Cukup lama Erick terdiam dengan segala perdebatan batinya, hingga ia tak sadar jika Nancy kini sudah tiada dalam pandangannya lagi.
"Astaga kemana dia?" Ucap Erick.
Ia segera mengelilingi seluruh bagian kamar dan masih tak menemukan dimana keberadaan Nancy, hingga indra penciumanya menyadarkan dirinya dari rasa paniknya.
"Aroma ini?" Erick berlarian turun dan segera menghampiri Nancy yang sudah terlihat sibuk didapur.
"Sejak kapan kau disini?" serunya dengan penuh keheranan.
Nancy masih terlihat sibuk membalikkan sebuah telur mata sapi buatanya dan terus menggorengnya hingga selesai.
Sebuah nasi goreng komplit ala Nancy kini sudah tersaji diatas meja dengan segelas air putih disampingnya.
"Duduklah!" ajaknya ketus, tak lupa ia menarikkan ujung kursi untuk Erick duduki.
Masih dengan rasa curiga yang mendalam, Erick sejak tadi terlihat waspada dan mengamati Nancy .
"Apa ada yang aneh denganku?" tanya Nancy yang segera menyuapkan nasi kedalam mulutnya sebagai suapan pertama.
"Makanlah, ini terlalu enak jika tidak segera kau makan. Karena makanan itu akan segera dingin dan hambar nantinya!" celetuknya yang masih ketus dan ada rasa marah terhadap lelaki dihadapanya.
Erick mengangkat tangan dan sendok itu untuk masuk kedalam mulutnya , tapi masih tak dapat ia pungkiri jika kejadian yang menimpa Nancy membuatnya begitu gelisah dan tentunya rasa takut.
Wajah lebam Nancy menggambarkan begitu kuatnya makhluk itu saat sedang mencoba melancarkan aksinya pada Nancy.
"Apa semalam kau benar-benar berlagak tuli dikamar?" ungkap Nancy yang masih dengan perasaan berkecamuk ingin rasanya membalikkan meja makan dihadapanya.
Setidaknya ia masih bisa menahan semua itu sampai saat ini.
"Apa kata mu?" tegas Erick tak percaya penuh dengan penekanan.
"Aku benar-benar tertidur dan tak tahu hal apa saja yang terjadi padamu disana..." ujarnya sambil mengulurkan ke dua tanganya disana dengan heran.
Nancy masih tak terima dengan segala pengakuan Erick.
"Itu tidur atau mati ?" tuduh Nancy kembali.
Mulutnya sudah menganga lebar hendak menyembur ucapan Nancy yang sangat kelewat batas menurutnya , tapi urung seketika disaat Erick dengan jelas menangkap bayang hitam dengan wajah menyeramkan lewat begitu saja dan berlalu dari balik pundak Nancy.
Susah payah ia menelan kembali semua perkataan yang hendak terlontar disana.
"Kenapa?"
"Ada apa menatapku seperti itu!" sembur Nancy.
Sekali lagi Erick ketakutan setengah mati dan mengunci rapat-rapat mulutnya tanpa suara sedikitpun .
Cukup lama keduanya berdebat, tepat disamping lengannya ponsel Nancy berdering berulang kali dan jelas tertera nama Irene disana sedang menunggu dirinya untuk menjawab panggilan tersebut .
"Irene ..." batin Nancy yang masih sibuk mengunyah sisa makanan tersebut dan kali ini ia lebih memilih menjauh dari meja untuk menjawab panggilan tersebut.
"Iya Ren," sambut Nancy dengan suara lirih dan begitu halus.
"Kenapa bisik-bisik gitu si, dimana loe!"
"Hotel ya..." tuduh Irene seenak udelnya .
Nancy paham jika temanya tersebut pasti telah mengetahui segalanya dari sang adik Felicia.
"Abis dari rumah lo?" sambungnya .
"Iyah kemarin, dan loe bener-bener sudah kelewat batas si menurut gue!" caci Irene tak tanggung-tanggung.
"Jadi susah payah telepon gue mau ceramah ini ceritanya?"
Nancy sudah kesal dan hendak berancang-ancang mengakhiri sambungan telepon tersebut sebelum lebih jauh lagi mendapat umpatan dari Irene.
Sedangkan disisi lain, Irene mengenal betul siapa sahabatnya tersebut. Ia tidak akan pernah mau berkompromi dalam situasi apapun jika sudah menentang keiginanya.
"Tunggu, dengar aku sekali saja dengan baik. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Sejak pertemuanku dengan lelaki yang bernama Gimbo itu, hidupku jadi tak tenang. Setiap bayang hitam rasanya mengintai keadaanku dimanapun aku berada Nancy!"
"Dan terakhir kemarin sewaktu aku kerumah mu, kedua orang tuamu dalam kondisi yang sangat memilukan disana. Sadar , apa kau ingin semua orang yang berada disisi mu pergi perlahan meninggalkanmu dengan pasti hanya karna satu egomu !"
Susah payah Irene membujuk gadis keras kepala itu dengan penjelasan selembut mungkin, tetap saja akhirnya telepon itu harus dimatikan oleh Nancy karena merasa muak dengan semua perilaku sahabatnya yang dianggap sudah sangat jauh kelewat batas ikut campur masalah pribadinya.
Wajahnya tiba-tiba lesu memandang satu gumpalan awan putih dilangit, entah hanya kebetulan ataupun memang hatinya dengan rindu berat dengan Christian dan Alma. Kedua wajah orang tuanya itu tergugat jelas dalam imajinasinya.
"Sayang, aku akan pergi keluar sebentar." panggil Erick sambil mengusap sebuah tisu pada mulutnya yang baru saja usai menghabiskan seluruh makanannya.
"Tunggu aku ikut." pintanya yang masih menggunakan setelan piyama pendek.
Erick menatap seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, seolah mengisyaratkan pada Nancy untuk lekas mengganti bajunya.
"Why?" serunya dengan kening berkerut yang sudah bersiap sambil memegang ponsel miliknya.
"Huft sudahlah, aku tidak perduli mau terbuka mau gimanapun dia. Dari pada setan itu terus menghantui ku lebih baik aku diam!" batin Erick yang hanya berlalu dihadapanya .
Selama perjalanan keduanya tak terlibat percakapan apapun, dan hanya terasa sunyi dan senyap. Dibalik semua kesunyian itu tiba-tiba saja Erick menginjak rem nya dengan cepat.
Ciiit.
Dan hal itu membuat keduanya sempat terpental dari tempat duduknya untuk beberapa saat.
"Ada apa?" tanya Nancy kesal sambil membenarkan kembali posisi duduknya.
"Apa kau tidak mencium bau aneh itu?" Erick menjelaskan sambil terus menghirup nafasnya dalam-dalam.
"Apa?" lanjut Nancy sambil mengikuti gaya indra penciuman Erick.
"Bau ini sangat menyengat , dan aku yakin ini bukan parfum mobil ku!"
"Apa kau mandi dengan kemenyan?" tanya Erick dengan tuduhan juga.
"Dikira aku setan pakai kemenyan segala!" tepis Nancy kesal dan segera menghadapkan wajahnya pada jalan sekitar.
Bulu kuduk Erick kembali berdiri serentak saat bibir Nancy menyebut kata setan dengan konotasi jelas tanpa rasa takut sedikitpun. Setidaknya ialah yang merasa sangat ketakutan disana hingga merasa ada yang aneh di sebelah pundak kanan ya mendadak kaku.
"Argh!" Erick menggeliat dengan erangan.
Nancy masih tak percaya jika pemuda yang dianggapnya begitu dingin bagaikan es batu bisa juga ketakutan dalam hal ini.
"Ayo cepat antar aku ke rumah papa!" seru Nancy .
Meski kesakitan dan begitu kaku menggerakkan tubuhnya, setidaknya Erick berhasil membawa pergi Nancy sesuai dengan permintaannya.
Anehnya tubuh Erick terasa begitu berat saat ingin mengikuti langkah Nancy yang mudahnya melenggang pergi keluar dari dalam mobil dan menuju kedalam rumah.
Erick terlihat harus sedikit menyeret kakinya karena terasa berat tiba-tiba.
"Ada apa denganmu, please jangan bersandiwara! " omel Nancy.
Karena sudah tak sabar menunggu jalannya Erick yang melamban bahkan terkesan dibuat-buat olehnya, gadis itu masuk meninggalkan calon suaminya itu begitu saja tanpa perduli.
Kakinya belum sampai menginjak didalam rumah itu, tapi kembali lagi bau bangkai yang begitu menyengat hidungnya menusuk perlahan dan membuatnya merasa mual hebat.
Bersambung 💛
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments