"Fastabikul khoirot " Berlomba-lomba dalam kebaikan, itulah pesan ayah yang selalu di ingat Saka, untuk terus berprestasi. Entah kompetisi mata pelajaran, kompetisi verbal (lomba debat, pidato, ceramah, dsb), kompetisi seni dan kompetisi bidang olah raga. Rajin belajar, beribadah, berdoa merupakan nafas kehidupan untuk terus berjalan. Dia selalu bersaing sportif bersama teman-teman. Dalam olah raga basket, Saka bersaing dengan Yuda untuk mewakili tim basket Kabupaten, sedangkan dalam lomba Olimpiade matematika Saka bersaing sportif dengan Mahes, namun dalam lomba debat kali ini Saka berada dalam satu tim dengan Mahes dan Andira.
Sore yang cerah di hari selasa merupakan hari terakhir latihan debat yang di bimbing Bu Alya selaku guru Bahasa Indonesia. Mereka bertiga latihan sampai jam lima sore, meskipun lelah, mereka tetap semangat juang empat lima. Selain usaha membawa prestasi untuk SMA Cipta Bangsa, para lelaki itu juga sedang beradu pandang menaruh perhatian Andira. Dia gadis dingin, tetapi jika sudah beradu argumen tidak ada tandingannya. Analisis terhadap suatu masalah sangat bagus, idenya cemerlang dalam menghadapi lawan. Ketika berdebat secara individu, Mahes sempat kewalahan, entah mengalah atau memang kalah argumen?. Namun berbeda dengan Saka, dia memang sangat cerdas dalam segala hal, analisisnya sangat tajam, bahkan setajam silet. Cara berargumen juga menarik, mampu membuat lawan bicara diam membeku.
Jika dalam debat Andira ketemu Saka maka seolah kata terus mengalir, argumen selalu berjalan mulus, bahkan alibi juga rasional tak kunjung padam. Andira kicep tanpa kata seolah terbungkam ketampanan Saka atau lemesnya mulut Saka dalam adu argumen. Gadis tersebut hanya mampu menatap mata Saka tanpa kata-kata, tersenyum seolah menyerah begitu saja.
Setelah selesai latihan, Bu Alya mengajak mereka makan malam sebagai penyemangat untuk menghadapi perang besok pagi. "Kalian mau makan apa?" tanya Bu Alya sambil tersenyum hangat.
"Bakso Bu, " jawab Saka dan Mahes bersamaan.
"Andira ikut saja Bu" jawab Andira malu-malu sambil senyum manis lengkap dengan lesung pipi.
Mahes dan Saka mengulum ludah, melihat pesona senyum Andira yang begitu manis, bahkan lebih manis dari gula. Menatap tak berkedip sampai membuat Andira salah tingkah. Gadis itu akhirnya mundur di balik badan Bu Alya untuk sembunyi. Saka dan Mahes celingukan merasa bersalah, sudah membuat anak orang ketakutan. Detik kemudian saka berkomentar untuk membuang keheningan.
"Kalau Bu Alya mau makan apa? kami ikut ibu saja" Sambil tersenyum menatap Andira yang masih tersipu.
"Ok, ibu mau makan steak bagaimana?"
Secara bersamaan mereka kompak menganggukkan kepala. Kemudian melangkah menuju parkir sekolah, menyalakan motor bersama. Tiba-tiba Andira mengejar langkah mereka berdua lalu mendekat kearah Saka.
"Kak Saka, boleh nebeng?"
"Umm... boleh Dira, bagaimana Hes?" Saka menatap Mahes dengan tidak yakin.
Mahes menganggukkan kepala dengan muka ditekuk, sebenarnya dia akan memberikan tumpangan pada Andira, namun gadisnya memilih bareng Saka. Jantung Mahes terasa sesak hingga susah bernapas. Hatinya sakit, seolah teriris pisau belati. "Aduh adik, kenapa engkau tidak pengertian?" monolog Mahes dalam hati. Sambil menunduk memutar gas kencang berulang-ulang, hingga detik berikutnya menjalankan motor mengikuti motor Bu Alya dari belakang dan meninggalkan Saka bersama Andira.
Menit berlalu, Saka memberikan helm pada Andira, mengajak segera naik di jok belakang lalu menjalankan motor menyusul kepergian Mahes. Lima belas menit kemudian, mereka sampai di cafe tempat tujuan. Bu Alya dan Mahes sudah duduk manis di meja paling belakang, bahkan Bu Alya sudah pesan menu tanpa menunggumu Saka dan Andira. Sambil menunggu pesanan datang, Bu Alya memberikan motivasi untuk persiapan lomba debat besok pagi, tidak lupa juga memberi nasehat pada mereka untuk belajar giat tanpa pacaran. Lebih baik meraih mimpi dulu, jika nanti sudah sukses pasti jodoh akan datang sendiri. Untuk kali ini mereka kompak menganggukkan kepala tanda setuju, meskipun bagi Saka sebenarnya kurang setuju, hanya saja dia sedang merasa bersalah pada Mahes sahabatnya.
Keheningan akhirnya terpecah dengan kedatangan pramusaji yang mengantarkan pesanan mereka "Silahkan di nikmati kak" suara pramusaji lembut dengan senyum hangat.
"Terima kasih mba" jawab Bu Alya.
Menikmati makanan dengan diam tanpa suara, sampai tandas. Melihat semangkuk sup yang masih ada di atas meja, Saka mulai mengeluarkan jurus tengilnya, "ayo tebak Andira, apa perbedaan sup di mangkuk itu, sama sup milik kamu? "
"Apa ya kak? sepertinya aku tidak punya sup? " Jawab Andira penuh kebingungan dan salah tingkah.
"Kalau Bu Alya, bisa jawab tidak? "
"Menyerah saya Saka, coba apa jawabannya? " sahut Bu Alya penasaran.
"Kalau yang di mangkuk namanya sup jagung, rasanya manis gurih. Kalau Andira supaya berjodoh dengan Maheswara, pasti rasanya nano nano" jawab Saka sambil tertawa lepas dengan menekankan pada kata Sup.
Andira tersipu malu, sedang Bu Alya dan Mahes tertawa lepas seperti Saka sampai matanya menyipit. Detik berlalu Mahes tersenyum lebar dan segera memalingkan wajahnya. "Andira, coba tebak. Apa bedanya kertas dan aku?"
Andira berpikir sekilas, mengerutkan dahi, lalu berkata, "Bedalah. Kamu benda hidup, kertas benda mati, benar kan?"
Mahes menggeleng. "Kalau kertas bisa dipenuhi oleh berbagai tulisan, seperti Saka menulis puisi untuk gadisnya. Kalau aku hanya bisa dipenuhi oleh bayanganmu, Dira."
Saka nyengir tidak jelas dan Bu Alya tertawa terbahak-bahak sampai memegang perut.
Saka lanjut menimpali candaan Mahes, "Kalau aku tanya kenapa Tuhan menciptakan ruang-ruang di antara jari-jari tangan manusia, tahu gak sebabnya, Hes?"
"Karena kita bukan bebek atau angsa?" jawab Mahes penuh percaya diri.
Saka menggeleng. "Bukan. Karena nanti suatu saat akan ada orang yang datang untuk mengisi ruang-ruang kosong tersebut dan menggenggamnya erat untuk selama-lamanya," jawab Saka panjang kali lebar sambil tertawa kencang.
Kali ini Andira dan Bu Alya terpana. Tidak menyangka bahwa bersama Saka candaan bisa menjadi latihan debat penuh lelucon, dan takjub kata-kata terakhir manis semanis madu. Merasa sudah waktunya magrib, Bu Alya akhirnya mengajak mereka segera pulang. "Wah asyik juga ya... Latihan debat sambil bercanda romantis ala Saka dan Mahes, tapi karena sudah waktu magrib ayo segera pulang" ajak Bu Alya.
"Saya sholat di masjid depan lebih dulu Bu, baru lanjut pulang" Jawab Saka.
"Karena rumah Saya sudah dekat, jadi langsung pulang dulu ya, nanti kalian hati-hati di jalan, segera istirahat biar besok pagi lebih segar." sahut Bu Alya.
"Saya juga langsung pulang dulu Bu, Saka. Umm... Dira mau bareng atau nunggu Saka? " jawab Mahes.
Andira tampak diam, berpikir sejenak sambil menatap ke depan. "Bareng kak Mahes saja"
"Nice, " sahut Saka sambil mengacungkan kedua jempolnya. Kemudian pamit pada Bu Alya dengan salim mencium tangan, melangkah menuju masjid di sebrang jalan. Diikuti deru motor Mahes dengan tangan melambai bye bye Saka...
"Hati-hati bawa anak gadis orang Hes" Jawab Saka sedikit mengejek.
Saka segera mengambil wudu, mengikuti sholat berjamaah lanjut berdoa. Usai menunaikan sholat wajib, Saka melakukan sholat sunah dua rakaat, lalu segera berlalu menuju tempat parkir motor di depan cafe. Senyum-senyum sendiri, "sepertinya Mahes sudah selangkah lebih maju, tinggal bersaing sama Yuda, sekaligus kumpul uang dulu buat persiapan traktir teman sekelas. Kira-kira aku apa Yuda ya...? "
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments