Aku akhirnya terbangun dari lamunan panjang karena suara kehadiran teman-temanku yang datang untuk mengikuti pengajian 7 hari meninggalnya ibuku.
Setelah seminggu ternyata ada 1 orang lagi teman SMP yang tak terduga datang. Dio, baru beberapa hari yang lalu sahabatku yang satu ini mengirim banyak permintaan maaf yang sangat panjang karena belum bisa pulang menjenguk keluargaku.
Dia berada di Luar negeri untuk pendaftaran sekolahnya disana, tapi dia tiba-tiba datang. Dio sahabatku datang dan berbicara denganku tanpa membahas 1 hal pun tentang ibuku dan dia seakan tahu kalau aku juga tidak ingin bercerita tentang hal-hal mengenai ibu.
Dio adalah orang yang paling paham betapa aku menyayangi ibuku dan betapa sulitnya untukku menjawabi orang-orang mengenai hal apapun tentang ibu.
Walaupun aku bersyukur akan kehadiran sahabatku, aku tetap memarahinya.
"Dio, terus gimana pendaftaranmu? Bukankah hari ini harusnya kamu wawancara untuk mengikuti beasiswa itu?".
"Ah, jangan khawatir, aku tiba-tiba berubah pikiran karena alasan pribadiku. Sepertinya aku tidak suka sekolah disana. Siapa juga yang butuh beasiswa itu, aku juga bisa memakai uangku sendiri kalau memang mau. Kau tau? seminggu di sana benar-benar mengubah pikiranku, karena itu jangan khawatir. Dan jangan pede ya! ini sama sekali bukan karena kamu!". Jawab Dio bercerita panjang lebar seperti biasanya.
Bagaimanapun tingkahnya cukup menghiburku, teman-teman yang lain lebih dulu pulang. Tetapi Dio masih menemaniku dan terus bercerita pengalamannya disana.
"Tau gak sih, pas gue datang kesekolah itu, gue bingung banget dengan segala hal. Dan itu membuat gue gugup banget buat kemana mana. Bahkan ada lagi, tapi ini rahasia loh ya !! sebenarnya gue paling bingung cara menggunakan toilet, berbeda sekali dengan di sini. Gue kasih tau nih ilmu buat lo, pokoknya siapin mental dan belajar bahasa dasar kalo mau berkeliaran disana. Karena gue ada kejadian waktu gue boker disana eh airnya ga ada ternyata mereka pakai tisu. Apesnya lagi nih ya, ternyata tisu toiletnya abis dan bikin gue gelagapan hahaha. Gue spontan teriak tuh, tapi ga ada orang dateng padahal rame banget anak-anak pada mau pendaftaran itu tempat ya. Ternyata...".
Tiba-tiba dia memotong cerita serunya, membuatku penasaran.
"Ternyata apa?". Tanyaku seakan tiba-tiba teralihkan fokusnya.
"Ternyata aku teriak pake bahasa jawa, mana mereka ngerti woi".
Kali ini ceritanya begitu lucu dan membuatku sedikit tertawa.
Kemudian waktu terus berlalu dan Dio tetap bercerita kepadaku, walaupun beberapa kali aku hanya mendengarnya tanpa kutanggapi, namun Dio dengan antusias seakan tidak pernah lelah bercerita membuatku cukup tenang.
Aku tau dia berusaha membuatku melupakan kesedihanku dan aku sangat menghargainya. Sudah lama aku mengenalnya sehingga diamku bukan berasal dari rasa kecanggungan, dia adalah sosok yang begitu baik, walaupun tekadang ia bisa sangat menyebalkan.
"Sebenarnya, gue mau bilang yang sebenarnya kalau gue udah memutuskan untuk bersekolah di sini". Setelah cerita random Dio tiba-tiba membahas hal serius, hal ini sungguh membuatku terkejut.
"apa? lo bercanda, lo bilang mau belajar disana? Lo dari dulu kepengen banget kan belajar ke Jerman?" Jawabku tidak percaya.
"Iya pengen banget... tapi dulu. Sekarang tiba-tiba aja gue berubah pikiran. Gue mau ke SMA yang sama kayak lo aja deh biar bisa jagain lo". Jawabnya nyeleneh.
"Lu gila yak?". Aku tidak percaya dia bisa senekat ini.
"Sebagai sahabat, gue pengen ngawasin lo biar nggak aneh-aneh disana. Dunia SMA tu terlalu kejam dan gue ga yakin lo bisa ngelewatin itu tanpa bantuan gue." Jawab Dio meremehkan aku.
