"Baiklah aku akan mencoba memegang janjimu untuk yang kedua kalinya!" tukas Nancy lirih.
Meski hatinya begitu gusar dengan penyatuan tanpa ikatan tali pernikahan yang belum terjadi dalam hidupnya.
"Apa kau tidak bekerja hari ini?" tanya Erick sambil mengusap seluruh bagian rambutnya yang masih basah menitihkan beberapa percikan air.
"Kerja?" Ucap Nancy sambil menunjuk wajahnya sendiri dengan bingung.
"Yah!" timpalnya dibalik handuk putih bersih.
"Sebentar lagi dirimu akan menikahiku sayang, apa aku tak pantas menjadi ratu rumah ini?" terang Nancy dengan senyum percaya dirinya.
"Hm, aku baru tahu jika kau selicik itu agar bisa menguasai seluruh kantong!" tepis Erick dengan santainya sambil meraih sebuah kaos tipis bewarna putih kutung.
Ucapan Erick begitu melukai hati Nancy walaupun sebenarnya perkataan itu hanya sekedar canda gurau darinya. Nancy terlihat begitu murung saat mendapati ucapan Erick, ia lantas duduk disebuah kursi kecil menghadap sebuah cermin rias.
Hanya terdiam sambil terus memijit halus seluruh rambutnya hingga kering.
"Hei ada apa?" sambung Erick dengan membawa satu kaleng minuman miliknya.
"Hm." Nancy berdehem.
"Ayo lah aku hanya menggodamu saja sayang..." ucap Erick sambil memeluknya dari arah belakang dan hendak ingin meraih bibir seksi Nancy kembali.
"Hentikan, aku tidak suka dengan ucapanmu barusan." timpal Nancy ketus.
Sikap manja Erick terhadapnya berlangsung didepan cermin hingga satu sosok wanita terpantul jelas dari cermin tersebut.
Wajah Nancy begitu murka ketika melihat sosok saudari kandungnya sendiri sangat lancang masuk kedalam rumah yang telah ia ambil alih darinya.
"BRUK!" ia bangkit dengan menggebrak meja rias dan bangkit. Erick sedikit terkejut dan mengakibatkan tumpahan kecil dari minuman bersodanya ke lantai.
"Astaga ..." serunya sambil mengusap bagian wajah yang terkena percikan air minumnya.
"Sayang!"
"Kakak!"
Suara keduanya bersamaan dan bertabrakan disana ketika keduanya sama-sama ingin memanggil Nancy.
"Wow, keren sekali. Kalian memanggilku dengan bersamaan, apa dirimu masih mencintainya ?" tunjuk Nancy pada Erick sambil memandang geram wajah Felicia.
Flashback Felicia.
Ia datang begitu saja dengan santainya sambil melangkah perlahan kedalam rumah yang tadinya hendak menjadi miliknya. Karena tak mendapati satu orangpun disana , dan pintu rumah terbuka lebar ia tak menghiraukan dan terus mencari cari keberadaan Erick didalam. Karena ia yakin jika pria yang tengah ia cari masih berada didalam rumah karena mobilnya masih terparkir dihalaman rumah.
*
*
*
"Maafkan aku, karena tidak mengetuk pintumu terlebih dahulu tadinya..." jelas Felicia yang segera menurunkan pandangannya pada Erick yang begitu sumringah dan segar setelah membersihkan tubuhnya.
Meski ia tahu bahwa Erick masih sah menjadi suami dan imam dalam hidupnya. Hatinya terasa berdenyut ketika melihat kenyataan pahit itu terjadi dihadapan kedua matanya sendiri.
"Ada urusan apalagi kau datang kemari, bukankah semua sudah jelas!" sergah Erick dengan kesal.
"A-aaku hanya ingin mengembalikan ini padamu!" ujarnya sambil melepas sebuah cincin yang tadinya sebagai simbol ikatan antara keduanya.
Meski hatinya begitu berat tapi Felicia sadar ia harus sudah pernikahan yang sudah tak sejalan itu lagi. Kali ini ia tidak mau memaksa Erick sepeti saat keduanya pertama kali bertemu dahulu.
"Tak perlu repot-repot datang kemari mengembalikan itu padaku, kau bisa menjualnya sesukamu!" Jelasnya dengan menolak kembali barang yang sudah Felicia lepaskan dari jari manis dan juga hatinya.
Sebuah cincin berlian yang memiliki harga begitu fantastis Erick berikan sebagai cincin pernikahan di acara sakral keduanya saat itu.
"Huft, apa sandiwara ini sudah bersambung?" sambung Nancy yang sudah menggerutu sejak tadi dengan melipat kedua tanganya didada.
"Kak, aku mohon pulanglah. Lihatlah ayah dan ibu, aku tidak perduli kau mau denganya atau tidak. Tapi tolong jangan tinggalkan mereka berdua dirumah!" Pekik Felicia dengan sedihnya yang tertahan diujung tenggorokanya.
Hanya hal itulah yang menjadi penguat Felicia sejak kepergiannya dari rumah, tekadnya sudah begitu kuat untuk menemui sang kakak walaupun begitu bertentangan dengan hatinya.
"Masih ada dirimu yang sanggup mengurusi mereka!" tolak Nancy dengan mudahnya.
"Tapi ayah ..." lanjut Felicia dengan hati yang gamang.
Nancy mulai memperhatikan betul ucapan sang adik kala ia menyebut nama Christian. Tak dapat ia pungkiri jika rasa sayangnya terhadap Crishtian begitu besar dari pada Alma.
"Ada apa denganya?" tanyanya dengan mengalihkan pandangan matanya yang hampir saja menangis dengan mengikat rambutnya.
"Ayah sakit!" tegas Felicia.
Sejenak ucapan sang adik dapat menggetarkan jiwanya direlung terdalam, tapi jiwanya kembali keruh ketika semua rasa sakit hatinya yang masih belum terobati terkuak kembali ke ingatannya .
"Pulanglah dan jaga mereka dengan baik!" Seru Nancy dengan menunjuk ke arah pintu luar.
Meski harapannya tak berjalan dengan sempurna tapi Felicia bisa sedikit membuang sesak nafasnya di sebagian sudut hatinya . Setidaknya ia telah menyampaikan segalanya pada sang kakak.
Saat itu hari sudah semakin gelap, dan suara adzan pun berkumandang . Ketika Felicia hendak membalik tubuhnya, Nancy melihat dengan kepala matanya sendiri jika sang adik mengeluarkan sebuah darah yang tengah melintas dikedua hidungnya. Hal itu rupanya serentak dengan apa yang dialami Erick hari itu.
Ia lebih mementingkan pemuda yang sudah menggelapkan hatinya dari pada saudari kandungnya, Nancy segera berlari mengambil sebuah tisu dimeja rias dengan cepat.
Dirinya dengan cepat menahan darah itu yang semakin banyak mengalir.
"Entah sejak kapan aku bisa punya sakit seperti ini !" bantah Erick sambil mendongakkan wajahnya ke atas.
Erick juga berusaha menahan laju darah tersebut dengan caranya sendiri.
"Apa ini, kenapa mereka bisa serentak mengeluarkan mimisan ! gumam Nancy yang masih dengan cepat membersihkan sisa darah di hidung Erick.
*
*
*
Felicia berjalan dengan tubuh yang sedikit sempoyongan karena kepalanya tiba-tiba saja berputar hebat.
"Brukkk!" ia telah kehilangan kesadarannya seutuhnya tepat didepan pintu teras rumah Erick.
Dari kejauhan lampu mobil begitu terang menyala hingga menerpa tubuhnya hingga akhirnya dimatikan dan kedua penumpang itu turun dari tempatnya.
"Astaga, Feli ..." teriak Casandra panik.
Ibu mertua dan mama Erick tersebut begitu kaget melihat anak menantunya lemah terkulai tak berdaya seorang diri.
"Mana Erick!" geramnya yang ingin segara memasuki pintu rumah itu dengan cepat.
Tapi Taslim menghentikannya dengan menarik punggung istrinya dengan cepat.
"Sudahlah, mari kita tolong dia saja!"
Imbuh Christian dengan membopong tubuh Felicia kedalam mobil .
"Pa , kenapa si mama dihentikan begitu saja!" protes Casandra yang masih begitu kesal ingin merangsek masuk kedalam rumah.
Tapi rupanya sang suami telah mendapati sepasang sepatu hak tinggi milik Nancy yang digunakan ke rumahnya beberapa waktu lalu.
"Mana yang lebih penting, anak ini bukan?"
Dengan wajah yang juga menahan amarah, ia melajukan mobilnya begitu cepat hingga tiba disebuah rumah sakit terdekat.
Bersambung 💛
...----------------...
...Mampir kesini juga ya!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments