Irene memutuskan untuk mendahulukan Christian lebih dulu untuk mendapatkan penanganan. Ia menelepon seorang dokter yang biasa menjadi menangani sakit sang ibu.
"Dok , tolong periksa ayah teman saya ini." pinta Irene penuh kekhawatiran.
Seorang dokter perempuan berparas cantik meski usianya sudah mulai menua.
"Apa yang membuatnya hingga sepeti ini?" tanya Patricia dengan mengarahkan stetoskop miliknya ke bagian dada Christian.
"Tadi ayah bertengkar hebat dengan kakak dok..." jelas Feli dengan tangis tertahan dan bibir gemetar.
Patricia hanya mengeluarkan nafasnya dengan kasar.
"Dia terkena serangan jantung mendadak , dalam situasi ini teramat bahaya sekali karena adanya penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke jantung terhambat. Dan kurangnya suplay oksigen kedalam otak."
"Tapi beruntung Tuhan masih berpihak pada kita, ia akan segera sadar kemungkinan dalam beberapa jam ke depan!"
Felicia nampak bernafas begitu lega setelah mengetahui sang ayah akan baik-baik saja.
Patricia membantu memberikan beberapa resep obat dan resep cadangan yang nantinya harus Felicia beli sendiri.
Irene lantas mengantarkan Patricia menuju pintu depan untuk mengantarnya. Setelah berpisah dengan Patricia, kini Irene kembali menemui Felicia didalam kamar. Dirinya begitu simpati dengan keadaan seluruh orang rumah Nancy. Mereka semua mengalami tekanan batin yang begitu hebat hingga mungkin terguncang.
"Apa ibu mu baik?" tanya Irene dengan nada lirih dan menatap kembali tubuh Alma yang terbaring namun dalam kondisi kedua mata tertutup dengan tenang.
Felicia kembali tak dapat menahan tangisnya dengan menceritakan keadaan pilu Alma, Irene sangat tak percaya jika makhluk astral tersebut juga menyerang seluruh orang rumah ini silih berganti padahal yang Nancy harapkan hanyalah Felicia seorang.
"Dasar keparat!"
Felicia sungguh terkejut dengan umpatan Irene yang tak tahu ditujukan pada siapa.
"Ada apa kak?" Tanya Felicia dengan ke dua mata yang sembab.
"Ah, tidak apa. Bisakah kita bicara diluar saja, biarkan kedua orang tuamu beristirahat dengan tenang." pinta Irene.
Keduanya lantas menuju depan teras rumah untuk sekedar duduk dan berbincang disana .
"Sebelumnya terimakasih ya kak, sudah tolongin papa tadinya!" ujar Felicia dengan suara lemah.
"Jangan pikirkan hal itu, semua orang akan lakukan hal yang sama jika berada dalam posisiku."
"Sekarang katakan padaku, apa kakakmu pergi bersama dengan suami mu Erick?" selidik Irene.
Adik Nancy tersebut sejenak memandang penuh curiga pada Irene , bagaimana ia bisa mengetahui masalah yang terjadi disana sebelum ia menceritakan semua lebih lanjut padanya.
"Kak Irene tahu segalanya?" ucap Felicia dengan terbata-bata.
"Maaf , aku hanya menebaknya . Karena sejak tadi hanya dua orang itu bukan yang tidak berada disini bersama dengan kalian?" kejar Irene dengan mengarahkan Felicia pada luar topiknya.
Gadis itu tak mungkin menceritakan semua keberanannya disana dalam situasi seperti ini.
"Ah iya ... kakak pergi denganya!" Felicia terpaksa membuka aib yang begitu menyimpan luka di sudut hatinya.
Tapi kembali lagi, ia masih tak percaya jika Irene sahabat sang kakak tidak mengetahui satu hal apapun dibalik semua ini.
"Sudah aku duga!" gumam Irene.
"Baiklah, aku harus segera pergi . Terimakasih ya!" pamitnya dan segera bangkit dari duduknya.
"Tidakkah kau mau menunggunya disini lebih lama?" pinta Felicia yang ingin menjebak Irene lebih lama disana, ia ingin mengorek segala sesuatunya jauh lebih dari ini.
Tapi hal itu rupanya mendapatkan penolakan dari Irene, gadis itu tak menyambut baik permintaan Felicia dan tetap pergi menggunakan sebuah taksi online pesanannya.
*
*
*
Sejak kepergian Irene, sang ibu kembali membuka matanya lebar-lebar dikamar. Masih dengan tubuh yang terbujur kaku tanpa pergerakan, kali ini ia hanya mampu mendengar suara-suara kecil di alam bawah dasarnya dengan menggerakkan seluruh pandangannya mengitari kamar.
Kini kedua matanya berhenti pada tubuh Christian yang masih lemah dengan keadaanya setelah vonis dokter. Siapa sangka istrinya tersebut perlahan bergerak mendekatinya dengan satu juluran lidah begitu panjang.
Lidah itu nampak elastis dan begitu panjang membelit leher Christian.
Felicia tiba dikamar dengan satu jeritan yang begitu keras sambil kedua kaki yang gemetar lemas. Sontak teriakan itu dapat Alma tangkap dengan cepat, ia menarik kembali lidahnya dan tergulung cepat masuk kedalam.
Mata Alma kembali tertutup sejak kehadiran Felicia disana , karena sejak kejadian aneh tersebut terjadi mengakibatkan asisten rumah tangganya yang sudah sangat lama mengabdi disana kabur dan lari keluar dari rumah itu terbirit-birit.
Felicia mencoba mendekati sang ayah dengan mengitari ujung ranjang sisi lainya untuk memastikan bahwa ayahnya berada dalam kondisi yang baik .
Ujung jarinya menempel pada lengan Christian dan menekanya berulang kali , tapi ayahnya masih belum merespon dirinya dengan baik.
*
*
*
Sementara ditempat lain, Nancy dan Erick memutuskan untuk segera menuju rumah yang tadinya akan ditempati oleh sang adik dan suaminya. Tapi kini terpaksa harus berpindah tangan padanya setelah semua kejadian aneh tersebut.
"Sayang apa kau tidak ikut turun denganku?" ajak Nancy yang hendak turun dari dalam mobil untuk membeli sesuatu di salah satu swalayan dekat rumah yang hendak mereka tempati.
Ia memutuskan untuk berbelanja beberapa bahan makanan dan keperluan lainya untuk satu pekan ke depan. Selain itu, Nancy juga takut jika Erick jauh dari dirinya sikapnya akan berubah kembali.
"Tidak, masuklah. Aku ingin tidur sebentar di mobil." pinta Erick yang segera menyandarkan kepalanya sedikit menurun .
"Baiklah."
Ketakutan Nancy pun terjadi, setelah ia menutup rapat pintu mobil tersebut ada sebuah kepulan asap putih juga yang turut mengikuti dirinya turun disana. Ia berjalan mengekor mengikuti Nancy dan Erick saat ini benar-benar dalam kondisi normal dan wajar.
Setelah sepuluh menit berselang, ia terbangun dari tidurnya dan menggerakkan seluruh kepalanya berlawanan arah hingga terdengar sebuah bunyi gertakkan yang begitu nyaring .
"Sedang apa aku disini?" imbuhnya dengan heran sambil mengamati semua jalan dihadapanya.
Bagaikan orang linglung dan baru saja mendapati kesadarannya disana, ia masih tak sadar jika seisi mobilnya dipenuhi koper milik Nancy.
Erick membawa mobilnya kembali kerumah pemberian orang tuanya , dan dengan kondisi sadar ia kembali menghubungi istrinya Felicia dengan mengusap beberapa kali wajahnya. Tapi sayangnya panggilan itu tak mendapati respon dari Felicia.
"Dasar wanita, selalu begini !" omelnya.
Setelah beberapa menit kemudian, Nancy yang sudah jalan begitu jauh sampai didepanya dengan nafas dengan sambil menenteng beberapa kantong belanjaan di kedua tanganya.
"Hei, kenapa kau meninggalkan ku ditempat tadi !" protes Nancy .
Sekian detik Erick masih melipat kedua tanganya dengan alis mata yang tertarik sebelah penuh dengan keheranan.
"Ada apa wanita ini kemari?" gumamnya sempat tak percaya hal yang telah terjadi dihadapanya.
"Hei hei ...!" Nancy menggerakkan tanganya berulang didepan wajahnya.
Bersaambung 💛
...----------------...
...Mampir kesini ya!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments