Sayembara

"Goerge!" teriak Lussi, stephen dan Derik. Mereka masih mencari George yang hilang entah kemana.

George masih terus mencari pintu itu yang dimana akan membawanya kembali ke dunia nyata. "Ah sial! Dimana pintu itu kenapa aku harus terjebak di sini. Bagaimana caranya aku bisa kembali!" teriaknya begitu menggema.

Sebuah angin kencang tiba-tiba datang. Sebuah cahaya muncul dari balik batang pohon yang terbelah menjadi dua. George terbelalak, dia ingat jika itu pintu masuknya. Segera George mendekat dan menyentuh pintu itu tetapi sebuah aliran listrik menyengat tangannya. Sehingga George menarik kembali tangannya.

George bingung ada apa dengan pintu itu dan cepat menghindar.

"KAMU TIDAK AKAN KEMBALI SEBELUM MENYELESAIKAN MISI." Sebuah suara menggema. George kebingungan mencari dari mana asal suara itu.

"MISI YANG HARUS KAMU LAKUKAN BERPERANG MELAWAN MONSTER DAN MENYELAMATKAN PUTRI."

"Apa! Apa aku harus mengikuti sayembara itu. Tidak, tolong katakan apa yang harus aku lakukan agar kembali!"

"MELENYAPKAN MONSTER DAN MENYELAMATKAN PUTRI MISI YANG HARUS KAMU KERJAKAN."

"Apa! Hei siapa di sana? Aku tidak ingin berperang dan aku tidak akan pernah berperang."

"SELAMAT MENJALANKAN TUGAS GEORGE ALBERTO." Suara itu menghilang bersamaan dengan tertutupnya pintu itu.

"Tidak …!" George benar-benar frustasi yang terus memukul pohon itu.

"George! George apa yang kamu lakukan?" Ketiga pemburu itu datang. Derik langsung menjauhkan George dari pohon itu. Dan Stephen menahan tubuhnya agar tidak kembali memukul pohon itu.

"Apa dia sudah gila," ujar Derik.

"George sadarlah!" teriak Stephen.

"Dia frustasi karena tidak bisa menerima kenyataan," ujar Lussi.

"Kasihan sekali dia. Monster itu membuat semua orang menggila." Mereka berpikir jika George stres karena adanya monster.

Mereka membawa George istirahat. Membiarkan George menenangkan dirinya. Lussi dan Stephen membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh di malam ini. Dan Derik dia sibuk mengasah pedangnya.

"Dia terlihat menyedihkan bukan?" tanya Stephen pada Lussi.

"Hm, mungkin keluarganya lenyap karena monster itu," jawab Lussi.

"Menyedihkan sekali," tutur Derik.

ARRRGHH

"Apa itu?"

"Monster?"

Suara erangan kembali terdengar. Ketiga pemburu langsung menyambar senjata masing-masing lalu siap siaga. Sedangkan George dia melamun tidak peduli dengan suara itu.

***

"Bangunlah!" Lussi menendang kaki George. Tidak terasa pagi menjelang George masih ingin tertidur.

"Kenapa kamu mengganggu tidurku?"

"Bukan waktunya tidur ayo cepat bangun."

"George ayo bangun. Kita akan pergi ke istana untuk mengikuti sayembara." George terkejut mendengar perkataan Stephen.

"Sayembara? Tidak, aku tidak ingin ikut."

"Lalu kau akan diam di sini dan menunggu monster itu memakan mu. Sadarlah George kita ke istana sekarang semua orang ada di sana," bujuk Lussi.

"Dan di sana kita tidak akan sengsara. Akan banyak makanan dan tempat tidur yang nyaman," ujar Stephen yang masih bisa membayangkan hal indah di saat seperti ini.

George mengembuskan nafas berat. Di termenung dan menatap langit di atas sana. "Benar, ini sebuah misi yang harus aku selesaikan. Ah … sial." Terpaksa George mengikuti langkah ketiga pemburu itu menuju istana.

Sayembara yang berhadiah membuat para rakyat antusias mengikutinya. Mereka tidak peduli dengan keselamatan atau monster yang berbahaya. Koin maslah yang membuat mereka terus berusaha untuk mendapatkannya.

"Wah, ramai sekali," ujar Derik.

"Lussi ayo kita mendaftar," ajak Stephen. Mereka semua mendaftarkan diri. Masing-masing berhak memilih senjata yang mereka mau.

George terus memindai sekelilingnya, dia tidak percaya akan mengikuti perang. Hingga mereka sampai di dalam istana, siapa pun yang sudah mendaftar akan mendapatkan latihan khusus dari kerajaan.

"Istana yang ku tulis dan hanya ada dalam imajinasiku kini menjadi nyata. Aku ingin tahu bagaimana akhir hidupku." Sepertinya George hanya pasrah.

"George tangkap ini." Derik melemparkan sebuah pedang. George menjatuhkan pedang itu yang amat berat.

"George jangan di jatuhkan, kendalikan seperti ini." Derik mengajarinya.

"Aku tidak bisa bermain pedang," kata George yang melempar pedang itu.

"Ayolah George." Derik mengambil pedang itu memberikannya pada George. Jangankan mengendalikannya menyentuhnya saja sudah tidak kuat. Tanpa mereka sadari sang Raja sedang memperhatikan.

***

Kini George hanya duduk sendirian di atap istana. Sambil menatap awan yang kusam di atas sana.

"Ibu, ayah, adikku yang comel. Aku lebih baik mendengar celotehan kalian dari pada berada di sini. Aku merindukan kalian," ucap George yang menerawang jauh ke atas langit.

"Apa keluargamu masih hidup?" George segera menoleh ketika mendengar pertanyaan itu.

Dilihatnya seorang pria yang lengkap dengan pakaian kerajaan dan mahkota di atas kepalanya berdiri dihadapannya. Pria itu menerawang jauh kerajaannya, tatapan sedih yang dia pancarkan.

George masih diam dia tidak mengenal pria itu.

"Aku juga merindukan putriku, tidak tahu ada dimana sekarang apakah dia baik-baik saja atau ketakutan. Seorang ayah seharusnya melindungi malah membiarkan monster itu membawanya."

George bangkit berdiri menghadap pria itu. Dia bisa menduga pria itu adalah Raja istana. "Apa kau Raja?" Pria itu pun menoleh lalu tersenyum.

"Ya. Aku Raja Samuel pemilik kerajaan ini yang sudah hancur."

"Apa monster itu yang melakukannya?" tanya George lagi.

"Monster itu tiba-tiba datang dan menyerang. Semburan api yang dia keluarkan telah membakar sebagian lahan pertanian, perkebunan, dan istana kerajaan. Putriku ingin sekali menyelamatkan rakyatnya hingga dia tidak berpikir panjang dan membahayakan dirinya. Monster itu mengambil tubuhnya saat keluar dari istana tepat di atas batu itu." Tunjuknya pada sebuah tembok yang George duduki. George segera meloncat dari tembok itu.

"Setinggi itu," ucap George membayangkan seberapa besar tubuh monster.

"Aku ingin kamu menyelamatkan putriku," kata Raja yang menatap George.

"A-aku … tidak. Bahkan aku tidak bisa mengendalikan pedang apalagi berperang," ucap George yang dengan tegasnya menolak.

"Semua orang butuh belajar. Aku siap mengajarimu asal kamu mau menyelamatkan putriku." Raja memberikan tawaran.

"Kenapa harus aku? Aku bukan bagian dari dunia ini dan aku seorang penulis bukan prajurit atau pengendali pedang." George tetap kekeh menganggap dunia ini adalah dunianya.

"Karena takdirmu sudah tertulis sebagai prajurit yang akan menyelamatkan putriku."

"Huh, percuma saja aku bicara tidak ada yang percaya jika aku dari dunia lain."

"Dari mana pun kamu berasal itu tidak penting. Jalankan tugasmu."

"Tugas?" Tiba-tiba Raja melemparkan pedang pada George lalu menyerangnya.

"Apa apaan ini." George kewalahan karena Raja terus menyerangnya. Dan dia belum siap mendapat serangan. Awalnya George hanya menghindar lama-lama dia melawan. Perlahan tangan itu mulai terbiasa mengendalikan pedang. Hingga hari-hari berikutnya mereka terus berlatih.

Tidak ada yang tahu jika George mendapat ajaran khusus dari Raja. Ketika semua orang berlatih bersama George, hanya berlatih dengan Raja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!