Pagi hari di kediaman Jansen. Semua pelayan mendapat hukuman dari pemilik hunian, James Jansen marah, sekaligus khawatir pada istrinya yang tidak pulang semalaman.
Termasuk Alvaro, hanya bisa menunduk mengetahui Bos sekaligus sahabatnya menghilang tiada kabar sama sekali. Bahkan seluruh pengawal sudah ditugaskan mencari keberadaan Alana sejak pukul lima pagi.
Menyusuri ibu kota, ke luar kota, bahkan mendatangi setiap rumah sakit, hotel dan villa.
“Alvaro, kau lalai menjaga istriku. Kenapa melepas Alana pergi sendirian? Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengannya? Percuma saja aku membayarmu mahal.” Geram James di sela sakit dada, pria tua ini menahan sesak di dada.
Lewis yang mengetahui kejadian sebenarnya, bungkam seribu bahasa. Mana mungkin bunuh diri, benar kan?
Jujur, dia juga tidak tenang, sebab pukul tujuh, Alana masih belum menampakkan batang hidungnya.
“Lewis kau bantu mencari ibu tirimu, jangan diam saja. Lakukan tugasmu dengan baik, melindungi Alana.” Tukas James, membalik badan seraya memutar kursi rodanya.
Dia curiga pada Debby dan Patricia, siapa lagi musuh Alana? Dua manusia itu sangat membenci keberadaan Alana, karena dianggap sebagai saingan.
“Bukan aku James, kau tahu semalaman aku di dalam rumah, kau juga bebas memeriksaku.” Debby berdiri menyandar pada dinding, tidak suka mendapat tatapan tajam dari kakak tirinya. Namun Debby yakin pelaku utamanya adalah Lewis, keponakannya itu begitu ingin melenyapkan Alana dari rumah dan perusahaan.
“Hanya demi wanita sampah saja kakakku membuat satu rumah panik dan heboh, berlebihan sekali.” Kata hati Debby, merasa terganggu waktu tidurnya.
Sebelum James masuk kamar, para pelayan dan penjaga bersorak bahagia. Alana berjalan masuk ke dalam rumah didamping pengawal wanita yang berhasil menemukannya di salah satu hotel.
‘Nyonya, akhirnya anda pulang.’
‘Nyonya baik-baik saja, syukurlah’
‘Saya akan membuah minuman hangat untuk Nyonya’
Suara asisten rumah tangga saling bersahutan satu sama lain.
Seketika James menghampiri istri mudanya dan meraih tangan Alana, menghela napas panjang. Menitikkan air mata, bahagia Alana dalam keadaan yang baik dan sehat.
“Alana, sayang … dari mana saja? Tidak ada yang terluka?” tanya James penuh rasa kasih sayang, membelai rambut panjang Alana dan mencium kedua punggung tangannya.
Alana Pattinson, tersenyum hangat menatap satu persatu anggota keluarga di ruangan ini termasuk putra sambungnya. Lalu beralih kepada James, menekuk lutut, mensejajarkan diri, berkata lemah lembut.
“Aku baik-baik saja, hanya ada sedikit masalah. Mari kita ke kamar.” Tukas Alana, mendorong kursi roda suaminya.
Perhatian sepasang suami istri itu membuat Lewis jengah, sangat memuakkan. Perutnya terasa diaduk-aduk oleh benda asing, hingga asam lambung naik ke atas membakar kerongkongan, mual.
Ya itulah yang kini terjadi pada pria yang tengah berdiri sembari memegang gelas.
“Menjijikan.” Cibir Lewis, menyimpan gelas, melenggang pergi tanpa pamit kepada kedua orangtuanya. Bahkan sapaan hangat Alana, diabaikan begitu saja.
Lewis memilih berangkat kerja lebih awal, daripada menyaksikan drama rumah tangga antara pria tua dengan wanita muda murahan.
Tanpa Lewis tahu, hati Alana sakit mendapati sikap acuh. Semula di pikir hubungan mereka mulai baik ternyata masih sama. Lewis tidak membuka hati menerima Alana sebagai ibu sambung.
Padahal niatnya ingin mengucap terima kasih, jika tidak ada Lewis, hancur sudah Alana. Masa depannya pun hilang akibat tiga pria hidung belang.
“Kenapa dia? Ah lupakan Alana, dia masih menganggap mu sebagai wanita penggila harta.” Alana mencoba tidak sakit hati atas sikap Lewis pagi ini, yang jelas dalam cangkang iblisnya tersimpan hati lembut, itulah Lewis Jansen yang sebenarnya.
Dalam kamar, Alana mengupas tuntas seluruhnya kepada James, ia bahkan memperlihatkan tanda merah di lehernya.
Bersimpuh di kedua lutut suami, bukan memohon ampun melainkan meminta James membantunya membalas dendam, memberi hukuman berat kepada para penjahat.
“Kurang ajar sekali mereka menyentuhmu Alana, lancang. Kau jangan takut, sesuai janji kita, selama kau mematuhi peraturan dan menjalankan misi, sisanya serahkan padaku.” James menepuk pelan puncak kepala istri muda yang cantik menawan. Dia tidak terima pria lain memperlakukan istrinya begitu rendah.
Kurang dari satu jam Kendrick, Farrel dan Sakti mendekam di balik jeruji besi. Ketiganya disiksa sampai darah bercucuran. Mengaku diperintahkan oleh seseorang dengan imbalan satu milyar lebih, bahkan sejumlah kontrak kerja sama yang akan menyelamatkan nasib perusahaan mereka.
Namun tuduhan tak terbukti, hanya omong kosong belaka. Pihak kepolisian tidak menemukan apapun, semua bersih tanpa jejak.
Ketiganya tidak lagi bisa berbuat apa-apa selain menerima hukuman dan minta maaf kepada Alana dan James, berharap tuntutan dibatalkan.
Hari terus bergulir, selama satu minggu ini rumah keluarga Jansen tidak mendengar kegaduhan antara anak dan ibu sambung. Keduanya saling diam, bahkan kontak satu sama lain. Lewis memulai perang dingin dengan Alana, lebih tepatnya menjaga jarak sejauh mungkin.
Alana dibuat kebingungan, di kantor mereka bersikap sangat professional. Tak pernah terkurung dalam satu ruangan yang sama, selalu bertemu di area terbuka ditemani para asisten.
“Alana, kau kenapa?” tanya Alvaro, melihat Bosnya diam saja memandangi Lewis dari jarak jauh.
“Aku? Aku tidak apa, mengamati ruang terbuka hijau ini, apa perlu melakukan perbaikan dengan menanam pohon lebih banyak?” bicara Alana melantur, berputar-putar dan mengalihkan perhatian.
Tapi Alvaro tidak sebodoh itu, dia menyadari ada sesuatu antara Presiden Direktur dengan Direktur Pemasaran.
“Alana? Jadwalmu berikutnya mengunjungi pabrik kita, peluncuran produk baru dalam hitungan hari, Tuan Muda juga ikut, mungkin menyusul.” Tukas Alvaro membaca seluruh schedule Alana dalam tab.
“Hah? Oh iya. Ayo berangkat jangan buang waktu.” Alana beranjak dari tempat, ekor matanya melirik kepada Lewis. Dia kebingungan, bagaimana caranya berterima kasih, Alana begitu berhutang budi pada putra sambungnya.
Sementara Lewis Jansen, menghindari Nyonya Muda Jansen karena bayang-bayang panas malam itu terpatri kuat dalam kepalanya. Semakin dekat Alana, maka jiwanya sebagai pria tidak bisa dibohongi, ingin merebut wanita itu dari Ayahnya.
“Sadar Lew, dia ibu tirimu, wanita murahan itu istri James, mungkin dalam perutnya sudah ada bakal calon adikmu, Lew. Ini hanya perasaan sementara bukan jatuh cinta! Mana mungkin tertarik kepada lintah.” Lewis memaki dirinya, selalu begitu setiap hari, setiap jam, ketika melihat betapa cantiknya Alana Pattinson.
“Tuan, anda harus mengunjungi pabrik. Bu Presdir dalam perjalanan.” Asisten bernama Liam ini memberitahu Bosnya, karena peluncuran produk baru tidak lepas dari Lewis sebagai Direktur Pemasaran.
“Kenapa aku harus bekerja dengannya? Batalkan Liam, aku muak bertemu Alana.” Lewis meninggalkan taman dan masuk ke dalam gedung guna memeriksa sejumlah laporan penjualan.
Liam hanya diam di bawah pohon rindang, mana bisa merubah jadwal sembarangan apalagi berkaitan dengan Presiden Direktur dan tanggung jawab Lewis.
“Tuan Muda terlalu kekanakan.” Liam menggeleng kepala sembari memandangi punggung Bosnya yang menjauh.
TBC
***
Karma ya Lewis udah datang 😅
Kakak ditunggu jempolnya 😅😁🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments