"Apa dia sama seperti apa yang ku minta?" ucap Gimbo yang kemudian duduk dengan menyilangkan ke dua kakinya untuk menumpu badanya.
Pertemuan pertama Irene dengan Gimbo berjalan cukup tegang, saat laki-laki dengan postur tubuh menjulang besar itu mulai mengarahkan satu tanganya kepada dagu wajah Irene yang sudah menegang.
Bahkan keringat dingin gadis itu tak tertahankan lagi untuk mengucur deras.
"Baiklah kita mulai..." sambungnya dengan melepaskan pegangan tanganya disana.
Ia memulai ritual itu dengan mengucapkan sebuah mantra dan kali ini ia tak lupa memasukkan seluruh bunga sesaji tujuh rupa itu masuk kedalam mulutnya secara bergantian. Bukan untuk dimuntahkan kembali olehnya, tapi Gimbo terus mengunyahnya hingga halus dan menelanya perlahan.
Sedangkan Irene masih merasa aneh dengan hal di sekelilingnya sambil menelan kasar air liurnya.
Perlahan namun pasti bulu kuduk Irene terbangun serentak mulai dari leher dan seterusnya. Bahkan sejenak kepalanya seperti berputar tak tentu arah. Pandangannya bahkan kosong seketika saat matanya tak lagi dapat menatap satu arah.
Dan benar, kini gadis itu berubah menjadi kaku dan mematung disana. Tubuhnya begitu terasa dingin, dan rambutnya terkesan berantakan menutupi wajahnya ke depan.
"Hai makhluk, cepat katakan pada gadis ini apa yang tengah menantinya didepan!"
Gimbo memberikan perintah pada sesosok makhluk yang kini bersarang ditubuh Irene. Dengan menggerakkan lehernya pada satu arah, Irene mendekati wajah Nancy yang juga tak kalah pucat.
Ia merasakan bahwa itu bukanlah Irene sahabatnya.
"Jangan mendekat tolong!" tolaknya yang hampir saja tersungkur ke lantai.
Tapi makhluk itu sama sekali tak menghiraukan Nancy, ia terus mendekatinya dengan pola merayap tapi kepalanya terangkat ke atas.
"KAU AKAN BERNASIB BURUK DENGAN PRIA ITU!"
"KALIAN TIDAK AKAN MEMILIKI KETURUNAN!" Jelas makhluk tersebut dengan nada begitu berat dan menggelegar besar.
Setelah penyampaiannya tersebut, makhluk itu kembali meninggalkan tubuh Irene dan tubuhnya kembali lemas hingga ambruk ditempatnya.
Nancy masih dengan wajah bingungnya menatap Gimbo dan berganti menatap Irene.
"Temanmu akan segera sadar!" Jelas Gimbo dengan melanjutkan ucapannya.
Masih ada satu cawan kecil lagi yang harus ia habiskan disana, yah setiap persembahan berlaku Gimbo harus mampu menghabiskan lima cawan bunga persembahan seorang diri.
*
*
*
"Ren ...!" seru Nancy begitu khawatir akan keadaannya, ia pun mengguncangkan pundak sahabatnya dengan kencang.
Seketika mata Irene terbuka perlahan dan melebar sempurna. Seakan tak terjadi apapun disana, ia hanya sibuk memijit pelipis matanya berulang kali dengan mengerang.
"Semua oke?" imbuh Nancy dengan menyipitkan matanya.
"Emang kenapa?" sahut Irene yang masih tak sadar jika dirinya masih berada di dalam rumah Gimbo.
Setelah mencium kembali bau tak sedap, ia langsung teringat jika pria bertubuh besar itu tengah mengawasinya sepanjang waktu disana. Sontak saja wajahnya pucat pasih tak berkutik lagi.
"Setelah ini kau harus mencarikan aku seorang mayat yang baru saja dikubur!"
"Dan ingat, dia harus mayat lelaki. " terang Gimbo dengan tegas .
Semua permintaan Gimbo membuat Nancy semakin surut dan meragu .
"Aku harus mencari dimana..." sahut Nancy dengan rasa putus asa.
"Terserah kau saja, lakukan hal itu. Dan bawa ia kemari dalam kondisi utuh!"
Semakin aneh permintaan Gimbo membuat Nancy menjadi parno tak karuan.
"Aku tak bisa melakukannya. " sambut Nancy dengan suara bergetar.
Bagaimana mungkin ia membawa seorang mayat dalam perjalan jauh seorang diri, membayangkan saja rasanya tak mungkin apalagi melakukannya.
"BAGAIMANA?" sentak Wilia yang sejak tadi terdiam dan tiba-tiba saja mengejutkan keduanya.
"Apa yang kau cari dari mayat lelaki itu?" tanya Nancy ragu.
"Organ tubuh, terlebih lagi bagian ususnya!"
Karena tak tahan lagi mendengar hal mengerikan dan begitu menjijikan disana, Irene dengan cepat membalik badanya utnuk mengeluarkan seluruh isi perutnya.
Seakan telah sedia, Wilia tengah menyiapkan sebuah kantong hitam untuk tempat Irene membuang seluruh isi perutnya.
"U-sus..." tiru Nancy yang menelan air liurnya dengan kasar.
"Yah, itu akan aku gunakan utnuk membelit pusaka ini. Dan banyak organ tubuh lainya yang akan aku pergunakan nantinya!"
"Apa tidak bisa aku minta tolong padamu saja dalam hal ini?" pinta Nancy dengan mengiba.
Sementara disampingnya tepat ,Irene yang berulang kali menggoyangkan kepalanya pertanda tak menyetujui persetujuan Nancy.
"Tidak ..." sahutnya lirih dengan bahasa isyarat yang hampir saja tak terdengar.
"Jangan bodoh , sudah sejauh ini dan kau ingin batalkan semua ini?"
"Apa menurutmu makhluk gaib yang bersarang ditubuh temanmu tadi tak butuh upah!"
"Jangan sampai dia yang menjadi upah dalam pembatalan misi kita!" hardik Gimbo berulang.
Tentu saja ia tak mau menyeret sahabat lamanya itu untuk lebih jauh lagi dari ini , dengan cepat Nancy memberikan jawaban yang begitu menguntungkan bagi Gimbo.
"Aku setuju, tapi tolong kau saja yang carikan mayat itu nantinya!" seru Nancy dengan mengulurkan map coklat yang cukup tebal.
Bagi seorang paranormal seperti Gimbo, hal tersebut sudah tak aneh lagi ditelinganya. Bahkan jika permintaan orang itu berhasil ia kabulkan maka semua apa yang ia minta dengan Wilia dapat terkabul tanpa batas.
"Tapi kau sudah mendengarnya bukan?"
"Kau takkan pernah memiliki anak darinya jika kalian menyatu!" imbuhnya dengan lantang.
Sekali lagi kata-kata itu kembali terngiang dalam telinga dan benaknya. Bagaimana mungkin sebuah pernikahan tanpa ada hadirnya seorang anak yang begitu lucu ditengah-tengah harinya.
Meskipun begitu, Nancy kembali menepis lagi semua itu dengan cepat tanpa ragu. Semua itu semata ia lakukan demi mendapatkan cinta Erick kembali.
"Aku setuju!" sambut Nancy tak kalah lantang.
Hal gila itupun disaksikan kembali oleh Irene yang seketika melemas dengan segala hal buruk yang disetujui oleh Nancy.
Saat itu keduanya langsung pulang dan meninggalkan kediaman Gimbo dengan mulut terkunci keduanya tanpa perbincangan. Tapi suara Irene kembali pecah tak kalah keduanya sudah berada dalam mobil . Ia sadar jika disana takkan ada penghalang ataupun mata-mata ketika keduanya berbincang.
Irene mencoba memulainya dengan kepala begitu tenang dan dingin setelah berulang kali menghembuskan nafasnya yang sejak mengitari seluruh rongga dadanya.
"Apa kau serius dalam hal gila ini?" ucap Irene membuka pertanyaan .
"Tentu, aku takkan main-main!" serunya tanpa ragu .
Irene menyadari jika sahabatnya itu kembali terpengaruh oleh amarah dan tak dapat mengendalikannya dengan baik.
Tapi tak berhenti sampai disana , ia mencoba sekali lagi pada Nancy untuk mengajaknya berdamai dengan keadaan sebelum semua semakin memburuk nantinya.
"Tapi dia adik kandungmu!" ujar Irene.
Air mata Nancy sontak pecah tak tertahan di imbangi dengan pijakan rem begitu kuat dan membuat ban mobil berdecit.
Dengan cepat ia merengkuh tubuh Irene untuk menumpahkan segala kekesalannya yang begitu bodoh.
...----------------...
Bersambung 💛
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments