Citra tak menyangka akan bertemu dengan Azwan setelah hubungan mereka berakhir. Dia juga tak menduga akan melihat sikap asli Azwan yang selama ini tak pernah ia lihat.
"Dasar cewek s****n," hardiknya lagi.
Citra menahan air matanya agar tak jatuh. Dia berusaha sekuat tenaga agar tak menangis di depan Azwan.
Setelah mengatakan hal itu, Azwan berjalan keluar dari minimarket. Saat melewati Citra, pemuda itu sengaja menabrak bahu Citra hingga gadis itu terdorong ke belakang.
"Kamu nggak apa-apa Dek?" Wiwit bertanya sambil memegang bahu sang adik.
Citra menoleh dan menggeleng lemah. Tak lupa senyum manis terkembang di wajahnya.
"Beneran?" tanya Wiwit meyakinkan.
"Iya Mbak. Aku nggak apa-apa," jawab Citra.
"Ya udah. Yuk segera belanja. Biar bisa cepat pulang," ajak Wiwit.
Citra menganggukkan kepalanya. Dia kemudian berjalan masuk ke dalam minimarket dan mulai mengambil barang yang ingin ia beli.
"Udah semua Dek?" tanya Wiwit.
Citra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kamu nggak beli camilan?" tanya Wiwit lagi.
"Enggak Mbak. Lagi nggak mood nyemil," jawab Citra.
"Kenapa?" tanya Wiwit semakin ingin tahu.
"Enggak apa-apa Mbak. Lagi nggak pengin nyemil aja." Citra menjawab dengan tatapan mata meyakinkan sang kakak.
"Ya udah kalau gitu. Kita bayar sekarang ya."
Setelah menyelesaikan seluruh transaksinya, mereka berdua keluar dari dalam toko. Tangan mereka tampak menenteng kantong berisi belanjaan.
"Kamu masih lapar nggak?" tanya Wiwit pada adiknya.
"Enggak sih Mbak. Kenapa Mbak?" sahut Citra.
"Kita mampir beli bakso ya." Wiwit mengajak sang adik untuk membeli makanan favoritnya itu.
Citra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Dengan langkah ringan mereka berdua berjalan menjauh dari minimarket itu.
"Hei cewek s****n!" seru seseorang dari belakang.
Citra dan Wiwit tak menghiraukan seruan itu. Mereka berpikir seruan itu bukan untuk salah satu diantara mereka.
Tiba-tiba orang yang berseru tadi berjalan cepat menghampiri Citra. Tangannya menjambak rambut Citra. Sontak Citra berteriak kesakitan.
"Jangan sok cakep deh Lo," ucap orang itu. Tangannya masih memegang dengan erat rambut Citra.
Wiwit berusaha melepaskan tangan gadis yang menjambak adiknya. Namun cengkeraman tangan gadis itu terlalu kuat di rambut sang adik.
"Sadar diri dong kalau udah di buang sama Azwan. Jangan kecantikan deket-deket sama dia."
"Dan satu lagi. Jangan coba-coba berpikir untuk merebut perhatian Azwan lagi. Karena dia nggak akan pernah mau peduli lagi sama cewek jelek kayak elo."
Setelah berkata demikian, gadis itu melepaskan cengkeraman tangannya di rambut Citra. Dia mendorong kepala Citra dengan keras hingga Citra hampir terjerembab.
"Kasar banget sih kamu?" ujar Wiwit. Dia merasa tak terima karena sang adik dihina seperti itu.
Gadis itu hanya menyunggingkan senyuman miring. Dia seolah mengejek Citra dan sama sekali tak peduli pada perkataan Wiwit.
"Ingat! Jangan macam-macam sama gue. Kalau elo masih berani deketin Azwan lagi. Gue bisa ngelakuin yang lebih dari ini," ancamnya.
Citra hanya tertunduk saja. Tangannya memegangi belakang kepalanya yang terasa perih karena jambakan gadis tadi.
"Oh iya. Jangan pernah anggap gue sahabat lo lagi. Karena sejujurnya gue jijik temenan sama elo. Ngerti!" katanya lagi.
Citra memberanikan diri untuk menatap wajah Shintya. Dia seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Orang yang selama ini baik padanya ternyata sangat membencinya.
"Kita pulang yuk Dek. Mas Tegar pasti udah nungguin di rumah," ajak Wiwit. Matanya menyorot tajam ke arah Shintya.
"Kalau kamu memang nggak suka sama aku, kenapa harus pura-pura?" Citra memberanikan diri mengungkapkan apa yang dia rasakan.
Shintya tersenyum sinis mendengar apa yang Citra ungkapkan padanya. Dia meremehkan Citra yang berani melawannya karena ada sang kakak di belakangnya.
"Aku nggak pernah benci sama kamu Shin. Aku juga nggak pernah maksa kamu buat jadi teman aku." Citra menatap kedua mata Shintya dengan tajam.
"Makasih karena selama ini udah mau jadi teman aku walau terpaksa," ucapnya akhirnya.
"Ayo Mbak kita pulang," ajak Citra.
Citra melangkahkan kakinya menjauh dari tempat itu. Meninggalkan Wiwit yang masih terkejut dengan perubahan sikap sang adik.
Shintya menahan geram. Kedua tangannya terkepal kuat. Wajahnya memerah karena menahan rasa marah dan juga tak terima. Dia tak terima karena sudah dipermalukan oleh seseorang yang dianggapnya sebagai pecundang.
Wiwit mengejar langkah kaki Citra yang semakin menjauh. Dia terus memanggil-manggil nama Citra.
"Dek. Tungguin dong," serunya.
Citra terus melangkah tanpa memperdulikan seruan dari sang kakak. Dadanya terasa sesak saat mengingat kembali apa yang terjadi barusan. Perkataan Shintya memang menusuk hatinya. Tapi perlakuan Azwan lebih menusuk ke dalam hatinya.
"Kenapa aku harus jatuh cinta pada orang yang salah? Kenapa aku harus mempercayakan hatiku pada orang yang tak pernah bisa memegang janjinya?" tanyanya dalam hati.
Langkah Citra semakin menjauh. Wiwit yang berlari di belakangnya seolah tak sanggup mengejar langkah sangat adik yang terlihat tergesa-gesa.
"Astaghfirullahalazim, Dek." Wiwit bergumam seorang diri.
Gadis berjilbab itu tampak menghela napas panjang. Mengatur napasnya dan kembali melangkah mengejar Citra.
*****
Hari berlalu dengan cepat. Tak terasa hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur. Citra tampak sibuk sejak pagi. Dia tampak mempersiapkan keperluannya untuk sekolah.
"Citra, sarapan dulu Dek!" Wiwit berseru sambil meletakkan sepiring cah kangkung di atas meja makan.
"Iya bentar Mbak. Masih pakai sepatu nih," balas Citra tak kalah kerasnya.
Wiwit kemudian berjalan ke kamar kakak lelakinya. Gadis itu mengetuk pintu kamar kakaknya itu dengan lembut.
"Mas Tegar, sarapan dulu yuk. Sarapannya udah siap," seru Wiwit dari balik pintu.
Di dalam kamar Tegar tampak sedang memakai seragam kebanggaannya. Seragam yang selama dua tahun terakhir ini telah menemaninya bertugas.
"Iya tunggu bentar Dek," jawab Tegar.
Terdengar suara langkah kaki menjauh. Tegar segera menyelesaikan aktivitasnya. Setelah menyisir rambutnya, pemuda itu segera keluar dari dalam kamar.
Parfum beraroma Citrus menguar ke seluruh ruangan saat Tegar berjalan ke ruang makan. Citra sampai memejamkan matanya menikmati aroma parfum yang menyegarkan itu.
"Parfum baru ya?" tanya Citra tanpa basa basi.
Tegar menoleh ke arah sang adik dan menatap adiknya dengan tatapan heran.
"Tahu aja deh." Tegar menjawab sembari menempatkan tubuhnya di kursi yang ada di samping Citra.
"Ya tahu lah. Mas Tegar kan biasanya nggak pakai parfum yang ini."
"Yup. Biasanya kan Mas Tegar pakai parfum yang wangi dark wood gitu," imbuh Wiwit.
Tegar hanya mengulas senyum mendengar perkataan kedua adiknya itu.
"Udah ayo cepetan makan. Nanti telat lagi." Tegar memperingatkan kedua adiknya tanpa menyahuti perkataan mereka.
"Kamu nanti ada kuliah jam berapa Wit?" tanya Tegar.
"Jam dua Mas. Kenapa Mas?"
"Enggak apa-apa cuman nanya aja. Pulangnya jam berapa?"
"Paling setelah magrib Mas. Soalnya aku mau bimbingan juga," jawab Wiwit.
Tegar manggut-manggut mendengar jawaban sang adik.
"Citra nggak apa-apa kan sendirian di rumah?" Kini matanya beralih menatap adik bungsunya.
"Enggak apa-apa Mas. Yang penting ada makanan sama nggak mati listrik aja aku berani." Citra menjawab pertanyaan sang kakak sambil terkekeh.
Tegar hanya mengulas senyum mendengar jawaban sang adik.
"Ya sudah. Cepat habiskan sarapannya. Citra harus sekolah kan?" ujar Tegar.
Citra menganggukkan kepalanya. Kemudian gadis itu segera menghabiskan sarapannya. Begitu juga dengan Wiwit. Dia juga segera menghabiskan sarapannya.
Setengah jam kemudian ketiganya nampak keluar rumah. Mereka akan melaksanakan aktivitasnya masing-masing pagi ini.
"Jangan lupa kunci pintunya." Tegar memperingatkan sang adik untuk mengunci pintu sebelum meninggalkan rumah.
"Kamu yang bawa kuncinya ya Dek," kata Wiwit. Dia menyerahkan kunci rumah pada Citra.
"Nanti kalau Mbak Wiwit pulang gimana?" tanya Citra.
"Mbak udah bawa baju ganti sama keperluan kuliah Mbak. Jadi nanti nggak perlu mampir ke rumah pas mau berangkat kuliah." Wiwit menjelaskan pada Citra sembari menunjukkan barang yang ia bawa.
"Oh gitu. Ya udah," jawab Citra.
"Aku berangkat dulu ya Mas," pamit Wiwit pada Tegar.
"Iya hati-hati," sahut Tegar.
Setelah itu Wiwit segera berlalu dari halaman rumahnya. Dia segera berlari kecil menuju mobil jemputan yang sudah menunggunya.
"Mau berangkat ya?" tegur seseorang saat Citra akan naik ke boncengan Tegar.
Citra dan Tegar menoleh berbarengan. Wajah Citra tampak sedikit terkejut melihat siapa yang menegur mereka berdua.
"Mau berangkat ya?" tanya orang itu sekali lagi.
Citra hanya menganggukkan kepalanya. Sedangkan Tegar sama sekali tak menghiraukan keberadaan orang itu.
"Boleh minta tolong nggak?" katanya lagi.
Citra hendak menjawab. Tapi suara Tegar membuat Citra mengurungkan niatnya itu
"Udah siang Cit. Mas nggak mau kamu telat," ucapnya tanpa menoleh.
"Maaf ya Mbak. Aku harus sekolah. Nanti aja ya kalau mau minta tolong," ucap Citra.
Perempuan yang menegurnya itu hanya menganggukkan kepalanya. Dia juga tampak memaksakan senyumnya saat melihat Citra tersenyum padanya.
Motor melaju meninggalkan pelataran rumah sederhana itu. Meninggalkan seseorang yang begitu berharap bisa mendapatkan perhatian dari Tegar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments