Acara tujuh bulanan Amira hanya acara berbagi santunan saja di panti asuhan, dan tetangganya. Tidak ada acara adat tujuh bulanan, itu semua karena budhe dan pakdhenya Romi sedang sibuk, dan tidak bisa hadir. Tidak mungkin mau ada acara adat tapi tidak ada orang tua, jadi mereka hanya membuat acara santunan di panti asuhan juga bagi-bagi ke tetangga sekitar.
“Kan acara begini saja kamu sudah kecapean? Apalagi sampai ada acara adat, belum pengajian dan lain-lain? Kamu pasti kecapean sekali?” ujar Romi yang melihat Amira seperti kecapean.
Jelas Amira sudah sering merasakan kecapekan yang teramat, karena kandungannya sudah memasuki minggu ke tiga puluh empat, artinya sebentar lagi Amira akan melahirkan. Benar, HPL Amira diperkirakan tiga sampai lima minggu lagi.
“Ya begini, Mas. Bagaimana aku gak capek, Mas? Aku saja sudah bawa perut segede ini kalau jalan?” jawab Amira. “Untung saja kita sudah dapat Asistean Rumah Tangga baru yang pasti,” imbuhnya.
Amira sudah mendapat pembantu baru. Mbak Rahmi namanya. Amira sekarang tidak kesepian lagi, meski suaminya sering pulang malam, dan Amira sudah meminta Regi untuk tidak usah menemaninya, karena sudah ada Mbak Rahmi yang menemaninya. Tapi, namanya juga Regi, dia selalu datang ke rumah Amira kalau ada waktu senggang, apalagi dia selalu ingin melihat Amira, terutama kesehatan Amira, dan kesehatan kandungan Amira.
“Kalau bisa, aku akan gantikan rasa capekmu membawa perut sebesar ini, Sayang?” ucap Romi.
“Jangan dong, mas juga berat tugasnya sebagai suami. Mas harus bertanggung jawab dengan keluarga, belum lagi Mas harus bertanggung jawab dengan pekerjaan mas. Tugas mas itu sudah berat sekali. Bahkan aku sendiri gak bisa mengerjakan tugasmu, Mas,” ucap Amira.
“Iya benar, kita memang punya tugas sendiri-sendiri, Sayang. Kita hanya bisa saling menyemangati dan sedikit meringangkan beban saja,” ucap Romi.
“Iya benar, Mas. Yuk istirahat, aku capek sekali, Mas,” ajak Amira.
“Iya ayo tidur, biar nanti Mbak Rahmi yang beresin semuanya.” Romi mengiyakan ajakan istrinya.
Amira tidur dengan dipeluk Romi. Dari tadi Romi mengusap perut Amira, dan terasa bayinya terus menendang-nendang, seperti senang diusap Romi.
“Anak papa, ayo tidur, mamanya kan sudah capek, malah ngajak mainan papa,” ucap Romi.
“Iya nih, malah ngajakin mainan terus kamu, Nak,” ucap Amira.
“Anak kita kuat ya nendangnya, nih kerasa sekali tendangannya,” ujar Romi.
“Dia makannya banyak, Mas, jadi kuat dong? Ibunya juga sehat, masa anaknya gak kuat begini?” jawab Amira.
Padahal Amira merasa risih kalau dipegang perutanya oleh Romi. Dia takut Romi tahu usia kandungannya berapa, karena posisi bayi Amira pun sudah benar posisinya, tinggal menunggu waktu lahir saja.
Romi sebetulnya juga sedikit sangsi dengan keadaan perut Amira yang sudah kencang sekali, seperti sebentar lagi akan melahirkan. Selama Amira hamil, saking sibuknya dia, sampai tidak pernah mengantar Amira periksa kandungan.
“Jadwal periksamu lagi kapan, Sayang?” tanya Romi.
“Ehm ... tiga minggu lagi,” jawab Amira.
“Oh, aku antar ya?”
“Yakin? Nanti sudah mau antar kayak biasanya ada meeting dadakan?” ujar Amira.
“Semoga saja tidak ya? Aku ini setelah dinaikan jabatan, malah kerjaan semakin berat, Sayang. Maaf, selama kamu hamil aku tidak bisa menamani kamu periksa kandungan, tidak bisa melihat anakku saat di USG, padahal sebelum kamu hamil, aku ingin sekali bisa menemani kamu setiap ada jadwal kamu periksa kandungan, bisa lihat secara langsung perkembangan bayi kit di perut kamu, bisa langsung ngobrol dengan dokternya, tapi aku malah sibuk kerja, karena memang pekerjaanku banyak sekali,” ucap Romi dengan penuh penyesalan, karena salama istrinya hamil dia sama sekali belum pernah mengantar Amira untuk periksa kandungan.
“Sabar, nanti kalau ada waktu kamu bisa antar aku. Kamu kan kerja? Kerjamu juga untuk aku dan anak kita? Untung saja kamu masih menemani tidurku, masih pulang ke rumah setiap hari, kecuali saat keluar kota? Coba kalau seperti temanku, dia suaminya pelaut, pulang hanya menghamili temanku saja, setelah itu ditinggal bertugas selama satu sampai dua tahun di kapal, lihat lahiran saja lewat video call, sampai anaknya tiga seperti itu, tidak pernah ditemani sama suaminya saat hamil. Aku masih beruntung, Mas. Hanya tidak ditemani saat periksa saja, tapi mas masih menemaniku setiap hari,” ucap Amira.
“Iya sih? Ya sudah nanti pas periksa lagi aku yang antar,” ucap Romi.
“Iya, kamu harus antar, ya?” pinta Amira, tapi dalam hatinya dia sangat takut, kalau Romi menemaninya, pasti tahu usia kandungan Amira sudah sembilan bulan.
“Bagaimana kalau Mas Romi beneran bisa antar aku periksa? Pasti Mas Romi akan tahu sebenarnya. Tapi, kalau pun tidak mengantarkan periksa, tetap saja dia akan tahu yang sebenarnya,” batin Amira.
“Sudah tidur, mumpung belum sore, jangan tidur di atas jam tiga sore, gak bagus buat kesehatan. Mumpung aku bisa menemani tidur siangmu, ayo tidur.” Romi mengeratkan pelukannya pada Amira.
^^^
Satu hari ini Amira ditemani oleh Romi dari pagi sampai malam. Romi seharian benar-benar memanjakan istrinya. Itu karena tadi ada acara di panti asuhan, acara untuk tujuh bulanan Amira. Dari tadi Regi melihat kakaknya terus memanjakan Amira. Biasanya tidak pernah Romi seperti itu selama Amira hamil, karena dia terlalu sibuk bekerja, jadi hari ini mumpung seharian di rumah, Romi memanjakan istrinya. Bahkan dari sarapan hingga makan malam Romi menyuapi Amira.
Regi sebetulnya merasa tidak enak hati melihat kakaknya dari pagi hingg malam memanjakan istrinya. Entah kenapa Regi merasa cemburu Romi memanjakan Amira, apalagi kalau Romi menciumi perut Amira, dan mengajak ngobrol bayi yang ada di perut Amira. Memang bayi yang ada di perut Amira adalah anak Regi, tapi yang berhak atas itu adalah Romi.
Dari tadi Amira merasa Regi memperlihatkan raut wajah yang tidak mengenakkan. Amira tidak peduli itu, dia membiarkan adik iparnya yang seperti itu. Salah siapa melihat kemesraan mereka, Amira mana peduli dengan apa yang Regi rasakan?
“Ini anakku, dan Mas Romi adalah suamiku. Kenapa dia melihat aku dengan tatapan tidak suka saat aku bermesraan dengan Mas Romi? Apalagi saat tadi Mas Romi menciumi perutku, lalu mengajak ngobrol bayiku. Aku tahu ini anakmu, Re. Tapi Mas Romi adalah suamiku, yang berhak atasku!” batin Amira.
“Mas, ayo ke kamar saja. Malu ih ada Regi kamu gini?” bisik Amira.
“Biar saja, biar dia cepet-cepet cari istri,” jawab Romi.
“Pasti kalian lagi ngomongin aku, kan?”
“Tuh kerasa dia,” ucap Romi.
“Gak usah bisik-bisik, Mas. Nyindir saja?” tukas Regi.
“Sudah ah, ada yang lagi sensi, yuk ke kamar.” Romi menggendong Amira dan langsung membawanya ke dalam kamar. “Sana buruan cari istri, jangan jomlo mulu kamu, Re!” ujar Romi.
“Sudah sana jangan ganggu jomlo lagi kerja!” jawab Regi.
Regi menatap Romi yang berjalan dengan membopong tubuh Amira, sesekali Romi menautkan bibirnya ke bibir Amira, sampai terdengar oleh Regi suara kecupan mereka.
“Sialan, malah membuat panas badanku saja! Ah ... jadi ingat malam itu sama Mbak Mira, kan? Aku ingat malam itu aku gendong tubuh Mbak Mira di depanku, aku kecup bibirnya sambil berjalan ke kamarnya, dan semakin panas hingga semuanya terjadi tanpa kami sadari. Mbak Mira memang hebat bermain di ranjang, pantas saja tiap malam Mas Romi selalu bergulat di atas ranjang meski Mbak Mira sedang hamil?” batin Regi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Aflah Nasution
ngintip ya kok tau
2023-05-10
0