Regi pulang dengan perasaan hampa. Dia tidak ingin pulang sebetulnya. Masih ingin di rumah Romi, dan terus memberikan perhatian pada Amira. Regi senang sekali kalau melihat Amira makan dengan lahap, apalagi makanan yang ia belikan langsung dilahap habis. Seperti asinan, rujak, es krim, martabak, bahkan ikan bakar saja dia ambil ikan yang besar, dan langsung habis, sampai nambah nasi dua kali.
“Kamu lucu mbak, kenapa aku gak bisa melupakan wajahmu, Mbak? Aku ini hanya menitipkan benihku saja di rahim kamu. Aku tidak mencintaimu, kita melakukannya juga bukan mau kita, itu hanya sebuah kecelakaan yang fatal sekali. Tapi kenapa aku begini? Rasanya aneh kalau mau pamit pulang, aku tidak mau jauh dari kamu, aku ingin lihat kamu terus,” ucap Regi lirih dengan mengemudikan mobilnya.
Regi benar-benar tidak tahu perasaan seperti itu timbul di hatinya, setelah malam itu, ditambah Amira hamil anaknya. Perasaan rindu, dan takut Amira kenapa-napa dengan kandungannya. Regi tahu dia salah, sudah berbuat seperti itu pada Amira, meski itu ketidaksengajaan tapi lama-lama Regi merasakan aneh di hatinya jika melihat Amira.
“Perasaan apa ini? Aneh sekali, masa sampai kangen sih sama Mbak Mira? Regi ... Regi ... Kau hanya menitipkan benih saja di rahim kakak iparmu, jangan terlalu kebawa perasaan, Re! Kau melakukannya tanpa cinta, hanya khilaf, dan ternyata jadi nyawa benihmu di rahim Amira!” desah Regi kacau.
Regi sampai di rumahnya, dia langsung masuk ke dalam rumah mewahnya yang baru saja selesai renovasi. Rumah yang sepi, senyap, tidak ada nyawa lain selain dirinya. Regi sudah lama tidak memiliki kekasih lagi, setelah kepergian kekasihnya dulu, yang mengidap kanker otak. Dia masih belum bisa membuka hatinya lagi untuk perempuan lain. Ia membiarkan ruang kosong di hatinya senyap, hampa, dan tidak berpenghuni.
Regi merebahkan tubuhnya. Dia melihat langit-langit kamarnya, menerawang dengan tatapan kosong. Dan, lagi-lagi dia melihat seraut wajah Amira yang benar-benar mengganggu pandangannya.
“Ya Tuhan ... Lagi-lagi wajah Mbak Mira mampir? Sudah dong jangan seperti ini. Dia istri kakakku, meski bayi yang ada di kandungannya adalah anakku,” batin Regi.
Regi mencoba memejamkan matanya, mencoba melupakan bayangan Amira yang terus mengganggunya. “Aku harus bisa melupakan bayang wajah Mbak Mira, dan lupa kejadian malam itu. Kejadian yang selalu tergambar setiap hari, betapa indahnya lekuk tubuh Mbak Mira saat menari di atas tubuhku dengan penuh gairah. Sudah lupakan itu, Regi!” Umpatnya merutuki dirinya sendiri.
^^^
Pagi harinya Regi bersiap ke kantor, dia baru saja mengeluarkan mobilnya dari garasi. Lalu dia tercenung menatap pemandangan di sekitar Komplek perumahannya. Dia melihat laki-laki seumuran dirinya sedang bermain dengan anak kecil, mungkin anak kecil itu adalah anaknya. Lalu ada perempuan yang mendekatinya, dan menyuapi anak kecil itu. Mereka terlihat begitu bahagia sekali.
“Keluarga kecil yang bahagia, andaikan aku dengan Amira seperti itu. Ah ... Stop Regi! Jangan berpikir macam-macam yang tidak mungkin terwujud!” rutuk Regi.
Regi berangkat ke kantornya seperti biasa dia mengecek semua pekerjaan di kantor sebelum dia melihat proyek di lapangan. Karier Regi kali ini memang sedang berada di puncak.
Setelah selesai semua urusan di kantor, dia keluar untuk menuju ke lokasi proyek. Dia mengemudikan mobilnya menuju lokasi proyek. Di tengah perjalanannya di melihat pedagang asinan langganan Amira. Ia menghentikan mobilnya, lalu membelikannya untuk Amira.
“Seperti biasa tiga cup, Pak?” tanya pedagangnya.
“Ah ibu sampai hafal? Iya tiga, Bu,” jawab Regi.
“Senang ya pak jadi istri bapak, tiap hari bapak perhatian sekali, membelikan asinan, rujak,” ujar pedagang asinan.
“Ya seperti itu, Bu. Kan harus begitu sama istri?” jawab Regi.
“Sedang bekerja saja disempatkan jam segini keluar cari asinan ya, Pak?” ujar pedagang rujak buah.
“Ya harus dong, Pak. Oh iya sekalian rujaknya satu porsi, Pak, biasa sambalnya pisah ya, Pak?” pinta Regi.
Setelah selesai membelikan asinan dan rujak buah untuk Amira, ia melajukan mobilnya ke toko bunga Amira. Membawakan kesukaannya, dan tidak lupa juga ia membawakan cemilan kesukaan Amira.
^^^
Amira melihat mobil yang ia kenal berhenti di depan toko bunganya. Siapa lagi kalau bukan Regi. Dia tahu Regi bawa apa untuknya. Untung saja dia belum menyuruh karyawannya untuk membelikan asinan, rujak buah, dan cemilan.
“Dia pasti bawa asinan. Tahu sekali kalau aku sedang ingin makan asinan,” ucap Amira dengan wajah berbinar.
Amira langsung keluar menemui Regi. “Re ... Pasti bawa asinan ya?” tanya Amira.
“Iya, kok tahu?”
“Tahu lah, kan udah kelihatan tuh?” ucap Amira dengan menunjuk kantung plastik transparan yang memperlihatkan asinan juga rujak buah.
“Tapi jangan langsung dihabiskan, ya? Bertahap makannya,” tutur Regi.
“Iya, Re ... Tenang saja,” jawab Amira.
“Ini aku bawakan brownis sama bolu pisang, biar bisa dimakan bareng-bareng sama karyawan mbak.” Regi memberikan kantung plastik yang berisi brownis dan bolu pisang.
“Makasih, Re ... Ini pasti enak,” ucap Mira dengan senyum bahagia.
“Coba saja nanti,” ucap Regi.
“Oke, yuk masuk,” ajak Amira.
“Aku langsung ke lokasi proyek saja, Mbak. Nanti saja aku jemput mbak kalau mbak mau pulang. Gak sama Mas Romi, kan? Atau mau naik taksi?” tanya Regi.
“Ya sudah nanti dijemput saja kalau kamu sudah tidak sibuk. Mas Romi ya biasa pulang malam, Re,” jawab Amira.
“Oke, nanti aku jemput.”
Regi kembali bekerja, dia cukup lega sudah melihat Amira meski sebentar saja.
Regi terus antar jemput Amira, apalagi Romi mengizinkannya, karena Romi benar- benar sedang sibuk sekali.
^^^
Sudah satu bulan Regi antar jemput Amira terus, karena Romi yang menyuruh, tapi Regi sadar, dia menghindar Amira, hanya antar jemput saja, tidak di rumah Amira menemani Amira sebelum Romi pulang, ia beralasan dengan Amira masih ada pekerjaan, padahal dia di rumah setelah antar Amira pulang, dan tidak pernah lembur kerja.
Regi hanya menghindari Amira, dia tidak mau semakin dekat, karena akan menyiksa batinnya sendiri, apalagi melihat kemesraan Amira dengan Romi, hatinya sakit, padahal dirinya tidak memiliki perasaan apa-apa pada Amira, tapi dia sakit melihat Romi bermesraan dengan Mira.
“Tapi aku gak bisa gini? Aku di rumah kesepian, meski Mas Romi memintaku ke sana, aku mengeluarkan berjuta alasan untuk ke sana, karena aku takut semakin memiliki perasaan lebih pada Mbak Mira. Sekarang, aku akan biasa saja, toh Mbak Mira juga biasa saja denganku? Ya aku harus bersikap biasa saja, mungkin setelah ini aku akan sering ke rumah Mas Romi lagi, aku bilang saja sudah tidak sibuk, dan kesepian di rumah?” batin Regi.
^^^
Sejak itu, Regi kembali sering ke rumah Amira. Menemani Amira sampai Romi pulang, dia bilang pekerjaannya sudah tidak lumayan sibuk lagi. Regi juga sering menginap di rumah Romi, dia hanya ingin melihat keadaan Amira, memantau kandungan Amira juga, dan satu lagi, ada perasaan yang aneh, yang membuat Regi ingin selalu dekat dengan Amira. Entah perasaan apa, Regi tidak tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Selvianah Bilqis
cari cewe gidah reg, kasian mas mu🙄
2023-05-23
0