Hujan Hujan

Hujan seharian, membuat Yuda semakin berbunga. Entah Hari ini alam memang sedang berpihak pada dirinya. Kebetulan sekali, dia membawa mobil ke sekolah, artinya Arin tidak akan kehujanan jika pulang bersamanya. Tepat jam 14.15 bel berbunyi semua murid keluar kelas berhamburan. Namun masih saja berdiri di teras depan kelas, takut jika peralatan sekolah mereka basah.

Yuda sudah berdiri di depan kelas Arin, menunggu gadisnya keluar lalu mengajak pulang bareng. "Hai, sudah lama kak? " tanya Arin mengagetkan Yuda.

"Hai, ayo kita pulang sekarang."

"Umm.. masih hujan kak, nanti basah. "

"Aku bawa mobil dik, jadi kita tidak akan kehujanan, " jawab Yuda menjelaskan dengan singkat.

Arin mengangguk, mengikuti Yuda dari belakang menuju tempat parkir, berdiri berdampingan saling tatap. "Kamu tunggu di sini kakak ambil mobil dulu," Yuda meminta Arin menunggu, lalu melepaskan jaket yang di pakainya, kemudian memberikan pada Arin buat melindungi dirinya dari air hujan.

***

Sementara Saka, langsung pulang ke rumah dengan membawa hati yang galau. Bahkan dia pulang sambil hujan-hujan karena lupa membawa jas hujan. Sengaja langsung pulang, agar tidak bertemu Kayla. Tiba di rumah, jalan mengendap takut berpapasan dengan Bunda. Saka berusaha lewat pintu belakang, namun justru tamat riwayat Hari ini. "Saka..." Teriak Bunda setelah menangkap Saka yang basah kuyup.

"Maaf bun, Saka lapar ingin cepat pulang." jawab Saka panik.

"Aduh, kenapa tidak menunggu hujan reda, kan seperti biasanya kamu bisa utang makan di kantin sekolah."

"Saka rindu masakan Bunda" jawab penuh harap tidak dapat cubitan atau omelan dari Bunda.

"Ya sudah, sana ganti baju dulu bersihkan badan dengan air hangat, langsung turun makan."

Saka bergegas melangkah menuju kamar untuk segera membersihkan badan, karena dia cukup tahu kalau dirinya sensitif dengan air hujan. Sepuluh menit berlalu, Saka keluar kamar mandi, berada di depan cermin sambil mengeringkan rambut. Kemudian turun dari lantai dua menuju meja makan, yang sudah ditunggu oleh sang Bunda. "Sini nak, Bunda sudah siapkan teh hangat juga, biar mengurangi rasa dingin," ajak Bunda agar Saka duduk di kursi samping.

Saka mendekat, mengambil teh hangat dari tangan Bunda, lalu menyesap pelan-pelan. Menikmati kehangatan teh manis sambil bincang-bincang dengan Bunda. Detik berlalu, Saka bersin-bersin hampir tidak bisa berhenti. "Aduh Saka, kamu itu sensitif dengan hujan dari kecil, kenapa tetap saja nekat menerabas hujan. Segera minum obat habis makan."

"Iya Bun, maaf Saka Hari ini ingin sekali cepat pulang, tidak tahu apa sebabnya. Tetapi hati ini rindu masakan Bunda." jawab Saka sambil senyum cengengesan.

Setelah makan, Saka langsung naik ke kamarnya sambil membawa satu gelas teh panas yang di buat sendiri. Merebahkan badan di atas tempat tidur, memandang langit-langit kamar bernuansa biru, memejamkan mata. Saka traveling memutar awal ketemu Kayla, hingga memikirkan Ayuna seorang gadis cerdas, adik kelas di SMP yang mencintainya dalam diam. Bersin-bersin hebat hingga membuat Saka terhenti dari travelingnya. Kembali menikmati teh panas sambil merasakan pening kepalanya.

Memijat ujung pangkal hidung, kening secara bergantian. Menarik selimut bermotif barcelona sampai leher, mencoba memejamkan mata untuk istirahat. Namun, Saka masih saja belum bisa istirahat, mata terpejam, pikiran berkelana. Masih terus ingat tentang apa yang dikatakan Yuda," ketika hati memilih pasti akan terasa nyaman, seolah hati kita sudah terbawa pergi hingga tak tersisa lagi." Kembali ingatan Saka, tentang wajah Kayla yang tersenyum manis, terus menari-nari di pelupuk mata.

Menjelang waktu sholat magrib, Bunda mengetuk pintu lalu masuk kamar Saka. "Nak ayo kita sholat berjamaah dulu, ayah sama Mita sudah menunggu."

"Hemm, Saka mohon ijin untuk sholat di kamar Bunda, maaf sepertinya meriang, kepala Saka pening." jawab Saka masih rebahan, menutup muka dengan tangan kanannya.

Bunda mengecek suhu badan Saka, "Astagfirullah.. Kamu demam Saka, suhunya tinggi sampai empat puluh derajat. Tunggu sholat dulu, nanti Bunda periksa." Sambil memijit kening Saka pelan-pelan, lalu keluar kamar untuk sholat berjamaah bersama keluarga. Sementara Saka segera bergegas mengambil air wudhu, melaksanakan sholat magrib sendiri di kamar. Berdoa sebentat, merebahkan tubuh kembali berselimut, karena merasa kedinginan. Bunda, ayah dan mita beranjak dari mushola keluarga menuju kamar Saka.

Tok tok tok..

"Assalamu'alaikum, kenapa bang bisa sakit?" Celoteh Mita, sambil memiliki tubuh Saka yang bergetar karena demam.

"Bun, abang demam, menggigil." Mita teriak memanggil Bunda yang masih jalan menuju kamar Saka dengan membawa tas kebesaran milik Bunda.

"Iya, Bunda sudah tahu sayang. Ini juga mau periksa bang Saka."

Bunda bergegas masuk kamar Saka, melakukan pemeriksaan. Sementara ayah duduk di kursi depan meja belajar yang biasa dipakai Saka mengerjakan tugas sekolah. Tampak masih terbuka, buku PR matematika milik Saka lengkap dengan buku paket yang berhamburan di atas meja. Bahkan setumpuk buku Fisika juga masih terbuka, namun sepertinya soal-soal semua sudah terjawab rapi. Artinya Saka tadi sempat mengerjakan tugas-tugas sekolahnya.

"Bagaimana bun? perlu ke rumah sakit atau tidak?" tanya ayah penasaran akan kondisi anak lelaki yang paling di sayang.

"Tunggu besok pagi yah, kalau masih panas tinggi setelah minum paracetamol dan istirahat, berarti harus rawat inap"

"Baik Bu dokter andalan, ayah siap melaksanakan," Di iringi tawa ayah sambil mendekat duduk di samping ranjang, bersebelahan dengan Mita.

"Bang Saka, ada masalah? tumben kamu hujan-hujan nak, kan sudah tahu kalau kamu sensitif sama air hujan." Tanya ayah sambil membelai rambut Saka.

"Tidak ada yah, tadi cuma rindu masakan Bunda. Saka juga sempat kerja tugas-tugas sebelum sakit kepala menyerang. Untuk saja bukan warga konoha yang menyerang ntar malah ketemu Naruto hahaha."

'Dasar anak ayah yang satu ini, sakit saja masih bisa bercanda. Istirahat biar besok pagi segera membaik, mau di temani ayah?"

"Hemm, tidak ah... Sudah SMA masak harus di temani ayah."

Akhirnya semua pada keluar kamar Saka, membiarkan dia untuk istirahat. Memeluk guling untuk melanjutkan istirahat dalam mimpi indah. Saka berharap, selama istirahat akan mendapatkan sesuatu yang akan memberikan kenyamanan hati. Memejamkan mata meskipun belum ada rasa kantuk.

Tepat jam sebelas malam, Ayah dan Bunda kembali masuk kamar Saka, jalan mengendap agar tidak mengganggu raga yang masih istirahat. Sampai di depan pintu mereka kaget mendengar Saka, mengigau "Bunda, Bunda, Bunda jangan tinggalkan Saka..." Mereka langsung mendekat duduk penasaran anak laki-laki tersayang sampai menangis, di sebelah tempat tidur, reflek menempelkan telapak tangan di kening. "Ayah, siapkan mobil, kita harus segera bawa Saka ke rumah sakit. Dia panasnya tidak turun masih empat puluh derajat, Bunda takut nanti dia mengalami dehidrasi terus HB turun."

Ayah segera menuju garasi untuk menyiapkan mobil dan kembali ke kamar Saka, menggendong anaknya sendiri lalu menurunkan di jok belakang bersama Bunda yang sudah siap. Ayah melakukan mobil dengan kecepatan tinggi, hanya sepuluh menit sampai di UGD RS. Sinar Permata. Bunda ikut masih ke ruang UGD, karena beliau juga buka praktek di rumah sakit tersebut. Tampaknya, Saka belum sadarkan diri hingga dokter jaga melakukan tindakan memasang infus, menyuntikkan obat penurun panas dan melakukan tes darah.

Ayah menunggu di kursi luar sambil sesekali jalan Mondar mandir dengan wajah khawatir. Menunggu Bunda keluar ruang UGD dengan panik. Akhirnya dokter jaga yang keluar lebih dulu memberikan informasi pada Ayah Saka kalau putranya akan baik-baik saja, namun perlu rawat inap untuk beberapa hari.

Akankah esok jadi makan bersama di kantin sekolah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!