"What? Hei, coba di inget-inget lagi yang selama ini yang sering nyelamatin lo dari segerombolan cewek-cewek yang mau ngeroyok lo karena udah lo mainin siapa ya? Ahh tauk ahh... Pokoknya, gue gasuka alasan lo mau ngintilin gue di SMA, plis alasan lo nggak masuk akal Dio. Lo mah sukanya ngada-ngada dah!" Dio tiba-tiba membuatku sangat kesal.
"Tauk ah, yaudah ya gue pamit dah malem astaga. Besok jangan lupa ketemu disekolah. Bawa gitar lo, kasihan temen-temen band lo kewalahan". Setelah berbicara seperti itu Dio malah langsung kabur ditengah pembicaraan kami.
Tak lama aku kembali merenungkan perkataan Dio ada benarnya juga. Ah benar, aku terlalu hanyut mengasihani diri sendiri, sampai lupa ada teman-teman band yang kewalahan karena diriku. Aku yakin ibu tidak akan senang kalau aku seperti ini, aku pun memutuskan kalau besok aku akan pergi kesekolah.
Malam ini aku merasa lebih baik berkat kehadiran para sahabatku dan si tengil Dio yang berhasil menyadarkanku.
Kuakui rasa kehilangan ini memang belum berkurang sedikitpun, tapi diriku harus bangkit untuk orang-orang yang ada disekitarku. Aku harus melakukan yang terbaik untuk orang-orang disekitarku selagi kami masih bisa bertemu.
Pagi-pagi aku bermimpi bertemu ibu dan sekana mimpi itu kenyataan, didalam mimpi ibu membangunkanku dan menyiapkan sarapan untukku. Aku begitu gembira dan berharap itu semua bukan mimpi.
Namun, tak lama tiba-tiba suara ayah membangunkanku, ternyata aku terbangun dan menyadari itu semua adalah mimpi. Aku cukup kecewa namun tetap menguatkan diriku, hari pertama sekolah tanpa suara ibu yang mengomeliku setiap pagi untuk bangun.
Tanpa suara ibu yang mengomeliku untuk sarapan dan tanpa suara omelan beliau yang mengabsen semua barang yang harus aku bawa agar tidak ada yang tertinggal.
Selama 1 minggu ini ayah berusaha membuatkan sarapan, namun ayah nampak belum terbiasa memasak, namun karena beliau sudah berusaha keras aku tetap memakannya untuk menghargainya.
"Hari ini, telurnya tidak gosong kan? Maafkan ayah begitu payah dalam memasak hehe. Ayah berjanji akan mencarikan asisten rumah tangga saja agar kita bisa sarapan enak". Kata ayah.
Telurnya nampak menarik dan meyakinkan, aku pun langsung mencobanya.
"Yah, boleh aku jujur?". Aku bertanya.
"Tentu, jujur mengenai apa?". Jawab ayah.
"Telurnya.. memang tidak gosong. Tapi ini benar-benar asin, aku lebih suka rasa telur yang gosong kemarin". Jawabku dengan nada bercanda.
Untuk pertama kalinya kami berdua saling tertawa hari ini. Setidaknya tawa kecil yang menyembunyikan perasaan sedih kami yang sebenarnya.
Sesampainya disekolah, teman-teman menyambutku dengan sangat heboh. Ketika jam istirahat, mereka terus menerus membelikan aku makanan untuk menghiburku, dan begitu juga dengan wali kelasku yang datang hanya untuk menguatkanku.
Aku terkejut melihat Dio benar-benar datang kesekolah hari ini, dia hanya tersenyum saat kami berpapasan di lorong. Aku hanya bisa menghela nafas melihatnya benar-benar nekat membatalkan beasiswanya. Namun yang terpenting hari ini aku akan mulai lagi dari awal, memulai segalanya dari titik terbawah.
Aku pun tidak lupa membawa gitarku untuk mulai berlatih lagi, aku tidak boleh mengecewakan teman-teman bandku. Aku terus berlatih bersama teman-teman dengan keras dan mengembangkan arangsemen lagu hingga akhirnya waktu pentas itu telah tiba.
Wisuda upacara kelulusan SMP, aku tampil diatas panggung bernyanyi. Aku bernyanyi dengan begitu tulus mempersembahkan lagu itu untuk teman-teman dan tentunya aku lagu itu spesial untuk ibuku.
Tepuk tangan mereka semua membuatku sangat bangga pada grup ku, dan momen pahit manis yang kurasakan selama beberapa waktu ini tak akan kulupakan selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments