Bab 3

Mendengar ucapan Gimbo, Nancy mencoba memutar otaknya jauh lebih dalam untuk berfikir keras. Kira-kira siapa di antara temanya yang masih memiliki kriteria sepeti ucapan Gimbo.

"Pulanglah dulu, esok segera kembali kesini." tegasnya yang telah menghentikan seluruh ritualnya.

"Tapi ..." Nancy masih sedikit ragu bagaimana caranya ia agar bisa kembali lagi ke hutan untuk menjumpai mobilnya yang terletak jauh didalam hutan .

"Pergilah bersama Wilia, dia akan mengantarkan dirimu hingga sampai tujuan!" seru Gimbo yang seketika memandang Wilia.

Nancy hanya diam dan terus memandangi wajah Wilia yang begitu tidak meyakinkan bagi dirinya. Bagaimana mungkin wanita itu dapat menunjukan jalan bagi Nancy sementara jika dilihat dari tubuhnya saja kurus kering.

"Cepat antarkan dia Wil." perintah Gimbo kembali sambil menunjuk ke arah hutan paling dalam.

Keduanya pun segera bangkit dari tempat duduknya dan menempuh perjalanan yang cukup cepat, bahkan Nancy sendiri tak sadar jika dirinya telah sampai secepat itu dihadapan mobilnya.

"Astaga ..."

"Apa ini semacam sihir, Wilia..." serunya yang seketika terhenti kala ia membalikkan punggungnya untuk mencari keberadaan Wilia yang seketika lenyap dari tempatnya berdiri.

"Mustahil ..." serunya dengan menutup mulutnya rapat-rapat seakan masih tak percaya jika hal itu dapat terjadi begitu cepat.

Masih dengan wajah yang shock Nancy mencoba mengatur nafasnya yang kian terpacu begitu cepat. Ia lantas memutuskan untuk segera memasuki kedalam mobilnya.

Tangan dan tubuhnya yang bergetar sscara bersamaan, hampir membuat Nancy begitu kesulitan untuk membuka ujung tutup botol air mineral yang telah berada dalam genggaman nya.

"Hufft ..." Nancy berusaha mengendalikan pikirannya dengan baik.

Ketika usai menetralkan seluruh suasana hatinya, kini ia perlahan menyentuh ujung kunci mobilnya yang sejak awal tadi sudah tak bisa berfungsi. Tapi anehnya kini mobil itu bisa beroperasi dengan baik dan membawa Nancy perlahan pergi dari hutan tersebut.

"Ini gila ..." serunya yang masih tak percaya dengan sesekali mengusap keningnya.

Sejak hari itu, ia memutuskan untuk tidak mengatakan kepada siapapun tentang kejadian aneh yang menimpa dirinya.

*

*

*

Setibanya di hotel.

"Sayang, kemana saja dirimu sepanjang hari ini?" sapa Alma, sebagai ibu Nancy.

Di hari yang semakin sore, seluruh keluarga nampaknya tengah berkumpul dan berbincang disana. Mereka begitu erat bercengkrama dengan satu sama lain kecuali Nancy.

"Aku baru saja dari rumah temanku bu." sahut Nancy dengan gestur tubuh tak nyaman.

Bukan baju ataupun aksesoris yang ia kenakan sehingga Nancy tak leluasa disana, dirinya begitu risih melihat pemandangan yang membuat hatinya begitu penat. Hingga terasa muak jika harus menatapnya lebih lama lagi.

Yah, pemandangan ke dua pengantin baru yang seakan tak pernah mau terpisahkan kemanapun mereka pergi. Apalagi Felicia, dia seolah mengumbar kemesraan itu dihadapan sang kakak dengan sengaja.

"Aku akan pergi ke kamarku dulu bu. Hari ini aku akan pulang lebih cepat dari pada kalian. Karena ada keperluan mendadak." timpal Nancy dengan menurunkan pandangan matanya dari Erick dan Felicia.

Selama ini Nancy memang dikenal sebagai anak yang pekerja keras, bahkan karena kesibukannya itulah yang membuat ia hingga tak segan mencari pengganti lelaki lain selain Erick. Baginya waktu terlalu panting jika harus dibuang dengan mencari para lelaki lain untuk mengisi kekosongan hatinya.

"Baiklah, bahkan di hari sepenting ini kau masih mengutamakan pekerjaanmu diatas segala-galanya." celetuk Alma dengan geram.

"Sedikit saja, apa kau tidak mau larut dalam kebahagiaan adik mu Feli?" tanyanya dengan begitu tegas tapi jauh dari kerumunan orang.

Hati Nancy kembali sakit dan hancur ketika sang ibu mempertanyakan kebahagiaannya disana. Bahkan udara terasa berhenti mengalir diseluruh tubuhnya, dan membuat otaknya tak dapat berjalan dengan normal.

"Aku sudah telat bu!" sahut Nancy dengan mengangkat lengan kananya untuk menengok jam yang tengah melingkar disana.

Alma hanya mendengus kesal ketika Nancy tetap memilih pergi dari sana dengan acuh. Sementara ia kembali ke tengah-tengah keluarga Erick untuk berbincang kembali. Bahkan Alma juga terkesan larut dalam suasana penuh kebahagiaan saat itu.

"Ibu seharusnya tahu, bahwa hari ini telah aku dipertaruhkan seluruh kebahagiaanku untuk Feli. Bahkan sama sekali tak tersisa, tapi lihatlah kalian seakan tertawa dan menari di atas penderitaanku seorang diri !" gumam Nancy yang melihat keadaan disekitar di antara kedua pilar yang menjulang tinggi menutupi tubuhnya.

Nancy kemudian berlalu begitu saja dalam kerumunan orang yang sama sekali tak menghiraukan kepedihanya disana. Dengan cepat ia menarik koper yang berukuran sedang miliknya untuk di masukkan kedalam bagasi mobilnya.

"Sayang, kau mau pergi?" sapa Christian yang menghampirinya dengan membawa segelas minuman di gelas kecil kaca.

"Iya ayah, hari ini aku ada urusan mendadak. Maafkan aku!"

"Muaaah." Dengan cepat Nancy memberikan jawaban pada Christian dan mencium pipinya sebelum pria itu juga mengintrogasi dirinya jauh lebih lanjut.

Christian hanya mengangkat gelasnya ketika melihat sang putri pergi begitu saja dari hadapannya.

*

*

*

Selama perjalanan, Nancy masih berupaya untuk mencari-cari satu nama dari sekian daftar nama dikontaknya. Sesuai permintaan Gimbo, Nancy tengah mengupayakan hal itu.

Ia pun berpikir jika akan meminta tolong pada sahabat lamanya sewaktu duduk dibangku sekolah. Namanya Irene, dia adalah gadis kutu buku dan terkenal culun dimasanya.

Nancy berpikir bahwa sahabatnya yang satu itu tidak akan memiliki perubahan yang berarti meski sudah berapa tahun lamanya tak bertemu.

Dengan cepat ia berputar arah untuk menuju rumah Irene, alamat itu sudah tak asing lagi dikepalanya bahkan mungkin sudah tersimpan baik dalam ingatan Nancy.

Setibanya di halaman rumah Irene, Nancy segera turun dari dalam mobil dan masuk begitu saja lalu mengetuk pintu utama rumah tersebut.

"Ren..." Panggilnya dengan menyebut nama sewaktu mereka duduk dibangku sekolah.

Dan setelah beberapa saat kemudian, seorang gadis yang mengenakan kacamata hitam berambut lurus keluar dari dalam rumah dengan mengenakan rok brukat panjang dan setelan kaos putih.

"Nancy?" sapanya dengan menurunkan kacamata hitamnya khas kelakuan Irene seperti dahulu kala.

"Demi apa loe masih ngenalin gue!" sahut Nancy dengan bahagia.

"Bau badan loe nggak pernah berubah, masih pake parfum yang sama bukan?" ujar Irene dengan kemampuan mengingatnya detail.

Nancy menyambut hal itu dengan tawa begitu riang bukan kepalang, dan memeluk sahabatnya itu dengan begitu erat. Tapi selama pelukan itu berlangsung, tak terasa Nancy menangis dengan tersedu-sedu diatas pundak Irene.

"Hei, ada apa kau menangis. Tenanglah dan duduk disini."

Setelah merasa lega, Nancy kemudian menceritakan seluruh problematika yang ia hadapi saat ini. Irene yang sejatinya anak begitu polos, ikut terbawa emosi kalah Nancy mengartikannya dengan begitu pilu.

Bahkan Irene tahu betul siapa sahabatnya tersebut, seorang Nancy sejak dulu tidak pernah berganti pasangan. Bahkan ia terkenal setia sejak saat itu.

"Brengsek!" seru Irene kesal.

...----------------...

Bersambung 💛

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

pengorbanan Nancy memang benar-benar patut di acungi jempol👍

2023-05-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!