Sakit

Pagi ini cerah, secerah hati anak SMA Cipta Bangsa. Sebagai awal yang baru, berkah baru, harapan baru dan tentu makan gratis untuk sesuatu yang baru. Yuda sampai di parkir sekolah celingukan, mencari sosok Saka yang biasanya sudah nangkring di samping motor Mahes. Menatap gerbang sekolah, mungkin saja Saka akan segera muncul dari balik gerbang. Hingga bel tanda masuk berbunyi, Yuda belum juga melihat motor warna putih milik Saka muncul, malah dia melihat Arin yang sedikit berlari takut gerbang ditutup. Gadisku cantik, anggun dan lembut sudah hadir. Menatap lekat punggung Arin sampai tidak terlihat lagi. Lalu tengok kanan, kiri belum juga bocah tengil itu menampakkan hidungnya.

Yuda memutuskan segera beranjak dari parkir sekolah, sambil meraih gawai menekan aplikasi warna hijau. Berkali-kali tidak ada yang mengangkat, "kenapa ya dengan Saka? mendadak perasan jadi tidak enak." Segera berlari menyusuri koridor menuju ruang kelas. Menatap bangku Saka yang masih kosong, Yuda segera nempel duduk di sebelah Mahes, "woi Bro, kamu tahu kabar Saka? Aku telpon seratus kali tidak diangkat," Sambil menggoyangkan lengan Mahes, menatap penuh selidik.

"Iya, dari tadi aku tunggu tidak nongol di parkiran, sampai Kayla juga menanyakan."

"Ah, coba aku telpon lagi deh..." Sambil menekan aplikasi warna hijau.

"Assalamu'alaikum, ini Yuda ya?"

"Waalaikumsalam, iya om. Saka kemana om?" Jawab Yuda singkat.

"Saka harus istirahat dulu Yuda, lagi tidak enak badan, tadi om sudah antar surat ijin ke sekolah."

"Iya om, semoga segera sehat, salam buat sahabatku ya om. Sampai jumpa nanti sore om."

Setelah menutup telepon, tiba-tiba Bu Alya masuk kelas langsung mengucapkan salam, kemudian mengabsen peserta didik. Sebelum memulai pelajaran Bu Alya memberi informasi kalau Saka sedang di rawat di Rumah Sakit Sinar Permata, karena demam tifoid. Sontak Yuda dan Mahes kaget hingga melongo, "Bu Alya, sejak kapan Saka sakit? Kemarin masih main hujan-hujanan." Tanya Mahes dengan muka heran, sambil menatap Bu Alya.

"Iya kemarin masih sekolah, sejak semalam jam 11.15wita dia tidak sadarkan diri terus dibawa ke rumah sakit. Tadi ayah saka memberikan surat ijin sambil menjelaskan keadaan Saka."

Sontak teman-teman satu kelas menjadi riuh, karena makan di kantin sekolah Hari ini pasti gagal. Yuda masih bingung tidak percaya, seorang Saka yang aktif, bugar kenapa mendadak sakit. Lalu menatap Mahes yang masih bingung, menatap Yuda penuh selidik. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk tetap melanjutkan pesta ala anak XII IPA1, tenang pasti sesuai rencana, selesai jam pelajaran Bu Alya langsung booking kantin. Seketika riuh di kelas menjadi tenang, kembali siap belajar materi Bahasa Indonesia.

Pelajaran telah selesai, saatnya jam istirahat tiba, semua siswa segera berhamburan menuju kantin sekolah. Yuda masih bingung kenapa pada tega meninggalkan Saka yang masih terbaring di rumah sakit, celingukan mencari Mahes. Namun tidak menemukan sang ketua OSIS, memilih jalan menuju kantin sambil chat Saka "Bro, maaf kita jalan sesuai rencana."

Ting ting

"Siap, maaf tidak bisa ikut, entar aku ganti uangnya, kamu bayar dulu bagian diriku."

"Iya, kamu sakit apa bro?"

Tidak ada jawaban, sampai langkah Yuda sudah di depan pintu kantin teramat ramai semua teman sekelas tumpah jadi satu. Dari belakang Yuda, ada seorang gadis manis yang mengejarnya. "Kak, lihat kak Saka?" Suara Kayla menghentikan langkah Yuda menuju meja Mahes.

"Oh, Kayla. Saka sakit, di Rumah Sakit Sinar Permata." Jawab Yuda dengan jujur, melangkah menuju tempat Mahes, sambil membisikkan sesuatu.

***

Suasana Rumah Sakit Sinar Permata pagi ini sangat ramai, mulai para pengunjung, pasien, perawat dan dokter tampak bahagia. Ruang rawat VIP Cempaka 22, Saka masih baring dengan selang infus lengkap tabung beserta selang oksigen yang semalam menempel di hidung sampai pagi ini. Wajah pucat, mata terpejam, tangan kanannya pegangan ayah. Tadi sempat pegang gawai sebentar, namun dihentikan oleh ayah yang sedikit protektif ketika anaknya sakit. Sebelah kiri, tampak Sakti masih mengompres adik kesayangannya.

"Bang Sakti, ini oksigen tidak bisa diambil? Saka sudah baik-baik saja. Malu bang, seorang kesatria Madang Kara harus begini." Celoteh Saka memohon pada kakak satu-satunya.

"Wah tidak berani dik, nunggu Bunda saja, semalam kamu dehidrasi akut sampai mengigau gitu HB di bawah 4 Bunda panik banget, ayah juga. Nah... Itu lihat ayah tertidur masih pegang tangan kamu, semalam beliau tidak tidur."

"Sepertinya sudah membaik kak, kalau seperti ini rasanya Saka jadi Ultraman," memaksakan tertawa meski demamnya lagi parah.

"Biar jadi Ultraman malah sebagai pahlawan kebajikan, daripada bikin orang tua panik. Demamnya saja belum turun dari semalam, minta aneh-aneh ogah!"

"Sudah abang sayang, tadi pagi waktu dokter visit sudah 38,"

"Itu belum turun Bro, suhu normal itu 37 ke bawah. Dasar adik sok tahu, padahal pecinta tempe hahahha..." jawab Sakti susah emosi dengan celoteh Saka.

Pintu kamar Saka seperti di dorong dari depan, "Assalamu'alaikum bang, bagaimana adiknya? Sudah turun panasnya?" Bunda memberondong pertanyaan pada Sakti yang dipercaya untuk menjaga Saka.

"Belum Bun, masih di angka empat puluh, ini juga Saka minta di lepas selang oksigennya, tapi abang bilang tunggu Bunda, "

"Ok bang, sekarang sudah bisa istirahat adiknya? Biarkan dulu istirahat semoga turun panasnya, dari semalam belum turun juga. Tadi abang lihat hasil lab?" Bunda begitu mengkhawatirkan Saka.

"Baru lima menit tidur Bun, tadi panas tinggi, mungkin sakit kepala dia, makanya ngomong terus seolah biar mengalihkan perhatian. Abang juga kompres tidak berhenti."

"Terimakasih abang Sakti, sudah menyayangi Saka." Bunda tersenyum bahagia melihat kasih sayang anak-anaknya. Mengusap puncak kepala suami tercinta, meminta istirahat di tempat tidur keluarga pasien. Ayah menggeliat, lalu beranjak dari kursi tempat duduk di samping ranjang pesakitan. Menempelkan telapak tangan ke dahi Saka, sebelum beranjak menuju tempat istirahat.

"Bun, Saka masih demam tinggi, coba Bunda tanya mungkin ada sesuatu yang mengganggu pikirannya? Ayah khawatir," Memutuskan duduk kembali, mengusap rambut Saka, mengusap tangan kanannya.

Bunda tahu sepertinya sang ayah, tidak tega meninggalkan anak laki-laki kesayangan. Sehingga membiarkan suaminya tetap mendampingi Saka, meski sebenarnya rasa ngantuk sudah tidak tertahan. Bahkan mata merah, raga juga mulai kurang bersahabat, namun kedekatan ayah dan anaknya tidak bisa di kendalikan. Beberapa kali ayah mencium kening Saka, hingga merasakan ada negara api menyerang, panas, panas dan panas.

Beberapa menit berlalu, kembali Saka teriak-teriak "Bunda, Bunda kepalaku... Ayah, ayah tolong yah," Bunda segera mendekat di samping Saka, menepuk pipi, "sayang, Saka kenapa? Pusing?" Sambil terus menepuk pipi Saka, lalu menekan bel di atas ranjang.

Ayah tampak panik, mengusap lembut kepala Saka, sambil memijit pelipis pelan-pelan. "Saka, kesatria ayah, mana yang sakit nak?" Belum saja berhenti bicara, kembali Saka mengigau "kepalaku yah, sesak, Bunda, Bunda tolong Saka... " Sudut matanya sudah mengeluarkan bulir bening. Lalu pintu ruang rawat terbuka "ada yang bisa saya bantu dokter?" Ucap perawat yang jaga pada Bunda.

Coba ambil sampel darah Saka mbak, untuk tes laboratorium ulang, soalnya demam dari awal masuk belum turun. Takutnya DBD atau ada infeksi lain selain tifoid, dia sudah lama tidak pernah sakit. Perawat segera mengambil alat untuk melakukan tes darah. Sementara ayah terus mengusap air mata Saka yang sudah mengalir sambil melakukan pijat refleksi di kening. "Bunda, sesak, perutku..." Saka masih terus mengigau. Akhirnya Bunda ambil tindakan, memberikan injeksi melalui selang infus.

Sakti kembali setelah makan siang di kantin rumah sakit. "Kenapa Bun? Saka teriak-teriak?"

"Sepertinya dia tidak sadar bang, kepalanya sakit, sesak lalu perut. Mimpi dia mungkin? "

"Tidak Bun, dia dari tadi, Saya lihat kepalanya selalu di pegang, bilang pusing. Terus kalau perut Saka sejak kemarin tidak makan, tadi pagi makan cuma tiga sendok lalu dimuntahkan, ini indikasi asam lambung naik." Penjelasan Sakti panjang kali lebar.

"Saka, anak yang aktif, energik, pecinta olah raga, bahkan tidak pernah telak makan. Masak bisa kena maag?" Bunda masih berfikir mengingat terakhir anak keduanya sakit.

"Bang, perutku... pingin muntah," Teriak Saka minta tolong pada kakaknya.

Sakti mendekat dengan membawa tempat sampah yang sudah terlapisi plastik. "Miring ke kanan Saka sini sudah abang siapkan," hoek hoek hoek menumpahkan isi perut sampai tak tersisa. Seorang perawat masuk, bersama dengan dua cowok tampan beserta tiga cewek cantik secara beriringan.

"Assalamu'alaikum, Bro bagaimana? Sakit apakah?" Mahes dan Yuda memberondong Saka dengan banyak pertanyaan.

Tanpa ada jawaban dari Saka, dia diam memejamkan mata. Kemudian ayah yang menjawab "sakit demam tifoid nak, sejak semalam belum turun panasnya. Ini yang cewek siapa saja? Om baru lihat...

Mereka akhirnya berkenalan dengan ayah Saka, dengan menyebutkan nama masing-masing. Detik berlalu Bunda memandang teman-teman Saka lalu menyarankan untuk pulang dahulu karena Saka harus banyak istirahat. Tanpa ada perdebatan, mereka semua mengangguk lalu berpamitan. Bunda sepertinya tahu, keinginan Saka yang ingin sendiri, seolah malu kalau ketahuan sakit. Terus bagaimana dengan Kayla yang menahan rindu?

Bersambung

Nantikan bab selanjutnya ya...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!