Galau

Menjadi remaja itu merupakan masa-masa yang menyenangkan sekaligus penuh dengan kebahagiaan. Banyak cerita, segudang canda, dan setumpuk kisah. Inilah yang di sebut masa paling indah. Bagaimana tidak bahagia, di masa tersebut kita akan mencoba keluar dari dunia pertama yang bernama rumah untuk mengenal lingkungan luar, namun semua bisa menjadi petaka, ketika salah langkah. Termasuk bagi Saka, masa remaja ini justru menorehkan luka merasakan pahit bagai brotowali. Perjuangan belum usai, usaha juga belum berakhir.

Hari ini, saat pelajaran jam pertama baru saja berakhir, Saka kembali mendapat panggilan seorang guru BK. Menghadapi keluarga Kayla, seluruh pejabat tinggi sekolah beserta ayahnya sendiri. Pertemuan kali ini bisa di sebut sidang ketiga, masih dengan masalah yang sama. Hanya saja pada siang ini, keluarga Kayla akan melaporkan Saka ke kantor polisi dengan tuduhan pemerkosaan. Ayah Saka sampai naik pitam, marah besar terhadap Saka. Mengajak keluar ruangan, memaki, menghardik Saka, bahkan hendak bermain tangan. "Seperti bukan Pak Yudistira, karena beliau sangat bijaksana," suara perempuan dari belakang punggung, menghentikan gerakan tangan ayah Saka.

"Maaf, anda siapa? " Tanya Pak Yudistira singkat.

"Saya Bu Andin, salah satu orang tua Saka di sekolah, maaf tidak bisa melihat anak Saya di sakiti, bisa kita bicara lebih dulu Pak?" Jawab Bu Andin sambil tersenyum manis.

"Ada masalah apa Bu? Saka sudah bukan anak Saya,"

"Jika Bapak bersedia, mari kita bicara di ruangan Saya pak," Ajak Bu Andin sopan, sambil tersenyum hangat.

"Untuk Saka, silahkan kembali untuk belajar di kelas, nanti selesai jamaah sholat dhuhur kita ketemu di ruang Bu Andin ya..."

Saka mengangguk tanda setuju, lanjut jalan menuju kelas. Sementara Bu Andin dan ayahnya jalan beriringan menuju ruang guru, tepatnya ruangan Bu Andin. Menit berlalu sampai tempat tujuan, Bu Andin mempersilahkan masuk tamunya dengan sopan. Menyiapkan secangkir kopi hitam khas Toraja, dengan sepiring pisang goreng crispy ala Bu Yani. "Silahkan di minum dulu pak, biar tensi sedikit turun, maaf kalau Saya tadi kurang sopan." Sambil meletakkan kedua tangan di depan dada.

"Saya yang minta maaf Bu, sudah kasar di lingkungan sekolah. Terlanjur emosi dengan tingkah Saka, membuat malu keluarga." Sambil senyum sebagai ucapan maaf.

"Saka tidak salah Pak, kemarin Saya sudah membuktikan kalau Kayla tidak hamil. Empat alat tes kehamilan dengan merek berbeda, namun hasilnya sama NEGATIF. Dan Hari ini, keluarga Kayla menolak untuk melaksanakan USG di rumah sakit, artinya jawaban atas kebenaran sudah nyata bukan?" Sambil senyum manis, memberikan penjelasan penuh penekanan. Diam sesaat, menatap lawan bicara yang masih diam, bingung atau senang.

"Bukankah? Rasulullah pernah bersabda: lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah, daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Apakah Bapak masih menyalahkan Saka? atau masih marah pada Saka, sehingga memberikan hukuman kepadanya?"

"Hemm, maaf Bu, Saya hanya ingin mengajarkan Saka tentang sebuah tanggungjawab. Dan Saya bangga, dia sudah membuktikan omongannya. Karena sebagai lelaki itu yang di pegang komitmennya. Meskipun cara Saya arogan atau norak, sampai mengusir anak sendiri." Sambil menatap haru wajah Bu Andin, seakan mengucapkan rasa terimakasih.

"Umm, tapi kenapa Bapak masih kasar sama Saka? Dia butuh orang tua yang akan menguatkan, dia tertekan meskipun tampak santai, bahkan setelah sebulan bergelut dengan masalah, Saka lebih kurus. Artinya, Saka tidak baik-baik saja."

"Iya Bu, sebagai orang tua Saya juga tidak bisa tidur memikirkan Saka." Suaranya tercekat serasa sesak dalam dada, menarik napas panjang dan menghembuskan berlahan.

"Maaf Pak, Saya hanya berharap setelah ini Bapak akan kembali memeluk Saka. Hanya itu harapan Saya, dia anak yang cerdas, baik, berakhlak dan penuh prestasi. Mungkin selama sebulan ini sekolah juga lupa akan kebaikan yang pernah diukir Saka hanya karena satu kesalahan." Sambil tersenyum manis.

"Iya Bu, terimakasih sudah membantu Saka dan mohon pamit, Assalamu'alaikum, "

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan Pak dan salam buat Bunda Saka," Sambil mengantarkan tamunya meninggalkan ruang guru.

***

Pemandangan begitu indah, langit siang tampak cerah berwarna biru dengan awan putih yang menari. Pohon hijau yang menjulang tinggi menambah nyaman dalam penglihatan mata ini, meratapi nasib tidak akan pernah habis. Mata Saka, tampak berkabut penuh luka, bulir bening menyusup jatuh tanpa bisa dihalau. Sendiri di atas ruftop, menikmati indahnya langit, merasakan sayatan hati, menyesali hal yang tidak pasti. Masalah orang hidup akan terus ada, seperti masalah yang dihadapi saat ini.

Hasil pertemuan tadi, menyatakan kalau Kayla tidak hamil, tapi mengapa ada laporan pemerkosaan. Oh Tuhan, takdir hidup memang terjal, nista maupun nestapa sama saja, aku harus tetap melalui. Kembali menatap langit bernuansa biru nan indah, selintas merasakan nyaman, sesaat merasa damai lalu tenang. Diam membisu, menatap halaman sekolah yang sepi, menatap satu per satu ruang kelas yang penuh sesak, menatap ruang perpustakaan tampak bejibun ilmu, menatap kantin tampak segudang kelezatan dan menatap diri yang penuh misteri.

Masih sanggupkah esok pagi, raga berada di tempat ini? atau masih sanggupkah jiwa meratapi? Entahlah... Paling jelas hidup harus terus berjalan, kebenaran harus dibuktikan dan hadapi kenyataan. Duduk meratap masa depan yang belum jelas, hanya masih yakin dengan pertolongan Allah.

Sementara dalam kelas XII IPA1, Bu Andin datang ingin bertemu Saka dengan wajah penuh bahagia. "Assalamu'alaikum, bisa ketemu dengan Saka? "

"Waalaikumsalam, " Jawab dengan kompak seluruh penghuni kelas dengan senyum ramah.

"Yuda, dimana Saka?" tanya Bu Andin singkat.

"Maaf Bu, tadi Saka keluar kelas, katanya ada perlu sebentar." Sambil melirik Mahes dengan wajah sedikit penasaran.

"Ok, kalau ketemu Saka nitip pesan, ditunggu Bu Andin." tersenyum sambil melangkah keluar kelas.

Yuda dan Mahes saling tatap, penasaran dengan Saka yang tak kunjung kembali dalam kelas sampai sekarang. Mereka segera berdiri, melangkah menuju kantin tujuan pertama, melirik ke kanan dan kiri seluruh sudut ruangan lalu beranjak pergi. "Ruftoop, Bro," Suara Yuda memekik di telinga Mahes. Kembali memutar langkah dari area parkir, naik ke ruftoop.

"Astamat, Little Dad! ngapain kamu sendirian rebahan disini?" suara Yuda mengagetkan Saka, hingga seketika dia duduk di atas bangku.

"Meratapi nasib, kenapa Bro? pingin bolos belajar hari ini, mau pulang tapi nunggu kamu Yud," Menatap wajah dua sahabatnya dengan muka datar.

"Tumben, seorang Saka Alfa Yudistira mau bolos belajar matematika, kenapa Bro? Tanya Mahes singkat.

" Entahlah... "

Hening, tiada kata atau apapun dari mereka bertiga, saling tatap penuh luka. Yuda dan Mahes memberi isyarat kedipan mata, lalu meninggalkan Saka sendiri sambil berpesan, "Jika memang terasa sesak, cerita pada kami. Hati-hati sendirian kalau sudah dapat wangsit segera masuk kelas." Sambil tersenyum penuh haru meninggalkan sahabatnya sendiri dalam diam.

Saka kembali menatap langit, tiba-tiba seakan cuaca tak terlalu bersahabat di siang ini. Semula cerah berwarna biru, kini tampak mendung mendominasi awan putih di langit. "Memaafkan hanya membuat aku terluka untuk ke dua kalinya. Hadirmu bersama keluarga di siang, saat luka ini belum mengering, kupikir kau kan menyembuhkannya, justru kau malah merobek luka itu lebih dalam. Kayla aku sudah salah menilai dirimu," monolog hati Saka.

Mata elang milik Saka kembali berembun, merebahkan diri di atas bangku, memejamkan mata mencari jalan keluar. Sesak di dalam dada semakin menghimpit, menarik napas dalam mengeluarkan secara berlahan. Berulang kali mengulang refleksi tersebut, dengan tujuan sesak dada akan sedikit menyusut. Membuka mata, dan kaget bukan kepalang.

Seorang gadis berdiri, menatap Saka penuh tanya. Diam, hening hanya mata yang bekerja menatap lekat lelaki yang terbaring di atas bangku, sepertinya sedang terluka, karena sudut matanya tampak bekas air mengalir. Membalikkan badan, kembali menikmati indahnya langit. Tampak dari belakang Saka berdiri, melangkah hendak meninggalkan ruftop, dia merasa tidak ingin di ganggu. Namun suara gadis di belakangnya berhasil menahan. "Kak Saka, tunggu sebentar, "

"Kenapa? " Jawab Saka singkat.

"Apa kak Saka lahirnya tanggal tujuh? " Sambil tersenyum seolah ingin menghibur.

Saka menggeleng, berpikir sejenak, "Nggak dik, bukan tanggal tujuh kok, memang kenapa? "

"Oh, kirain tanggal tujuh. Tuju-an akhir pencarian cinta, " Sahut gadis bernama Ayuna senyum manis cengengesan.

"Hahaha, bisa aja kamu dik. Sebenarnya aku lahir tanggal satu, berarti bukan tujuan akhir cinta kamu dong? " Tanya Saka, ingin menguji kedahsyatan Ayuna menggombal, lala tersenyum seolah masalah yang ada sudah mengabur.

"Wah, cocok dong kalau tanggal satu, kan menjadi satu-satunya tambatan hatiku, hahaha maaf kak, cuma hiburan, jangan masukin hati." Tertawa renyah penuh bahagia.

"Nice, sedikit membuat diriku hilang ingatan... Suka suka dan suka. Duluan ya dik, kepala pening, sedang tidak bersahabat." Melanjutkan langkah, turun tangga menuju ruang UKS. Setelah setengah hari semedi, berpikir lama dalam diam, Saka merasa kepalanya pening, memijit ujung pangkal hidung, lalu memijit pelipis secara bergantian.

Melangkah dengan sedikit oleng, tubuh Saka terasa ringan, kepala berdenyut, badan gemetaran. Sambil sesekali memegang tembok, rasanya ruang UKS begitu jauh, seolah tidak akan kuat untuk ke sana. Langkahnya terhenti, ketika ada seseorang memanggil. "Saka, Saka, kamu kenapa nak? " suara lembut Bu Andin terngiang samar di telinga.

Bu Andin mempercepat langkah, memegang lengan Saka, menarik duduk di kursi dalam ruang UKS. Menatap mata elang milik Saka, yang sedikit berair dan berwarna merah, wajah pucat, dan pandangan mengabur. Memberikan satu gelas teh hangat, "minum dulu Saka, sepertinya kamu lelah, terlalu banyak pikiran atau mungkin lupa sarapan." Sambil mengusap punggung Saka yang masih gemetaran.

Saka menerima gelas berisi teh hangat, menyesap berlahan lalu meletakkan gelas di meja depannya. "Bu, bisa ikut istirahat sebentar di ruang ini?" suaranya lirih, nyaris tidak terdengar.

"Iya boleh, istirahatlah nanti pulang sekolah Bu Andin bangunkan." Sambil tersenyum meninggalkan Saka yang sudah berbaring di atas ranjang UKS.

Saka tampak memejamkan mata, entah tidur atau pikirannya berkelana, memikirkan langkah esok hari?

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!