Mentari cerah, panas menyengat kulit, seperti suasana hati Saka yang panas karena emosi. Rasanya malas beranjak dari sekolah, apalagi sampai pulang ketemu keluarga. Namun tidak ada tempat lain, selain pulang dalam pelukan keluarga. Semalam Bunda menangis, meratapi masalah Saka. Selama tujuh belas tahun mengenal anak keduanya Bunda merasa paham dengan karakternya, dia tidak akan pernah menyakiti perempuan, apalagi dia menyayangi. Seperti kasih sayang pada Bunda, Saka tidak akan pernah rela ketika Bunda sakit, capek atau sampai menangis. Dia yang selalu lembut tutur kata serta tindakan kepada sang Bunda, pasti dia juga melakukan hal yang sama pada teman perempuan.
Putaran suara Bunda pada ayah semalam, terus berputar bak kaset rusak di kepala Saka. Antara bingung dan takut menyakiti hati Bunda, takut membuat ayah kecewa, takut tidak bisa menjadi teladan buat Sasmita adik bungsunya dan terakhir dia malu pada sang Abang. Hingga sudah sampai di halaman rumah, Saka enggan sekali membuka pintu, wajahnya pucat karena takut, hati galau karena sungkan, pikiran kacau akibat tingkah di masa lalu. Mengenal Kayla bukan hal baik, membawanya sampai ke dasar jurang perpecahan. Saat ini, dalam keluarga, Saka seolah menjadi pengkhianat. Dia ingin melangkah masuk, enggan bertemu ayah, memang dirinya salah. Namun tidak sampai membuat kesalahan yang dilarang agama.
Akhirnya, setelah berhasil memantapkan hati, Saka melangkah masuk ke rumah lewat pintu depan, "Assalamu'alaikum...Saka pulang,"
"Waalaikumsalam," Jawab Bunda singkat.
Belum sempat ada percakapan apapun, ayah datang penuh Amarah, "mulai hari ini, kamu dilarang pulang, Ayah sudah memutuskan, lebih baik kehilangan anak yang bernama Saka, daripada harus menanggung malu." Suara ayah lantang menggetarkan seisi rumah.
"Maaf, maaf Yah, Saka benar-benar tidak pernah melakukan hal itu. Tolong percaya Saka, please." Sambil memohon dengan kedua tangan di depan dada.
"Sabar yah, perlu kita mendengar penjelasan Saka, berilah satu kesempatan untuk menjelaskan semuanya." Suara Bunda sambil menepuk punggung ayah.
"Pergi, pergi dari rumah ini..." Kembali suara Ayah menghentikan langkah Saka yang hendak menuju kamar.
Saka panik, bingung jika harus meninggalkan rumah begitu saja. Namun, Saka tidak berani menentang titah Ayah. Membalikkan badan, pamit pada Bunda kembali melangkah menuju pintu depan. Begitu hendak keluar, kembali suara Ayah menghentikan langkahnya, "Pergi jangan bawa motor, jangan bawa apapun kecuali yang sudah menempel di tubuh."
Saka mengangguk, melangkah melanjutkan niat pergi dari rumah. Sengaja tidak berniat naik angkot atau ojol, dia berlari tanpa tujuan. Saka terus berlari, seolah bertahan tanpa lelah sembari mamacu keringatnya yang bercucuran, membasahi tubuhnya. Nafasnya mulai terengah-engah sejalan dengan waktu. Seragam sekolah sudah basah kuyup. Banyak orang yang melihat, ingin memberikan seteguk air, tapi dia menghiraukannya. Saka tetap melanjutkan langkah, berlari tanpa tujuan. Matahari mungkin sedang tidak bersahabat, karena memancarkan terik yang menyengat. Tetapi ada angin segar, memberinya kenikmatan yang tak terbatas. Bersama detak jantung yang tak terkendali, kini dia merasa bebas untuk menjalani hidup.
Seolah tanpa rasa takut bertemu dengan ayah, tanpa rasa malu bertemu dengan abang Sakti dan Mita, bahkan tanpa rasa sungkan bertemu dengan Bunda. Namun, Saka bingung hendak pulang kemana, hanya kaki melangkah tanpa arah. Memutuskan berhenti, duduk di pinggir kolam, menatap langit sore ini yang begitu indah. Sambil berfikir dunia tidak selamanya mendung, pasti ada cerah juga, bahkan akan ada pelangi setelah hujan. Melakukan panggilan lewat aplikasi hijau atas nama Yuda.
"Assalamu'alaikum Bro, bagaimana ada yang bisa dibantu? " Suara Yuda dari seberang menyapa Saka.
"Waalaikumsalam, Yud bisa nebeng tidur di rumah kamu?"
"Bisa sekali Bro, pintu rumah selalu terbuka. Kamu dimana saya jemput?" Jawaban Yuda seolah sudah tahu apa yang terjadi pada Saka, karena dia memang sudah menerima telepon dari Sakti.
"Di kolam dekat gazebo depan BRI." Senyum menelan ludah, menatap langit kembali, mengucapkan syukur atas pertolongan Allah hari ini.
Sepuluh menit berlalu, Yuda datang menepuk punggung Saka. Mengajak sahabatnya segera beranjak dari pinggir kolam.
***
Sampai di rumah Yuda, sudah ditunggu Mahes beserta Sakti. Saka turun, pamit mau ikut mandi sebentar untuk membersihkan diri. "Cepat, kita akan membuat strategi untuk menghadapi keluarga Kayla, mereka sudah lapor polisi." Teriak Mahes membuat Saka menghentikan langkah. Namun kembali bergegas segara menuju kamar mandi.
Yuda, Mahes dan Bang Sakti menikmati martabak manis keju coklat yang di bawa sahabatnya itu. Sambil menunggu Saka bersih-bersih sesekali mereka diskusi tentang keluarga Kayla yang tadi sore sempat mengancam Mahes, agar membawa Saka ke rumahnya. Kakak laki-laki Kayla yang temperamen sempat melayangkan pukulan ke muka Gilang. Mereka akan datang ke sekolah besok pagi, jika Saka malam ini tidak mau datang ke rumah Kayla. Sakti menutup wajah dengan kedua telapak tangan, memikirkan langkah yang harus diambil demi masa depan adiknya.
Saka datang dengan membawa teh panas, menjatuhkan bobot ke sofa sambil menyesap teh manis. "Bagaimana Bro? apa yang harus aku lakukan? " Dengan muka bingung, heran atas tindakan Kayla yang tidak masuk akal.
"Sepertinya mereka sengaja ingin menjebak Saka, entah motifnya sekedar menikahi Kayla atau ada motif lain?" suara bariton Sakti membuat tiga sahabat itu menghentikan aktifitas makan.
"Kenapa harus menikah? Aku yakin Bang, kalau Saka tidak pernah mencetak Gol, kami main selalu bersama enam orang." Yuda menyanggah pendapat Sakti dengan muka cengengesan.
"Oh iya Bro, kata Bu Andin, sepertinya motif keluarga Kayla ya... menginginkan Saka jadi menantu. Alasannya bisa status sosial, harta dan cinta buta Kayla." Sambil menyesap teh, Mahes menyampaikan pendapat Bu Andin setelah kejadian Gilang kena pukul.
"Berarti aku harus bagaimana Bang? Menurut Bang Sakti ikut permainan atau menemui keluarga Kayla." Saka meminta pertimbangan kakak sematawayangnya.
Semua terdiam, berkelana dengan pikiran masing-masing, menganalisis setiap kemungkinan yang diambil. Menghadapi orang yang serakah, membutuhkan strategi jitu, jika salah langkah, maka akan terjerumus dalam jebakan Batman. Suara Yuda menghentikan aktifitas berpikir mereka, "coba kita minta pertimbangan Bu Andin bagaimana? sepertinya beliau sudah memiliki beberapa rencana untuk menyelesaikan kasus ini."
"Boleh Yud, coba aku chat Bu Andin," Jawab Saka singkat, yang disetujui Mahes serta Abang Sakti.
Sepuluh menit berlalu, setelah hening dalam diam, Saka angkat bicara memberikan penjelasan atas rencana Bu Andin yang siap membantu kasus Saka sampai selesai. Untuk sementara waktu, kita akan ikuti alur permainan keluarga Kayla. Pesan beliau "jangan sampai aku datang ke rumah Kayla sebelum kebenaran terungkap dengan jelas. Tetap sekolah, belajar rajin dan tidak membuat kesalahan."
Bersambung
Apakah sebenarnya motif keluarga Kayla? Bagaimana langkah yang akan ditempuh?
Ikuti bab selanjutnya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments