan sebutan nama.
Kami pun pulang, Leon kearah lobi dan aku menghentikannya.
"Leon!!".
Leon pun berbalik.
"Kamu pulang naik bis?". Tanyaku.
"Ah, iya nih". Leon terkejut.
Akupun langsung mengajaknya nebeng mobil kami.
"Kalau gitu bareng kita aja gimana? kita ada 2 mobil kok. Lagian aku, kamu sama Dio kan searah. Ya kan Dio?".
"Ya tentu..". Jawab Dio santai.
Leon tampak sedikit berfikir, kemudian dia mengangguk dan kami pun pulang bersama.
Dalam perjalanan kami menghidupkan musik dan saling mengobrol.
"Kamu dirumah sendiri dan aku lihat juga ada mobil, kenapa gak belajar nyetir?". Tanyaku pada Leon.
"Ya, aku belajar tapi aku belum kemana-mana karena gak punya SIM". Jawabnya.
"Ah bener juga, tentu.. Bagus itu, nggak seperti seseorang yang ku kenal". Aku menyindir Dio.
"Yah, aku juga kenal seseorang dia suka minta diantar padahal tau kalau aku belum punya SIM". Dio berbicara seolah aku sering memintanya.
"Hei, aku tidak sesering itu kalik". Jawabku.
Percakapan itu mengakhiri perbincangan di mobil, tidak ada yang berbicara lagi karena kami kehabisan topik setelah terlalu banyak mengobrol saat di mall tadi.
Setelah malam itu kami dan Leon menjadi lebih akrab dan saling bertukar nomor, dan saling memfollow di media sosial.
Tidak terasa sudah libur sekolah dan semua kegiatan di sekolah sudah selesai dengan baik dan tentu seperti biasa dipenuhi oleh drama.
Aku sangat lega karena sudah keluar dari OSIS dan menyelesaikan 1 periode, aku sangat bangga pada diriku yang mampu bertahan dengan baik.
Liburan pun kuisi dengan bermain dan bermain hehe, aku dan teman-teman banyak menghabiskan waktu menyenangkan sampai membuat kulit kami gelap.
Setelah liburan selesai aku sudah tidak sabar untuk masuk lagi ke sekolah untuk kembali berkegiatan lagi di tahun kedua.
Hari pertama kali masuk sekolah di kelas 2 aku dan Zoey ke kantin untuk nongkrong bersama Dio, disana ada Gilang dan Mahes juga.
Tapi aneh, ada satu orang lagi yang asing bagiku, dan aku tidak pernah melihat orang itu nongkrong dengan kami. Tanpa pikir panjang aku segera menghampiri mereka semua.
"Tadaaa! aku potong rambut pendek haha!". Aku berniat memamerkan rambut pendekku tapi malah aku sendiri yang terkejut.
"What? Siapa ini?". Aku tertawa tidak percaya.
Orang itu menoleh dan dia ternyata adalah murid baru disekolah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments